Urbanisasi menjadi salah satu bagian yang secara langsung dapat memberikan pengaruh terhadap pengaturan perkotaan. Sekarang ini urbanisasi tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja melainkan juga terjadi di kota-kota kecil di wilayah kabupaten/kota. Salah satu dampak yang muncul dari berkembangnya intensitas aktivitas penduduk yaitu membentuk perluasan kawasan perkotaan ke arah pinggiran yang memicu adanya permasalahan pemenuhan sarana dan prasarana. Salah satunya dilihat dari rendahnya akses masyarakat di kawasan perkotaan terhadap air bersih dan fasilitas perkotaan lain sebagainya.
Air Bersih & Tata Kelola Perkotaan
Hingga saat ini, ketersediaan akses air bersih masih menjadi masalah di Indonesia. Sekitar 21% rumah tangga di Indonesia tidak mendapatkan pelayanan air bersih. Kebutuhan akan pelayanan yang efisien dalam prakteknya belum bisa didapatkan mengingat buruknya pelayanan yang meliputi pengelolaan dan penyediaan. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih maka perlu dilaksanakan suatu pengelolaan agar di satu sisi pemanfaatan air bisa optimal, sementara di sisi lain eksistensi air itu sendiri tidak terganggu. Layanan oleh pemerintah sendiri pada tingkat daerah ditangani oleh instansi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dengan daya jangkau dari perusahaan tersebut yang masih sangat terbatas.
Tata kelola perkotaan merupakan pendekatan baru sebagai jawaban atas kegagalan pendekatan perencanaan dan pengelolaan dalam merespon permasalahan perkotaan. Jika dilihat dari perspektif secara menyeluruh, tata kelola dapat diartikan sebagai undang-undang, peraturan, keputusan yuridis dan praktik administratif yang menuntut dan memungkinkan pemerintah untuk menyediakan jasa pelayanan melalui pola hubungan formal dan informal dengan sektor publik dan swasta (Lee, 2008).
Untuk kawasan Perkotaan di Jambi sendiri, permasalahan mengenai pengelolaan air bersih secara langsung ditangani oleh berbagai pihak dari instansi pemerintah yaitu PDAM Jambi, DPU Bidang Cipta Karya dan Bappeda Kota.
Tetapi untuk perencanaan dan pengusulan air bersih, aktor/ stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan air bersih di kawasan perkotaan adalah pihak DPU Cipta Karya. Disisi lain Bappeda berperan dalam merencanakan pengelolaan air bersih secara lebih luas dengan lingkup yang lebih besar seperti perencanaan air bersih pada zona-zona atau kawasan tertentu seperti kawasan industri dan perdagangan. Disisi lain Bappeda memiliki peran utama yaitu sebagai koordinator perencanaan namun dalam kegiatan teknisnya tetap tergantung dari SKPD tiap instansi yang terkait.
Kawasan Jambi merupakan daerah yang memiliki sumber air cukup besar yaitu sungai Batanghari sebagai sumber air baku, sehingga sebenarnya tidaklah menyulitkan warga untuk mendapatkan pasokan air bersih. Masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah merasa lebih nyaman menggunakan sumur galian daripada harus berlangganan PDAM dengan harga yang cukup mahal. Sedangkan masyarakat dengan tingkat ekonomi yang cukup mapan, kebanyakan juga lebih memilih untuk mendapatkan air bersih dari sumur artesis atau sumur bor. Masyarakat yang tinggalnya di perumahan lebih mempercayakan penyediaan air bersihnya pada pihak developer atau pengembang. Pelayanan yang mandiri dan fleksibel menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat Jambi lebih nyaman menggunakan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari mereka.
Ketika melaksanakan tugasnya PDAM bisa saja melakukan sistem kerjasama dengan berbagai pihak dalam bentuk patungan dimana dalam kesepakatan tersebut harus menjamin pentingnya efektivitas dan produktivitas PDAM dalam melayani masyarakat.
Pengawasan Kinerja
Pengawasan dalam hal ini adalah aktivitas pemantauan terus menerus yang dilakukan selama proses penyediaan dan pengelolaan air bersih berlangsung. Dalam melakukan aktivitas pengawasan, stakeholder yang terlibat tidak lain adalah organisasi ataupun lembaga pemerintah yang terlibat dalam kegiatan penyediaan air bersih di suatu kawasan tertentu. Pengawasan terhadap kegiatan penyediaan air bersih dapat dilakukan pula oleh Walikota/Bupati, Dewan Pembina dan Pengawas yang berasal dari pihak PDAM yang nantinya akan diturunkan ke pada pihak DPU Cipta Karya. Hasil dari kegiatan tersebut nantinya dilaporkan tiap bulan ke pihak Bappeda di bagian pembangunan.
Penutup
Penulis mengusulkan sebuah model yang disebut Decentralized-private management sebagai suatu usulan yang dirasakan paling efektif yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tata kelola air bersih diperkotaan selama ini, karena pada model ini pemerintah, swasta dan masyarakat bisa mengambil peran sesuai dengan kedudukan masing-masing. Hanya saja apakah model pendekatan tersebut (belum)/tidak diterapkan dalam kelembagaan pengelolaan air bersih di kota Jambi selama ini? Selain itu perlu adanya koordinasi yang dilakukan oleh pemerintah antar instansi kepada pihak masyarakat. Hal ini dapat menjadi bukti nyata yang memperlihatkan kepedulian pemerintah terhadap masyarakat di kawasan perkotaan hingga pinggiran, karena dengan demikian akan terwujud pemerintahan yang bersifat bottom up dan bukan bersifat top down.
*PNS/Arsitek Perancang Kota Dinas PU Bungo dan Ph.D. Candidate, Seoul National University, Korea
Tidak ada komentar :
Posting Komentar