Indria Mayesti, S.E., M.E. |
Oleh: Indria Mayesti, S.E., M.E.*
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2013 terhitung 11 April 2013 Tentang Kenaikan Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil (PNS) pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977. Pembayaran telah dilakukan berdasarkan edaran dari Dirjen Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Kemenkeu RI. Di dalam edaran tersebut disebutkan kenaikan terhitung Januari 2013 dan mulai berlaku Juni, maka pembayaran gaji Juni hingga selanjutnya akan dirapel dari kenaikan pada Januari. Diterbitkannya PP 22 Tahun 2013 ini bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna serta kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil.
Naik Gaji, Naik Kinerja
Menurut Undang-undang Kepegawaian Nomor 43 Tahun 1999, Pegawai Negeri Sipil (PNS) selaku aparatur pemerintah memiliki kewajiban untuk bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional. Demikianlah harapan yang disandangkan kepada para aparatur, bahwasanya dengan dinaikkannya gaji maka diharapkan kinerja pegawai dapat meningkat. Namun yang perlu dipahami naik tidaknya gaji pegawai sebenarnya tidak berkorelasi positif terhadap kinerja, kenapa demikian?
Menurut hukum sebab akibat atau korelasi ada 2 (dua) variabel yang saling berkaitan yaitu variabel bebas/yang mempengaruhi dan variabel terikat/yang dipengaruhi. Berkaca dari apa yang dilakukan pemerintah saat ini adalah gaji dijadikan sebagai variabel yang mempengaruhi, dengan kata lain apabila gaji naik maka kinerja akan ikut naik. Bagaimana kalau sitem itu kita rubah, bahwa variabel yang mempengaruhi kita ganti menjadi kinerja, maka bunyi hukum korelasi menjadi apabila kinerja naik maka gaji akan ikut naik.
Kenapa kita perlu mengganti variabel bebas atau variabel yang mempengaruhi, dari gaji menjadi kinerja, hal tersebut disebabkan karena apabila terjadi kesalahan dari faktor variabel yang mempengaruhi maka tujuan pemerintah untuk meningkatkan tugas dan fungsi pegawai tidak akan tercapai. Disini variabel yang mempengaruhi adalah gaji, secara tidak langsung Pemerintah telah menjadikan uang atau gaji sebagai tolok ukur, dengan kata kalau gajinya dinaikkan baru pegawai akan berkinerja lebih baik. Seandainya dirubah variabel yang mempengaruhi atau tolok ukurnya adalah kinerja maka pegawai akan merubah sikap, maksudnya disini pegawai itu sendiri akan memahami bahwa apabila pegawai berkinerja lebih baik dari sebelumnya baru gajinya akan dinaikkan oleh pemerintah. Sangat sederhana bukan?.
Gaji Naik, Wajib Panik
Kenaikan gaji oleh pegawai memang disambut gembira...oleh pemain pasar?.Untuk saat ini kenaikan gaji sebesar 5-7 % tersebut tidak mencukupi besarnya pengeluaran yang telah menunggu. Ada 4 (empat) kenaikan harga yang terjadi, pertama isu/wacana kenaikan gaji itu sendiri sudah memicu kenaikan harga kedua dengan naiknya gaji pegawai maka dengan sendirinya harga barang akan mengikutinya atau dengan kata lain akan ikut naik ketiga adanya isu/wacana kenaikan BBM sudah memicu kenaikan harga belum lagi dengan menghilangnya beberapa barang pokok dipasaran keempat naiknya harga BBM sudah barang tentu harga barang akan naik lagi dibuktikan dengan meroketnya harga jengkol sebesar Rp 100.000/kg kelima bulan ramadhan dan Hari Raya sudah didepan mata lambat laun namun pasti kenaikan harga akan lebih menggila lagi.
Panik?. Jelas, begitu banyak pengeluaran yang membutuhkan penanganan cepat, seperti uang sekolah anak memasuki tahun ajaran baru, pengeluaran bulan ramadhan dan menyambut lebaran. Kesemuanya tidak bisa menunggu, semuanya harus disediakan. Sedangkan gaji yang diterima (itu kalau masih tersisa setelah dipotong pinjaman bank) sangatlah tidak memadai untuk memenuhi seluruh pengeluaran yang terjadi dan yang akan terjadi. Apabila kita hitung dengan meningkatnya gaji pegawai dengan kisaran 5-7 % akan menyebabkan bertambahnya uang yang beredar di masyarakat dan untuk menyesuaikan hal tersebut maka terjadi peningkatan harga dan apabila terjadi peningkatan harga secara terus menerus maka akan menyebabkan inflasi.
Salah satu campur tangan pemerintah adalah dengan menaikkan tingkat suku bunga bank. Dengan harapan adanya keinginan masyarakat untuk menyimpan uangnya ke bank sehingga jumlah uang yang beredar akan stabil. Padahal seperti kita ketahui bersama pegawai banyak yang menyelamatkan SK nya ke bank demi mendaptkan kehidupan yang lebih baik seperti untuk mengambil kredit rumah, membeli perabotan rumah tangga atau untuk membiayai sekolah anak. Peningkatan suku bunga bank akan memberatkan pegawai sebagai salah satu dari debitur bank, dengan naiknya tingkat suku bunga berarti pengeluaran pegawai akan bertambah sebesar bertambahnya pengeluaran pembayaran bunga bank. Mudah-mudahan kedepannya ada perubahan yang berarti untuk peningkatan kesejahteraan tanpa ada pengorbanan yang lebih besar, sehingga tidak ada istilah besarlah pasak daripada tiang.
*Widyaiswara Bandiklatda Provinsi Jambi dan Dosen Tetap STIE Muhammadiyah Jambi , anggota PELANTA Jambi.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar