Cermin Keroposnya Akidah Umat
Oleh: Abd.Mukti, S.Ag.*
Para Penghuni lokalisasi prostitusi di Payo Sigadung atau yang lebih populer dikenal dengan Pucuk, Senin(22/9/) kembali melakukan unjuk rasa di kantor DPRD Kota Jambi. Tuntutan mereka tetap sama, yakni tidak setuju dengan keputusan Pemerintah Kota Jambi yang ingin menutup lokalisasi pelacuran di Jambi. Para demonstran yang terdiri dari mucikari,pekerja seks komersial (PSK) dan perwakilan organisasi ini berorasi di luar pekarangan kantor DPRD Kota Jambi.
Warga Pucuk tak peduli bahwa apa yang mereka lakukan selama ini menyimpang dari norma sosial dan norma agama. Mereka rata-rata beralasan, masuk ke dalam dunia hitam ini karena faktor ekonomi, sulit mencari uang atau pekerjaan diluar kerja sebagai pezina. Disamping itu, khususnya bagi para mucikari, profesi sebagai ‘bos’ pekerja seks hasilnya cukup menggiurkan dibandingkan dengan profesi apapun. Padahal, mayoritas dari mereka beragama Islam, minimal ber-KTP Islam.Oleh: Abd.Mukti, S.Ag.*
Para Penghuni lokalisasi prostitusi di Payo Sigadung atau yang lebih populer dikenal dengan Pucuk, Senin(22/9/) kembali melakukan unjuk rasa di kantor DPRD Kota Jambi. Tuntutan mereka tetap sama, yakni tidak setuju dengan keputusan Pemerintah Kota Jambi yang ingin menutup lokalisasi pelacuran di Jambi. Para demonstran yang terdiri dari mucikari,pekerja seks komersial (PSK) dan perwakilan organisasi ini berorasi di luar pekarangan kantor DPRD Kota Jambi.
Bisnis Menggiurkan
Mengapa para pekerrja seks komersial (PSK) dan mucikari enggan angkat kaki dari lokalisasi kemaksiatan itu? Karena bisnis esek-esek di negeri yang menganut sistem demokrasi-liberal ini, hasilnya cukup menggiurkan. Betapa tidak, peredaran uang di lokalisasi Payo Sigadung Kota Jambi dalam seharinya bisa mencapai angka Rp 1 miliar. Banyaknya rumah dan gedung mewah milik mucikari di lokalisasi Pucuk ini berindikasi bahwa bisnis barang haram ini cukup menggiurkan.(The Jambi Times.com,8/2013).
Menurut Dadi, ketua RT Payo Sigadung Kelurahan Rawasari, dulu sewaktu masih ramai, peredaran rupiah dilokalisasi yang sudah berumur puluhan tahun itu bisa mencapai lebih dari Rp 2 miliar seharinya.'Kalo sekarang agak sepi, tapi sesepi-sepinya Rp 500 juta pasti ada,'kata Dadi, yang sudah menjadi ketua RT sejak tahun 80-an itu.
Penghasilan mucikarinya jika dia punya “anak buah” banyak, dalam satu hari bisa mendapat Rp.10 juta,ucap pria murah senyum itu.Penghasilan PSK-nya pun cukup mencengangkan. Jika PSK itu merupakan primadona di tempatnya, penghasilannya dalam satu bulan bisa mencapai Rp 30 juta hingga Rp 40 juta.Pengakuan salah seorang PSK, dalam seharinya dia bisa melayani tamu 5-8 orang.'Kalau lagi sepi 5 tamulah bang,'ujar Bunga( nama samaran-red) sembari mengisap rokok filternya dalam-dalam. Selain dari tarif melayani tamu, Bunga juga mendapat tip dari menemani tamunya minum yang kisarannya cukup lumayan.'Lumayan tipnya bang. Ada yang ngasih Rp 100 ribu ada yang lebih,'kata Bunga yang bertubuh sintal.
Tentu saja, kondisi ini sangat meresahkan. Hal itu menyebabkan menjamurnya kemerosotan moral. Keberadaan mereka memberi peluang bagi para lelaki hidung belang. Akibat selanjutnya, kegoncangan rumah tangga karena suami yang suka ¨jajan¨, penularan penyakit seksual,HIV/AIDS,aborsi, dan termasuk kelahiran bayi-bayi tanpa nasab yang jelas.
Keroposnya Akidah Umat
Faktor ekonomi atau kemiskinan sebagai penyebab masuknya para PSK ke dunia hitam tentu itu bukan faktor dominan. Karena, walau bagaimanapun ekonominya, kalau imannya kuat, tidak keropos,mereka tidak akan menjadi penjaja seks apalagi mucikari.Rasulullah saw bersabda, “Hendaknya kalian menjauhi perbuatan zina, karena akan mengakibatkan empat hal yang merusak, yaitu menghilangkan kewibawaan dan keceriaan wajah, memutuskan rezeki (mengakibatkan kefakiran),mengundang kutukan Allah, dan menyebabkan kekal dalam neraka”. (HR.Thabrani dari Ibn Abbas).
Hadis ini sekaligus membantah pernyataan banyak orang yang sering menyatakan bahwa salah satu penyebab perbuatan zina adalah karena faktor ekonomi atau kemiskinan. Justru perbuatan zina itulah yang akan menjerumuskan pelakunya pada jurang kemiskinan. Dan jika pun terlihat memiliki harta, itu hanya bersifat semu dan sementara. Yang pasti ujungnya akan habis tak berbekas. Hartanya tidak berkah.
Walau profesi itu dapat mendatangkan uang yang cukup banyak, tapi jika dalam hati dan jiwanya seseorang itu terpatri keimanan atau akidah Islam yang kokoh, insya Allah orang tersebut tidak akan tergoda dengan rayuan setan terlaknat itu. Hal ini sebagaimana yang pernah disabdakan Baginda Nabi saw,”Tidaklah seseorang itu berzina ketika itu ia mukmin, dan tidaklah seseorang itu mencuri ketika itu ia mukmin, dan tidaklah seseorang itu minum minuman keras ketika itu ia mukmin” (HR.Muslim).
Ini artinya, bahwa antara keimanan tidak akan bisa bergabung dengan kemaksiatan. Jika ia beriman (mukmin), niscaya ia tidak akan melakukan maksiat. Dan sebaliknya, jika ia maksiat berarti imannya telah lepas dari jiwanya. Kalau ia sadar dan bertobat, insya Allah imannya akan kembali lagi.
Intensifkan Dakwah Islam
Dalam upaya menanggulangi kerusakan moral masyarakat yang diakibatkan oleh keroposnya keimanan mereka, maka sudah seharusnyalah para ulama bekerjasama dengan umaro mengadakan dakwah Islam secara intensif di tengah-tengah masyarakat. Baik masyarakat yang sudah terjebak dalam lokalisasi pelacuran maupun masyarakat umum yang rata-rata tingkat keimanannya masih minim.
Allah SWT berfirman,”Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan menccegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung” (QS.Ali Imran : 104). Bahkan, jika ada satu kemunkaran, maka setiap Muslim wajib bertindak sesuai dengan kapasitasnya, sebagaimana sabda Rasul saw,”Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan kekuasaannya; kalau tidak mampu ya dengan lisannya; dan kalau juga tidak mampu ya dengan hatinya. Dan inilah selemah-lemah iman” (HR.Muslim).
Oleh karena perbuatan zina itu merupakan fahisyah (perbuatan yang menjijikkan) dan sa’a sabila(seburuk-buruk jalan), maka tindakan penyelamatannya tidak boleh ditunda-tunda,karena akan mengundang azab Allah SWT. “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya, zina itu adalah perbuatan yang keji, dan jalan yang buruk” (QS.Al-Isra’ :32). Ayat Alquran ini menegaskan, bahwa mendekati zina saja sudah dilarang, apalagi melakukannya. Terlebih lagi kalau di lokalisasi.
Oleh karenanya,kita berkewajiban untuk menolong mereka, yaitu dengan cara mengentaskan mereka dari dunia pelacuran itu. Jadi,upaya menutup lokalisasi itu bukan berarti benci kepada PSK dan mucikari.Tidak ! Motivasinya tentu menolong mereka agar tidak terus menerus melakukan perbuatan haram yang jelas-jelas dikutuk Tuhan. Rasul bersabda,“Tolonglah saudaramu, baik yang zalim maupun yang dizalimi. Sahabat bertanya, ya Rasul, kami biasa menolong mereka yang dizalimi, bagaimana caranya untuk menolong mereka yang berbuat zalim ? Rasul menjawab, yaitu dengan mengentaskan mereka dari perbuatan zalimnya itu “ (Hadis).
Walaupun tindakan walikota Jambi beserta jajarannya dalam upaya menutup lokalisasi Pucuk ini masih bersifat kompromistis dengan para PSK dan mucikarinya,namun tindakannya itu perlu kita dukung dan apresiasi, semoga Allah memberikan taufiq dan kemudahan dalam upaya menutup lokalisasi usaha haram itu.
Sebab kalau ingin tuntas menyelesaikan prostitusi di negeri ini, maka kita harus mengikuti sistem Islam, dimana negara harus tegas memberikan sanksi, baik kepada para PSK-nya maupun mucikarinya.
Hukuman di dunia bagi orang yang berzina adalah dirajam (dilempari batu) jika ia pernah menikah dan kawin, atau dicambuk seratus kali jika ia belum pernah menikah lalu diasingkan selama satutahun. Jika di dunia ia tidak sempat mendapat hukuman tadi, maka di akhirat ia disiksa di neraka. Bagi wanita pezina, di neraka ia disiksa dalam keadaan tergantung pada payudaranya. Wallahua’lam bi ash showab.
*Penulis adalah Pemerhati Kehidupan Beragama.
Sumber: http://jambiekspres.co.id/berita-18181-penghuni-pucuk-menolak-penutupan-lokalisasi.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar