Tapi Mengapa Diperlakukan Begitu?
Suaidi Asyari*
Menurut Hadits Rasulullah, bahwa orang yang mengerjakan haji atau umrah itu adalah duta-duta Allah (HR Nas”i dan Ibnu Majah). Layaknya duta-duta besar di dunia ini mempunyai kekebalan dan keistimewaan tertentu (Konvensi Wina 1961), selama tidak melanggar hukum tertentu. Namun pandangan mata terhadap para hujjaj di Bandara King Abdul Aziz di Jeddah, realitasnya perlakuan terhadap para mereka ketika digeledah, tidak jauh beda dengan penyelundup.
Saat ini sampai beberapa puluh hari ke depan, Bandara King Abdul Aziz kembali diramaikan oleh para tamu Allah dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia. Ketika penulis dalam perjalanan haji 2010 yang lalu terdapat satu pemandangan yang absurd dibanding prolog di atas. Rata-rata para hujjaj dari Indonesia, khususnya para kaum ibu diperlakukan, digeladah tak obahnya seperti para penyelundup. Hampir setiap mukena para ibu diperiksa. Tidak seperti pemeriksaan rutin lainnya. Ketika pulangpun, bagian perjalanan ini dijadikan cerita “lucu” pengalaman haji. Bukan cerita memalukan atau dipermalukan sebagai duta Allah.Menurut Hadits Rasulullah, bahwa orang yang mengerjakan haji atau umrah itu adalah duta-duta Allah (HR Nas”i dan Ibnu Majah). Layaknya duta-duta besar di dunia ini mempunyai kekebalan dan keistimewaan tertentu (Konvensi Wina 1961), selama tidak melanggar hukum tertentu. Namun pandangan mata terhadap para hujjaj di Bandara King Abdul Aziz di Jeddah, realitasnya perlakuan terhadap para mereka ketika digeledah, tidak jauh beda dengan penyelundup.
Dari kesaksian penulis, memang sebagian diantara ibu para hujjaj itu terbukti menyembunyikan air zam-zam atau belanjaan lain dalam mukena mereka. Siapa saja yang kedapatan, maka air zam-zam atau belanjaan itu ditinggalkan di airport, dan para hujjaj itu tentu gigit jari. Pasrah.
Meskipun ada satu dua orang yang mencoba berdebat, tetapi pada umumnya dicuekin oleh para petugas Bandara/perusahaan penerbangan yang ada. Ada memang satu dua orang yang berhasil mengelabui para petugas bandara. Tetapi gelagat dan cara mereka tetap saja seperti seorang yang berusaha untuk melanggar ketentuan hukum dan seolah layak dicurigai sebagai penyelundup atau sejenisnya.
Realitas di atas jelas bertentangan dengan tiga hal yang berkaitan dengan pembekalan calon haji. Pertama setiap calon haji tentu sudah diberi bekal informasi benda apa saja dan berapa berat barang yang boleh masuk ke dalam cabin atau ke bagasi pesawat. Selebih dari itu para calon haji diminta untuk mengirimkannya melalui paket yang biayanya tidak terlalu mahal.
Kedua, tujuan utama melaksanakan haji adalah untuk menyempurnakan syarat dan rukun haji, bukan untuk belanja atau membawa titipan. Disamping itu jumlah air zam-zam yang disediakan oleh panitia haji sudah cukup untuk para tamu atau keluarga ketika nanti sampai di rumah, dalam rangka mengambil barakah. Jika untuk keperluan berlebihan tentu masih bisa dibeli dari berbagai toko yang menyediakan suvernir haji di Indonesia.
Ketiga, salah satu informasi dan bimbingan spritual keberangkatan pada umumnya adalah tentang perbekalan“ ... barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal (2:197).
Orang bertaqwa berarti orang yang mengerjakan segala perintaha Allah dan menjauhkan laranganNya. Ringkasnya, orang yang bertaqwa berarti orang taat aturan. Dan menurut ayat ini bahwa orang-orang yang berakal harus taat aturan Allah.
Tidak jauh berbeda dengan puasa, salah satu aspek penting dari ibadah haji adalah prinsip taat aturan yang berkaitan dengan ibadah itu. Tanpa prinsip taat aturan, ada begitu banyak rangkaian kegiatannya yang bisa terlihat tidak masuk akal. Akan tetapi “sebaik-baik bekal” adalah taqwa, yaitu taat aturan, maka tidak ada pertanyaan yang diajukan terhadap mengapa dilakukan rangkaian syarat dan rukun ibadah itu.
Dengan logika ini, maka masuk akallah orang yang pulang haji akan menjadi orang yang selalu taat aturan. Mungkin inilah salah satu ciri haji yang mambrur, yang berbekas dalam kehidupan dunia dan masyarakat, selalu taat aturan, tidak tamak atau berlebihan. Bukan ngakali aturan.
Mengapa ini terjadi? Dan Salah siapa?
Ada beberapa kemungkinan penyebab para ibu, sebagian juga para bapak, yang berusaha membawa air zam-zam atau belanja lainnya ke dalam pesawat sewaktu pulang haji. Pertama, para panitia pembelakan haji ketika manasik di tanah air tidak mampu menggunakan bahasa komunikasi yang bisa menjiwai atau menginternalkan pembekalan yang diberikan. Sehingga yang ditangkap oleh para calon haji adalah bagai mana cara mengakali ketika berhadapan dengan ketentuan yang bertentangan dengan kemauan nafsu calon haji dan merusak pahala haji.
Kedua, para petugas penyelenggara haji, seperti KBIH dan lainnya tidak mampu membimbing para jama”ahnya untuk memahami dan mentaati ketentuan penerbangan serta akibat keselamatan penerbangan dan akibat yang merusak pahala haji. Aspek bahaya pesawat akan jatuh, mereka akan meninggal dunia, ketika pesawat berlebihan barang bawaan tidak mampu ditangkap dan ditindaklanjuti.
Ketiga, para calon haji tidak sepenuhnya mengetahui bahwa proses pelaksanaan haji adalah sebuah kegiatan ritual yang bermuara pada perubahan sikap dan kebiasaan yang tidak sesuai dengan nilai dan etika agama, termasuk ketamakan. Terlepas apakah orang lain melihat atau tidak.
Keempat, adalah tabi”at atau kebiasaan aneh sebagian warga negara kita sehari-hari yang tidak ambil peduli dengan tanda dan pengumuman larangan di mana saja mereka berada, termasuk dalam pesawat. Walaupun sudah diingatkan bahaya menakutkan akan terjadi jika tetap tidak mengindahkan larangan itu, seperti larangan menggunakan Handphone.
Bahkan begitu terkadang kesalnya sebagian kita membuat tanda larangan, misalnya, dengan bahasa halus namun tetap tidak diindahkan, maka dibuatlah tanda marah (ma”af) “HANYA ANJING YANG BUANG SAMPAH DI SINI”-pun, masih ada yang akan tetap buang sampah persis di bawah tulisan itu.
Solusi Alternatif
Penomena haji di atas adalah cuplikan kecil saja dari sikap hidup umat Islam berkaitan dengan ketaatan pada aturan. Karena ibadah ini dilakukan hanya satu kali dalam satu tahun.
Ibadalah lain, seperti shalat dilakukan umat Islam 5 (lima) kali sehari semalam, serta ditambah dengan 6 shalat sunnat qabliyah (sebelum) dan ba”diyah (sesudah) shalat wajib. Jika dikalkulasikan, hampir setiap waktu jeda istirahat kerja, kita diingatkan oleh peringatan Tuhan akan taat aturan. Namun seringkali tidak begitu berpengaruh terhadap ketaatan peraturan keseharian di hampir seluruh sudut kehidupan. Padahal Allah sudah mengingatkan:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Qur”an dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q 29:45).
Thus, bekas shalat itu niscayanya terlihat pada apa yang dikerjakan di luar shalat.
Karena itu, pembiasaan diri untuk mentaati aturan kapan dan di mana saja sudah seharunya dipraktekkan dalam setiap aspek kehidupan kita, termasuk ketika memulai manasik dan dalam pelaksanaan haji.
Semoga saudara kita yang taat aturan selama perjalanan haji 2014 ini, akan menjadi para haji yang mabrur, dosanya yang diampuni dan segala usahanya halal dan sukses setelah kembali. Betul-betul menjadi duta Allah yang mempunyai keistimewaan dan harga diri tinggi. Dan semoga tulisan ini masih sempat dibaca bagi yang berlum berangkat, dan berbagi informasi setelah sampai di Makkatul Mukarramah dengan saudara kita yang sudah berangkat duluan. Amin.
*Direktur Eksekutif CSCIIS Jambi dan Ketua Forum Dekan Fakultas Ushuluddin se Indonesia
Sumber: http://jambiekspres.co.id/berita-17903-para-hujjaj-itu-duta-allah-.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar