Wenny Ira Reverawati, S.I.P., M.Hum. |
Oleh: Wenny Ira Reverawati, S.I.P., M.Hum.*
Tahun politik, begitulah 2014 ini di identifikasikan oleh seluruh bangsa Indonesia. Ini karena pada tahun 2014 terdapat event besar hajatan pemilihan umum, dan setahun penuh akan diwarnai dengan konsolidasi politik untuk menyusun pemerintahan Indonesia yang akan menentukan masa depan masyarakat Indonesia lima tahun kedepannya, dalam artian sebagai kesatuan masyarakat politis demi tercapainya tujuan kehidupan berbangsa, bernegara, yang adil makmur, aman dan sentausa.
Merujuk pada hal tersebut, sejatinya kita tidak bisa menjadi a politis dalam kehidupan bermasyarakat yang puncak piramida tertingginya adalah bernegara, berpemerintahan. Pertama, secara sosial kita tidak dapat hidup sendiri, oleh karena itu kita membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan kita sebagai manusia yang tidak dapat kita buat secara sendiri. Maka secara sosial ini kita membentuk keluarga, kelompok, masyarakat, agar kebutuhan dasar hidup kita dapat terpenuhi dan tercukupi.Kedua, politik sebagaimana banyak dirujuk merupakan hal yang kotor, buruk, busuk, karena hanya identik dengan perebutan kekuasaan. Tetapi Khadjeh Nasirudin Thusi, seorang pemikir Islam dalam bidang manajemen politik, justru berpikir berbeda mengenai politik, antithesis dari konsep teori barat mengenai politik sebagaimana yang telah biasa kita telan selama ini. Menurutnya, politik itu adalah hal yang baik, mulia dan suci, karena politik adalah sebuah puncak kehidupan dimana hanya manusia yang sempurna dalam bidang kejiwaan dan keahlian, dapat menjalankannya untuk mengatur kehidupan bersama mencapai keadilan dan juga kebahagiaan. Tujuan untuk mencapai kebahagiaan dan keadilan dalam kehidupan bersama inilah yang menjadi fokus kupasan politik Nasiruddin. Maka masyarakat yang terbaik adalah masyarakat politik, dimana individunya terlibat dalam kehidupan politik untuk menentukan kelangsungan kehidupannya, dan menyempurnakan kemanusiaannya.
Masih menurut Nasiruddin, ketika manusia telah menjadi insan kamil, sempurna, maka dia akan berpikir terlepas atau jauh dari hanya memikirkan sekedar kebutuhan dasarnya saja dan kepentingan pribadinya, tetapi dia akan berpikir secara luas yang tidak akan terjangkau oleh manusia biasa, karena hatinya, jiwanya, tergerak untuk ikut berperan serta mengatur kehidupan di bumi, menciptakan ketertiban, mewujudkan kebahagiaan dan keadilan bagi orang banyak, menegakkan fungsi khalifahnya sebagaimana Tuhan mengamanatkan padanya.
Secara tegas, Nasiruddin mengatakan, bahwa insan kamil yang telah tergerak untuk berpolitik itu, melihat dan dilihat kepada syarat keahlian, kecakapan, kewarasan, kebijakan yang dimilikinya. Syarat ini diperlukan agar kehidupan politik manusia tetap berjalan sesuai dengan koridornya, terutama adalah koridor syariat, karena juga hanya insan kamil yang dapat menjaga keberlangsungan syariat dengan jiwanya yang telah melampaui hakikat kemanusiaannya.
Penulis, dalam hal ini, menyetujui konsep teori politik Nasiruddin. Betapa tidak, melihat kepada citra kata politik yang terlanjur di konotasikan kepada sesuatu yang negatif, dan disebarkan untuk menuai kebencian, sehingga menciptakan generasi yang a politis, dan memilih pragmatis, maka membangun konsep politik baru demi pembangunan politik masyarakat-bangsa Indonesia sangat di perlukan.
Gerakan manusia politik, perlu diberdayakan kepada segenap masyarakat Indonesia, terutama pada pemilihan umum 2014 ini. Sebab, kita memang manusia politik yang saling membutuhkan satu sama lain, dan kebutuhan kita hanya bisa terwujud serta dipengaruhi oleh melalui proses politik, apakah itu ketersediaan makanan, papan, sandang, hidup dan mati kita. Masa depan kehidupan kita sebagai manusia, begitu diatur oleh tata politik yang terbentuk. Bagaimana lagi kita akan menghindar dari kondisi politik?
Kondisi sistem politik yang di nilai carut marut, tidak akan pernah terselesaikan jika koridor wawasan berpikir politik kita sebagai manusia politik terus tertidur dalam ketidakberdayaan dan memilih untuk menyerah. Bagaimana bangunan politik sebuah bangsa akan selesai sampai tahap akhir yang dicita-citakan sesuai dengan konstitusi, jika pada pertengahannya menemui kendala dan kita manusia politik sebagai kuncinya kemudian menyerah.
Jika hakikat kita sebagai manusia politik adalah mengenai sebuah keberdayaan kita sebagai manusia yang sempurna, yang tidak menyerah berhadapan dengan sistem politik, karena politik dan keikutsertaan kita didalamnya adalah hak kita, bagaimana mungkin kita akan membiarkan sistem mempermainkan hak kemanusiaan kita. Oleh karena itu, terlepas dari segala kondisi pemilihan umum 2014 yang kita hadapi saat ini, dan segala pesimisme yang meghantuinya apakah itu masalah calon legislatif, badan penyelenggara, calon presiden, lembaga politik yang berjalan, masyarakat yang makin terintimidasi dan tergiur dengan politik transaksional, setidaknya jika kita menyadari hakikat kita sebagai manusia politik bahwa kondisi tersebut justru memicu kita untuk membangun politik yang adiluhung di negeri kita tercinta Indonesia, bukan dengan menyerah menjadi a politis, apalagi dalam wujud apatis.
Tidak diperlukan langkah jauh untuk membangun politik dari manusia politik. Mulailah mengembara kedalam diri kita masing-masing, apakah benar kita terpisah dari hal-hal ang politis, sehingga tidak mau menjadi manusia politik. Kedalam diri kita akan ditemui jutaan ragam sel yang membangun kita sebagai manusia, dan cara kerjanya tidak hanya melulu mekanis, tetapi saling menyempurnakan satu sama lain, itulah politik. Begitu juga kita sebagai manusia politik layaknya membangun politik negeri ini dari beragam warna manusia, apakah itu etnis, suku, budaya, agama, kepentingan, tujuannya hanya satu, mewujudkan kehidupan ang adil, bahagia, sejahtera, mengimplementasikan kesempurnaan kita sebagai manusia.
Selamat merayakan hak politik kita pada pemilu 2014!
*Wakil Ketua II dan dosen tetap di program studi Ilmu Pemerintahan STISIP Nurdin Hamzah Jambi, anggota Pelanta.
Gerakan manusia politik, perlu diberdayakan kepada segenap masyarakat Indonesia, terutama pada pemilihan umum 2014 ini. Sebab, kita memang manusia politik yang saling membutuhkan satu sama lain, dan kebutuhan kita hanya bisa terwujud serta dipengaruhi oleh melalui proses politik, apakah itu ketersediaan makanan, papan, sandang, hidup dan mati kita. Masa depan kehidupan kita sebagai manusia, begitu diatur oleh tata politik yang terbentuk. Bagaimana lagi kita akan menghindar dari kondisi politik?
Kondisi sistem politik yang di nilai carut marut, tidak akan pernah terselesaikan jika koridor wawasan berpikir politik kita sebagai manusia politik terus tertidur dalam ketidakberdayaan dan memilih untuk menyerah. Bagaimana bangunan politik sebuah bangsa akan selesai sampai tahap akhir yang dicita-citakan sesuai dengan konstitusi, jika pada pertengahannya menemui kendala dan kita manusia politik sebagai kuncinya kemudian menyerah.
Jika hakikat kita sebagai manusia politik adalah mengenai sebuah keberdayaan kita sebagai manusia yang sempurna, yang tidak menyerah berhadapan dengan sistem politik, karena politik dan keikutsertaan kita didalamnya adalah hak kita, bagaimana mungkin kita akan membiarkan sistem mempermainkan hak kemanusiaan kita. Oleh karena itu, terlepas dari segala kondisi pemilihan umum 2014 yang kita hadapi saat ini, dan segala pesimisme yang meghantuinya apakah itu masalah calon legislatif, badan penyelenggara, calon presiden, lembaga politik yang berjalan, masyarakat yang makin terintimidasi dan tergiur dengan politik transaksional, setidaknya jika kita menyadari hakikat kita sebagai manusia politik bahwa kondisi tersebut justru memicu kita untuk membangun politik yang adiluhung di negeri kita tercinta Indonesia, bukan dengan menyerah menjadi a politis, apalagi dalam wujud apatis.
Tidak diperlukan langkah jauh untuk membangun politik dari manusia politik. Mulailah mengembara kedalam diri kita masing-masing, apakah benar kita terpisah dari hal-hal ang politis, sehingga tidak mau menjadi manusia politik. Kedalam diri kita akan ditemui jutaan ragam sel yang membangun kita sebagai manusia, dan cara kerjanya tidak hanya melulu mekanis, tetapi saling menyempurnakan satu sama lain, itulah politik. Begitu juga kita sebagai manusia politik layaknya membangun politik negeri ini dari beragam warna manusia, apakah itu etnis, suku, budaya, agama, kepentingan, tujuannya hanya satu, mewujudkan kehidupan ang adil, bahagia, sejahtera, mengimplementasikan kesempurnaan kita sebagai manusia.
Selamat merayakan hak politik kita pada pemilu 2014!
*Wakil Ketua II dan dosen tetap di program studi Ilmu Pemerintahan STISIP Nurdin Hamzah Jambi, anggota Pelanta.
Sumber: http://www.jambiupdate.com/artikel-manusia-politik-membangun-politik_1.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar