Drs. H. Navarin Karim, M.Si. |
(Aspek Tinjauan Popularitas dan Elektabilitas)
Oleh: Drs. H. Navarin Karim, M.Si*
Mencermati polling yang diselenggarakan Jambi Ekspres berkaitan dengan Caleg DPR RI hingga tanggal 23 Januari 2014, penulis mencoba menganalisis popularitas (dikenal masyarakat) sebagai caleg DPR RI dan tingkat keterpilihan (elektabilitas) caleg sampai dengan batas waktu opini ini dibuat. Penulis mencoba membuat katagori analisis dalam lima kelompok yaitu: (1) caleg populer, (2) caleg berpengalaman (incumbent) (3) caleg belum berpengalaman, (4) caleg populer dan berpengalaman serta (5) kurang populer. Ketiga katagori ini penulis coba dalami tingkat keterpilihan berdasarkan polling.
Ada 20 nama yang dianggap sudah punya tingkat keterpilihan (elektabilitas). Dari 20 caleg tersebut ada 8 caleg (40%) yang penulis anggap sudah populer karena di promosikan media massa maupun baleho, 8 caleg (40%) yang berpengalaman berasal dari incumbent DPR RI, incumbent DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten. 12 caleg (60%) yang belum berpengalaman, 5 caleg (25%) yang populer dan berpengalaman, serta 8 caleg (40%) dianggap kurang populer.
Memaknai Hasil Polling
Pertama. Keanehan yang paling nampak adalah: caleg yang dianggap populer dan berpengalaman seharusnya akan tinggi tingkat elektabilitasnya, malah berada pada urutan 16, 17, 19 dan 20. Penyebabnya diduga masyarakat merasa belum puas dengan kontribusi yang diberikan belum optimal sesuai keinginan pemilih. Ada satu caleg yang populer dan berpengalaman bisa menembus urutan 3 besar dan satu lagi masuk 10 besar. Artinya caleg yang telah berpengalaman dan populer belum jaminan bisa memperoleh elektabilitas yang tinggi jika ia tidak mampu menunjukkan prestasinya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, minimal ia telah membuktikan janji-janjinya dengan konstituen. Kedua. Popularitas yang didongkrak media elektronik dan massa lebih menentukan naiknya tingkat elektabilitas, seperti urutan satu, dua, empat, lima enam dan delapan.
Mereka yang mempunyai amunisi akan cepat populer karena mampu membuat program pengumpulan massa dan mengiklankan diri secara maksimal dan hasilnya tingkat elektabilitasnya pun akan naik. Dari caleg yang berpengalaman, hanya tiga orang yang masuk urutan 10 besar, yaitu nomor tiga, tujuh dan sepuluh. Nampaknya pengalaman saja tidak cukup kuat dapat melenggang mulus ke senayan, tapi harus diamankan promosi yang jor-joran di media elektronik dan media massa. Lantas bagaimana dengan mereka yang tidak populer dan tidak punya amunisi yang kuat, seolah pasrah menunggu nasib, namun siapa tahu mereka tidak terekspos melalui media tetapi mereka menggunakan cara yang lebih jitu, yaitu dengan berpeluh-peluh mereka melakukan strategi door to door ke rumah pemilih. Tidak populer bisa menjadi populer seketika jika aktivitasnya selalu ditayangkan di televisi dan media massa.
Ketiga. Sebagian besar caleg (60%) caleg yang masuk dalam nominasi 20 besar caleg DPRRI hasil polling Jambi ekspres menunjukkan bahwa caleg tersebut belum punya pengalaman sama sekali, baik di level DPRD Kabupaten/Kota, Propinsi maupun legislative pusat. Jika caleg-caleg ini terpilih, bukan tidak mungkin akan terjadi wajah baru dengan masalah baru yang akan ditimbulkannya.
Keempat. Masyarakat gampang terbius dengan media, walaupun caleg belum berpengalaman, tetapi berkat manajemen kampanye dan kosmetika politik si caleg akan memperoleh tingkat elektabilitas yang tinggi. Kelima. Pengalaman tidak menjamin seseorang akan naik tingkat popularitasnya. Hal ini terjadi karena anggota Dewan tersebut jarang tampil di media, sehingga ada masyarakat yang tidak tahu bahwa yang bersangkutan pernah menjadi anggota legislative. Keenam. Caleg yang berpengalaman dan terekspos di media, rekam jejaknya akan mudah diingat oleh pemilih. Rekam jejak positive akan meningkatkan elektabilitasnya. Tercatat ada satu caleg yang dianggap punya rekam jejak positive dan dapat masuk dalam katagori tiga besar. Namun yang mempunyai rekam jejak negative dan tidak berbuat banyak (setidak handar) terhadap konstitennya, maka masuk 10 besar-pun jadi sulit.
Pembelajaran Bagi Partai
Partai di masa yang akan datang diharapkan betul-betul jeli dalam mempromosikan kader yang akan menjadi caleg. Pertama. Walaupun caleg berpengalaman tetapi tidak berbuat apa-apa untuk rakyat/konstituennya sebaiknya tidak diajukan lagi sebagai caleg. Kedua. Promosi Caleg hendaknya melalui tahapan yang benar: jangan meloncat-loncat. Lalui mekanisme, apalagi untuk caleg DPR RI harus pernah menjadi legislative provinsi. Dengan demikian masyarakat akan paham rekam jejaknya ketika di legislative. Ketiga. Partai harus punya financial yang mumpuni dalam mempromosikan caleg yang berkualitas, tapi memiliki financial terbatas.
Fakta membuktikan caleg yang kurang promosinya, tingkat elektabilitasnya jadi rendah meskipun berkualitas dan berpengalaman. Untuk kasus berkualitas dan tidak punya amunisi ini sebaiknya dibiayai dahulu untuk kampanye dan sosialiasasinya, jika ia terpilih maka ia diwajibkan mengembalikan biaya tersebut dengan cara cicilan kepada partai. Praktek seperti ini telah dipraktekkan di Negara Jerman. Keempat. Devisi MSDM di partai harus membuat criteria obyektif dalam mempromosikan caleg, dengan adanya criteria obyektive ini diharapkan akan lebih memudahkan dalam menerapkan prinsip transparansi dalam mempromosikan caleg, dust mengurangi kesalah bagi pemilih dalam memilih.
*Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Nurdin Hamzah dan Ketua Pelanta (NIA. 201307002).
Sumber: http://jambiekspres.co.id/berita-12274-analisis-polling-caleg-dpr-ri-asal-jambi.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar