Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Senin, 27 Januari 2014

PPP dan Gusdurian

Wenny Ira Reverawati, S.I.P., M.Hum.
Oleh: Wenny Ira Reverawati, S.I.P., M.Hum.*
Beberapa waktu yang lalu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menggelar Haul ke-4 Gusdur keliling Jawa Timur. Hal ini didukung oleh keluarga Gusdur yang turut hadir pada acara tersebut. Pernyataan keluarga Gusdur juga seakan turut menguatkan, PPP yang boleh menggunakan foto Gusdur dalam kiprah politiknya. Bahkan telah mendapat restu terkait dukungan politik pada pemilu 2014 ini.

Seperti diketahui selama ini setelah reformasi bergulir dan sistem multi partai dipergunakan. Beberapa organisasi Islam yang pada masa Orde Baru dipaksa melebur kedalam satu partai yaitu PPP, mendapat angin segar untuk menentukan kiprah politik selanjutnya dengan cara berpencar kepartai yang selain PPP.

Ada banyak organisasi Islam di Indonesia, yang gerakannya dimasyarakat cukup berpengaruh secara politik maupun madani. Sebut saja itu Nahdatul Ulama (NU), Masyumi, Permusi, dan lain-lain. NU yang menjadi pusat gerakan masyarakat sipil berbasis agama di Indonesia (Civil Religion), memiliki posisi tawar yang cukup kuat berhadapan dengan masalah-masalah politik, dan hampir sebagian besar wilayah kantong-kantong politik di Indonesia seperti Jawa, Sumatera, dan Sulawesi, memiliki jejaring kekuatan politik berbasis kaum Nahdliyin sebutan bagi pengikut NU ini.

Didirikannya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) oleh sosok Gusdur yang sangat lekat dengan NU pada era reformasi, maka secara otomatis kekuatan NU sebagian besar teralihkan ke PKB. Begitu juga organisasi Islam lainnya memecah dukungan politiknya ke partai-partai Islam yang ada seperti ke Partai Bulan Bintang (PBB) yang ditengarai setidaknya suara Masyumi ada disini, kemudian Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Hanya beberapa yang benar-benar militan ke PPP, masih setia kepada partai yang berlambang ka’bah dan memiliki jargon rumah besar umat Islam ini. 

PPP memang memiliki impian yang cukup fantastis demi eksistensinya pada pemilu 2014 ini, tak tanggung-tanggung sebanyak duabelas ribu suara ingin diraihnya. Maka untuk itu berbagai strategi dikerahkan untuk mewujudkannya. Termasuk dengan strategi menggandeng keluarga Gusdur dan pengikut Gusdur yang disebut dengan Gusdurian. Dalam hitungan yang rasional, usaha ini diupayakan mengingat pengikut Gusdur yang militan masih sebagian besar didominasi oleh kaum Nahdliyin, maka dengan jargonnya sebagai rumah besar umat Islam, PPP ingin mewadahi aspirasi politik kaum Nahdliyin dan sebagai fondasi kekuatan politiknya pada pemilu 2014. Apalagi semenjak Gusdur secara politik terkudeta dari PKB oleh Muhaimin Iskandar keponakannya sendiri, kaum Nahdliyin kembali memecah dukungan dan mengambang diantaranya, tetap setia pada PKB atau memilih menjadi Gusdurian, atau kepartai lain. Kesempatan ini merupakan langkah yang bagus untuk merebut hati pemilih dari kaum Nahdliyin, dengan membuat manuver politik atasnya seperti yang telah dilakukan oleh PPP dengan Gusdurian.

Sebagian besar kaum Nahdliyin yang tidak suka kepada kepemimpinan PKB dibawah Muhaimin, memang militan menjadi Gusdurian. Meskipun Gusdurian sendiri tidak hanya didominasi oleh Nahdliyin, didalamnya tergabung individu, kelompok yang mencintai Gusdur dengan segala ketokohannya, pemikirannya terutama. Sedangkan kini Nahdliyin dukungan politiknya semakin terpecah-pecah tidak hanya eksklusif kepada partai Islam semata.  Bisa dipastikan saat ini Nahdliyin dukungan politiknya cenderung fleksibel dan moderat keberbagai partai politik yang ada di Indonesia, baik itu partai yang berbasis nasionalisme, sekuler sekalipun. 

Tetapi jika memang fokus PPP untuk menggarap suara dari kaum Nahdliyin dengan cara menggandeng Gusdurian, setidaknya PPP harus konsisten terhadap langkahnya tersebut. Bagaimana PPP dapat pula menyatukan kebulatan dukungan politik dalam Gusdurian sendiri antara Nahdliyin dan lainnya, juga Gusdurian dan kelompok-kelompok organisasi Islam lainnya dalam PPP. Bagaimana jargon sebagai rumah besar umat Islam yang dimiliki oleh PPP dapat diimplementasikan secara efektif dan efisien, tidak terlepas dari kendala manajemen politik yang banyak dihadapi oleh seluruh partai di Indonesia yang lemah terhadap hal satu ini.

Tidak mudah bagi PPP yang punya citra sebagai partai konservatif menjalankan langkah manuvernya dengan Gusdurian ini. Selain kebulatan dukungan politik yang harus diupayakan diatas keberagaman organisasi Islam yang dinaunginya, PPP setidaknya secara perlahan dituntut untuk menyelaraskan langkah, konsep, manajemen, strategi yang lebih fleksibel dan moderat serta lebih baik. Ini penting mengingat manuver politik ini memiliki dampak tidak hanya pada saat menjelang pemilu 2014, tetapi juga kedepannya. Diabaikannya keselarasan ini, PPP akan menuai berbagai kemelut yang menyebabkannya tidak fokus dalam pembangunan politik internal dan eksternal partainya untuk menapaki masa depan politik setelah pemilu 2014 yang sarat dengan tantangan, terutama dari sistem pasar bebas politik dengan daulah kepentingan yang diusungnya.

Sosok Gusdur dan pemikirannya yang dijadikan pedoman oleh Gusdurian dan sekali lagi tidak hanya mutlak oleh Nahdliyin, setidaknya dapat dijadikan inspirasi oleh PPP untuk mengembangkan strategi dan jejaring politiknya kedepan, juga membangun citra sebagai partai politik konservatif yang tidak ketinggalan dengan partai politik lainnya, tetapi memang memiliki karakter, ideologi, dan idealisme yang benar-benar mewadahi umat Islam secara politik dibawah naungan bendera berlambang Ka’bahnya yang saat ini tengah dihantam dengan berbagai dinamika perubahan masyarakat, sekaligus meyakinkan dengan penuh percaya diri bahwa PPP merupakan pilihan yang terbaik untuk mewujudkan itu semua. Lebih penting daripada itu, bagaimana PPP dapat mengesampingan kepentingan individu di internal partainya untuk menyadari bahwa jargon sebagai rumah besar umat Islam bukanlah sesuatu kata semata, tetapi mengandung amanat yang secara filosofis memiliki muatan kebahagiaan, kebaikan, dan keadilan sebagai umat Islam yang bermuamalah menjadi manusia yang faktual, masyarakat yang faktual, bersandarkan status khalifahnya dimuka bumi ini.

*Wakil Ketua II dan Dosen Tetap pada Program Studi Ilmu Pemerintahan STISIP Nurdin Hamzah Jambi, Anggota Pelanta.
Sumber: http://www.jambiupdate.com/artikel-ppp-dan-gusdurian_1.html

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Space 2

Space 2