Kamis 10 oktober 2013 lalu, Mahkamah Konstitusi memutuskan sengketa pemilukada Kerinci. Dalam amar keputusan, diperintahkan kepada KPUD Kerinci melaksanakan Pemilukada Ulang di kecamatansitinjau laut dan kecamatan si ulak mukai, dan pemilukada ulang tersebut akan dilaksanakan tanggal 28 oktober hari kamis nanti, yang akan diikuti oleh pasangan Murasman dan Zubir yang berhadapan dengan pasangan Adirozal dan Zainal.
Menjelang pelaksanaan pemilukada ulang, ada tiga isu yang berkembang, pertama; isu perang tarif, kedua; isu ketidak netraan penyelenggara pemilu, dan ketiga ; isu barikade, pagar betis dan intimidasi. Dan terakhir yang menjadi polemik adalah terungkapnya keterlibatan dua anggota panwaslu kecamatan yang terlibat sebagai pengurus PDIP dan satu orang lainnya pernah menjadi caleg pada pemilu tahun 2009 lalu. Ketiga masalah ini bila tidak segera di selesaikan, maka pelaksaanaan pemilukada akan menuai banyak masalah dan di anggap cacat demokrasi.
Maka pertanyaannya adalah, apakah pemilukada ulang mencerminkan terwujudnya makna kedaulatan rakyat? Apakah pemilukada ulang bisa berlangsung secara jujur dan adil ? apakah pemilukada ulang bisa melahirkan pemimpin bersih, memiliki integritas , kredibel dan memiliki komitmen untuk membangun kabupaten Kerinci?
Pemilukada dan Mandat Rakyat
Pada esensinya, pemilukada merupakan forum bagi rakyat untuk memberi mandat politiknya. Dalam perspektif Manin, Przeworski dan Stokes ( 1999), ada tiga variabel untuk mengukur pemerintah refresentative, yakni variable refresentatif mandate, responsivitas dan akuntabilitas. pertama dalam perspektif mandat, pemilukada dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyeleksi kebijakan politik yang baik yang sesuai dengan keinginan masyarakat.
Kedua, dalam perspektif responsivitas, kepala daerah yang dipilih seacara langsung akan dapat dilihat, sejauhmana para kandidat memiliki tanggapan sekaligus rasa sensitif terhadap aspirasi masyarakat, serta apa upaya untuk mengatasi problem yang di alami rakyat. Ketiga; dalam perspektif akuntabilitas, Pemilukada merupakan sarana bagi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan kebijakan pada masa lalu.
Pandangan Przeworski dan Stokes di atas, bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat Kerinci dalam menyikapi pemilukada nanti, yakni, pertama; mengevaluasi dan menyeleksi kebijakan yang di tawarkan calon Bupati Kerinci yang sesuai dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat, kedua; untuk melihat sejauhmana rasa sensitif calon Bupati Kerinci terhadap persoalan yang di hadapi masyarakat, dan ketiga;untuk melihat aspek acountabilitas calon Bupati Kerinci, terutama dari kandidat incumben dalam mempertanggungjawabkan kebijakannya pada masa lalu.
Dalam momentum pemilukada ulang inilah, kesempatan bagi rakyat Kerinci untuk memberi mandat kepada satu pasangan yang mampu memperjuangkan aspirasi, yang memiliki rasa sensitif terhadap masalah yang di alami masyarakat, dan memiliki karakter yang bertanggung jawab atas kebijakan yang telah di putuskan.
Pemilukada yang Jujur dan Adil
Keputusan MK yang memerintahkan pelaksanaan pemilukada ulang di Kerinci, disebabkan ketidak netralan KPU beserta PPK, KPPS dan PPS sebagai penyelenggara pemilukada. Untuk mewujudkan pemilu yang jujur dan adil akan di tentukan oleh keberadaan penyelenggara pemilu seperti KPU dan Panwaslu yang netral, independen dan tidak memihak, termasuk juga kenetralan PNS, TNI dan Polri. Terungkapnya keterlibatan dua anggota Panwaslu dalam kepengurusan partai politik, dan isu berpihaknya panitia pemungutan suara mengindikasikan ada upaya melakukan kecurangan dalam Pemilukada nanti. Oleh karena itu, keterlibatan semua stakeholders pemilu, seperti LSM, Media Massa,Ormas dalam pengawasan pemilukada penting dilakukan, agar pemilukada berlangsung dengan jujur dan adil.
Demokrasi atau Moneykrasi
Salah satu dampak pelaksanaan pemilukada langsung adalah politik berbiaya tinggi, dan hal ini tentunya akan membebankan para kandidat, mulai dari biaya sosialisasi untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas, biaya mendapatkan partai politik, biaya kampanye, dan terakhir mmoney politik untuk mendapat suara pemilih yang pragmatis.
Isu isu yang menyebar menjelang pemilukada ulang di kabupaten Kerinci menarik untuk di telaah. Pertarungan antara Murasman dengan adi rozal tidak lagi berada dalam ranah menjual visi dan gagasan, namun telah tersandera dalam kepungan isu tarif dan money politik, pagar betis dan intimidasi, serta dugaan kecurangan penyelenggara pemilu.
Perang tarif ini merupakan akibat perilaku pemilih yang pragmatis, yang memberlakukan hukum ekonomi, semakin tinggi permintaan, semakin naiklah harga barang. Perebutan suara di kecamatan si ulak mukai dan sitinjau laut akan di tentukan oleh kandidat yang mampu memberikan harga tertinggi dalam melakukan transaksi politik dengan pemilih.
Namun tidak mudah memberikan uang kepada pemilih, karena masing masing tim sukses melakukan pagar betis dan barikade yang mengepung desa desa di dua kecamatan yang menjadi basis politik masing masing kandidat. Apalagi menjelang pemungutan suara, berbagai cara akan dilakukan, termasuk intimidasi politik terhadap pendukung kandidat lawan.
Dari semua dinamika politik di arena pemilukada ulang di kecamatan sitinjau laut dan kecamatan si ulak mukai, akan di tentukan oleh kehadiran penyelenggara pemilu, mulai dari KPU, PPK, KPPS dan PPS, serta Panwas Pemilukada mulai dari kabupaten sampai Panwas Kecamatan, apakah bekerja sesuai dengan amanah UU, atau ikut tercebur dalam kubangan politik, yang akan menodai cacat demokrasi pemilukada itu sendiri. Hanya satu pertanyaan tersisa yang bisa dirumuskan dalam pemilukada ulang d kabupaten Kerinci,yakni apakah pemilukada ini merupakan wujud pelaksanaan demokrasi, atau justru tercebur kedalam politik moneykrasi, dan dari sinilah akan ditentukan masa depan kabupaten Kerinci.
*Dosen IAIN STS Jambi dan wakil coordinator KOPERTAIS Wilayah XIII Jambi.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar