Bahren Nurdin, S. S., M. A. |
Oleh: Bahren Nurdin, S. S., M. A.*
Diawal masa jabatannya, pada tahun 1998 Perdana Menteri China, Zhu Rongji menyatakan, "Berikansaya 100 peti mati, 99 akan saya kirim untuk para koruptor. Satu buat sayasendiri jika saya pun melakukan hal itu." Ungkapan ini kemudian sangatmelegenda di seluruh dunia. Melegenda karena ia bukan hanya satatemen kosong namunbetul-betul dilakukan. Tidak tanggung-tanggung, Zhu di awal tugasnya itumengirim peti mati kepada koleganya sendiri. Hu Chang-ging, Wakil GubernurProvinsi Jiangxi. Sahabat karibnya pun ditembus peluru algojo. Ia ditembak matisetelah terbukti menerima suap berupa mobil dan permata senilai Rp 5 miliar.
Inilah sebuah contoh ketegasan dalam penegakanhukum yang patut ditiru. Ketegasan yang tidak pandang bulu. Hukum adalahhukum. Hasilnya, kita melihat bagaimanakemajuan di China saat ini. Bagaimana jika contoh ini kita pasangkan padakonteks Kota Jambi hari ini? Tepat sekali karena masyarakat Jambi saat ini barumemiliki wali kota dan wakil wali kota yang baru, Sy Fasha dan Abdullah Sani.Ada segudang janji politik yang telah mereka ucapkan. Berbagai persoalan punmenunggu untuk diselesaikan. Salah satu persoalan yang sangat krusial saat iniadalah penertiban baliho-baliho liar terutama baliho para calon legislatif danbaliho partai.
Aturan pemasangan baliho sudah sangat jelasdiatur di dalam Peraturan Daerah nomor 47 tahun 2002, Perwal nomor 40 tahun2009, dan Perwal nomor 22 tahun 2011. Namun faktanya saat ini aturan inidikangkangi mentah-mentah oleh para caleg yang seharusnya adalah orang-orangtaat hukum yang akan mengajukan diri untuk dipilih oleh masyarkat mengelolaNegara ini. Maka saatnya mempertanyakan ‘nyali’ wali kota baru untukmenertibkan pelanggaran ini. Beranikah?
Memang bagi Fasha penertiban ini butuh nyalibesar karana jika dilihat orang-orang yang memasang baliho-baliho tersebuttidak lain dan tidak bukan adalah baliho kolega dan sahabat-sahabatnya sendiri,baliho partai pendukung yang berjasa mendudukkan dirinya menjadi wali kota,baliho partai lawan politik, baliho para penguasa, dan sebagainya. AkankahFasha berani seberani Zhu Rongji untuk mempetimatikan sahabatnya sendiri? Inilahuji nyali itu yang sekali gus melihat keberpihakan Fasha; kepada rakyat ataukelompoknya sendiri. Baliho-baliho itu tentu sangat merugikan rakyat banyak.
Tidak Bayar Pajak
Sudah dapat dipastikan sebagian besar daribaliho-baliho itu (dari yang berukuran super jumbo hingga yang mini) tidakmembayar pajak. Padahal jika yang dipasang itu adalah iklan bisnis maka akanmenambah pundi-pundi APBD Kota Jambi melalui pembayaran pajak. Untuk siapapajak itu? Tentu akan dikembalikan untuk kepentingan rakyat banyak. Maka jelassekali dengan banyaknya baliho-baliho yang tidak bayar pajak, secara langsungtelah merugikan pendapatan Kota Jambi, merugikan rakyat Jambi.
Dampak pemasangan baliho-baliho politik memangsangat berpengaruh terhadap pendapatan daerah. Buktinya, jika kita lihat beritaakhir-akhir ini bahwa ternyata banyaknya iklan calon walikota menjadikanpendapatan pajak reklame Kota Jambi jadi menurun. Padahal rata-rata pendapatanpajak dari reklame setiap tahunnya bisa mencapai Rp 5 miliar. Diakui Asiah,Sekretaris Dinas Pendapatan Kota Jambi, pendapatan pajak reklame tahun 2012yang lalu realisasinya mencapai Rp 5,3 miliar. Pendapatan tersebut lebih besardari angka yang ditargetkan yakni sebesar Rp 4 miliar.(metrojambi.com). Makajika ingin hal ini tidak terus terjadi, tidak ada kata lain dan cara lain yangdapat ditempuh Fasha kecuali; Tertiban! Itupun, sekali lagi, jika memang Fashapunya nyali untuk berpihak kepada rakyat.
Mengganggu Keindahan dan Kenyamanan Kota
Saat ini Kota Jambi nyaris menjadi studio fotojalanan. Lihat saja di sepanjang jalan yang dilewati penuh dengan gambar paracaleg dan kampanye partai dengan berbagai warna. Keindahan kota sudah barangtentu sangat terganggu. Tidak tanggung-tanggung dari yang ukuran super besarhingga yang menempel di pohon. Yang muncul kemudian adalah kota ini terkesansangat semeraut dan kumuh. Tata kota dan tata kelola ruang diabaikan begitusaja. Bahkan yang lebih menyedihkan lagi, tempat-tempat umum dan rumah ibadahpun tidak luput dari penempelan wajah para caleg.
Para caleg seolah lupa bahwa dibalik hak merekauntuk mensosialisasikan diri ke tengah masyarakat, mereka sedang melanggar hakorang banyak. Masyarakat berhak untuk mendapatkan kenyamanan dan ketentramanberada di kota ini terutama menikmati keindahan dan kenyamanan kota.
Pencitraan dan Kebohongan Publik
Siapa saja sudah tahu bahwa satu-satunya tujuanpemasangan baliho adalah untuk pencitraan. Di balik pencitraan ini banyak orangyang tidak menyadari bahwa sesungguhnya ada kebohongan. Lihat saja, beberapacaleg tiba-tiba ‘nampak’ alim dengan mengenakan sorban dan kopiah. Tiba-tibanampak meraknyat dengan memegang cangkul di tengah para petani. Tiba-tibapeduli anak yatim dengan berfoto di panti asuhan. Dan yang lebih menyedihkanlagi tiba-tiba gagah dengan memasang foto yang sudah diedit menggunakan komputer.Bukankah hal ini merupakan kebohongan publik?
Itulah pencitraan. Mereka hanya mampumenampilkan citra untuk dianggap alim, baik, peduli, dan sebagainya walaupunsesungguhnya dalam keseharian mereka bertolak belakang. Jika demikian, ternyatapara caleg yang gemar pamer foto, disadari atau tidak, mereka sedang berbohongkepada diri sendiri dan kepada rakyat. Jika dirinya sendiri ia bohongi(memasang foto lebih gagah/cantik dari aslinya), apa lagi orang lain. Jika dibaliho sudah dipasang foto manipulasi, siap-siap saja uang Negara ini akandimanipulasi pula.
Akhirnya, penertiban baliho-baliho liar paracaleg dan partai politik adalah tidak mudah karena di sana ada banyakkepentingan dan kekuasaan. Dibutuhkan nyali besar untuk melakukannya. Namundemikian, Fasha tidak sendiri. Ada rakyat yang siap membela jika Fasha jugamembela kepentingan rakyat. Buktikan!
*Dosen IAIN STS Jambi dan Sekjen Pelanta
Sumber: http://issuu.com/harianjambi/docs/09-11-2013_sore
Tidak ada komentar :
Posting Komentar