Suwardi, S. E. Sy. |
Oleh: Suwardi, S. E. Sy.*
Perhelatan kontes kecantikan dan ratu sejagad Miss World ke-63 tahun 2013 akan menjadikan Indonesia sorotan dunia. Sebab, untuk pertama kalinya, Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia akan mencatatkan dirinya sebagai negara penyelenggara kontes kecantikan Miss World yang salah satunya mengambil tempat di Bogor, sebuah kota yang bersemboyankan “Tegar Beriman” dengan jumlah penduduk muslim sebanyak 89,7%.
Sebanyak lebih dari 130 kontestan dari berbagai negara di dunia akan menghadiri acara ini. Ajang kontes kecantikan dunia ini rencananya akan diselenggarakan di beberapa kota. Untuk karantina peserta dilaksanakan di Nusa Dua, Bali. Sedangkan puncak acara, yaitu malam penobatan, digelar di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor, Jabar, 28 September 2013. Untuk Indonesia sendiri, diwakili oleh pemenang Miss Indonesia 2013, Vania Larissa.
Kontes kecantikan yang akan segera dilaksanakan di Indonesia ini telah memaksa para aktivis HAM, Ulama yang tergabung dalam MUI dan Cendikiawan Muslim bahkan Menteri Agama RI Surya Dharma Ali mengeluarkan pernyataan yang sama yakni, menolak dalam bentuk apapun penyelengaraan Miss World karena selain bertentangan dengan budaya Indonesia, eksploitasi terhadap kaum wanita pun sudah pasti diharamkan oleh Islam sebagai Agama mayoritas negeri ini. Jika, penolakan ini datang dari berbagai kalangan, sebenarnya apa Miss World tersebut ?
Mengenal Sejarah Miss World
Miss World adalah salah satu kontes kecantikan internasional tertua yang sampai sekarang masih digelar. Kali pertama Miss World di gelar di Inggris oleh Eric Morley pada tahun 1951 dan sejak kematiannya pada tahun 2000, istri Morley, Julia Morley, melanjutkan kontes tersebut. Selain itu kontes ini juga merupakan saingan dari kontes Miss Universe dan Miss Earth, dimana kontes-kontes tersebut juga merupakan kontes kecantikan paling dipublikasikan di dunia.
Pada mulanya Miss World diselenggarakan sebagai Festival Bikini Contest atau Festival Kontes Bikini. Acara ini digelar untuk mengenalkan pertama kali pakaian renang pada waktu itu, dan media menyebutnya “Miss World”. Pada mulanya acara ini hanya akan digelar sekali saja, tetapi setelah mempelajari adanya kontes Miss Universe, Morley memutuskan untuk membuat kontes acara tahunan.
Pada tahun 1959, BBC mulai menyiarkan acara kompetisi ini. Dan popularitas kontes ini tumbuh pesat sejalan dengan munculnya televisi. Selama tahun 1960-an dan 1970-an, Miss World akan menjadi salah satu program yang paling banyak ditonton tahun di televisi Inggris. Namun pada tahun 1970 kontes Miss World di London, Inggris sempat terganggu oleh adanya demostrasi dari kaum feminis yang melempari tepung, kotoran dan air saat perhelatan acara tersebut.
Dan Pada tahun 1980-an, kontes tersebut mengubah posisinya dengan slogan Beauty With Purpose, dengan tes tambahan kecerdasan dan kepribadian. Tapi lama kelamaan acara ini dianggap kuno dan secara politis tidak menggambarkan sosok perempuan khas Inggris. Dan atas pengaruh global sejak tahun 1998 acara ini berhenti ditayangkan di Channel 5 Inggris. Meskipun acara ini sudah mengglobal, tetapi justru di Inggris kontes ini menjadi tidak terlalu menarik.
Meskipun demikian, sejak kelahirannya sampai sekarang dan bahkan di kota kelahirannya sendiri, kontes ini terus menuai penolakan. Dalam rangka menyambut kontes Miss World ke-60 di London tahun 2011, sekelompok feminis menggalang demonstrasi menentang acara tersebut. Sebuah pernyataan di situs "London Feminist Network" menyatakan, "Tidak ada tempat untuk kompetisi ini!" (The competition has no place in London in 2011).
Dalam paparan tersebut di atas sangat jelas, jika kontes ratu kecantikan sejagad tidak diterima di negara yang mengusung kebebasan atas dasar Hak Asasi (baca : Inggris), apatah lagi Indonesia dengan konsep pemahaman menganut budaya Timur dan masyarakat yang bergama.
Budaya dan Inflasi Kebebasan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville Jean Herskovits (1895 – 1963) dan BronisÅ‚aw Kasper Malinowski (1884-1942) mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Jika pemahaman konsep budaya dan kebudayaan yang kita akui sebagaimana tersebut di atas, maka sudah layak jika kontes ratu kecantikan sejagad Miss World untuk kita tolak dengan dasar dan dalih apapun sangat sulit untuk diterima oleh masyarakat Indonesia yang berbudaya dan bergama dengan kultur masyarakat Timur yang berkepribadian, berakhlak dan memiliki sopan santun, tidak menonjolkan aurat dengan memamerkan pakaian dalam untuk memperoleh gelar ratu kecantikan sejagad.
Lebih jauh, Clifford Geertz dalam bukunya The Interpretation of Cultures, menjelaskan, bahwa manusia merupakan makhluk yang bergantung pada jaringan-jaringan makna yang ditenunnya sendiri, kebudayaan adalah jaringan-jaringan makna tersebut (Clifford Geertz, 1975:5). Substansi kebudayaan itu berupa norma dan nilai yang terbentuk ke dalam suatu sistem, yaitu berupa sistem nilai dan norma (pengetahuan) yang terorganisasi sebagai pegangan bagi masyarakatnya untuk berperilaku waja (Paul B. Horton dan Hunt Chester L, 1991:59; Amri Marzali, 1997:xix). Sebagai manusia yang berkebudayaan pastilah budaya yang diwarisi saat ini merupakan suatu bentuk yang lahir melalui proses panjang jauh sejak masa lampau.
Oleh karena ajang kontes Miss World bukanlah warisan budaya bangsa Indonesia dan tidak pula memiliki nilai dan norma yang sesuai dengan nilai dan norma yang dipahamai oleh bangsa Indonesia yang beragama dan berbudaya ketimuran, sekali lagi ajang tersebut harus segera diboikot oleh semua unsur masyarkat Indonesia. Terutama pemerintah Indonesia dan kabupaten/kota penyelenggara jika tidak ingin terjadi konflik vertikal dan horizontal yang datang dari kelompok masyarakat yang keras menentang jalannnya acara tersebut.
Negara dalam UUD ’45 memang telah menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul, berkreasi menuai prestasi dan meningkatkan potensi diri. Akan tetapi bukan kebebasan tanpa kendali dan nihil etika serta moral yang tidak bernilai sehingga terjadi inflasi kebebasan yang tidak terkendali. Sekali lagi atas dasar tersebut di atas penulis mengajak kepada masyarakat Indonesia untuk bersama-sama menolak ajang pencarian ratu sejagad atas dasar Agama, moral dan Budaya Bangsa Indonesia. Kepada SBY, saatnya untuk berbulan madu dengan umat Islam diakhir masa jabatan Presiden dengan melarang kontes ratu sejagad tersebut, jika tidak ingin melukai ulama dan umat Islam Indonesia. Wassalam...
*Wakil Direktur dan Peneliti Ekonomi – Politik FiSTaC. Anggota PELANTA (20130729)
Sumber: http://jambiupdate.com/artikel-miss-world-dan-inflasi-kebebasan.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar