Oleh: Ahmad Subhan, S.I. P, M.Si.*
Belum lama berselang, untuk ke sekian kali kita disuguhkan fenomena kekalahan calon incumbent (petahana) dalam ajang Pemilukada. Kekalahan calon incumbent pada Pemilukada Kota Jambi yang baru saja diselenggarakan, telah menyusul kekalahan incumbent pada Pemilukada Merangin, Batanghari, dan Tanjabbarat.
Memang tidak semua calon incumbent terpaksa harus lengser keprabon. Tercatat Bupati Muaro Jambi berhasil melenggang untuk kedua kalinya. Bila kita kaitkan dengan calon incumbent dari wakil kepala daerah maka Wakil Bupati Tebo, Bungo, dan Sarolangun termasuk yang berhasil naik level menjadi Bupati.
Kegagalan incumbent pada kompetisi Pemilukada edisi kedua tentunya dapat ditelisik dari berbagai cara pandang. Dari kacamata penulis, ada beberapa catatan refleksi dari perspektif hubungan politik dan birokrasi, terutama dari aspek kepemerintahan.
Evaluasi Informal
Penelitian Yovinus (2013) telah memperkuat hipotesis yang mengatakan bahwa masyarakat pemilih pada saat ini sudah mulai rasional dalam menentukan pilihan politiknya. Dalam rasionalitas pemilih ada mekanisme evaluasi terhadap calon terutama calon incumbent yang lebih mudah dievaluasi.
Paling tidak ada beberapa ranah evaluasi informal yang dilakukan oleh pemilih terhadap calon incumbent yaitu: Pertama, evaluasi program; dimana pemilih akan melihat hasil fisik ataupun dampak (effect) dari hasil pembangunan di masa pemerintahan sang calon incumbent. Kedua, evaluasi sosial; yakni seberapa jauh opini publik terutama pemuka masyarakat di lingkungan pemilih dalam menilai sang calon incumbent. Apakah dinilai berhasil atau sebaliknya, dalam istilah Jambi “setidak handar”. Ketiga, evaluasi media; dimana pemilih telah mengikuti berita dan informasi tentang kiprah si calon incumbent melalui berbagai media massa, baik media elektronik, media cetak, maupun media internet (cyber).
Keseluruhan mekanisme evaluasi informal tersebut semuanya bermuara kepada bagaimana aktivitas kegiatan pemerintahan diselenggarakan. Sementara kita ketahui bersama bahwa poin kunci pelaksanaan aktivitas pemerintahan ialah bagaimana kinerja birokrasi atau aparat pemerintah daerah.
Kinerja Birokrasi
Kinerja birokrasi dari kacamata awam dan sederhana merupakan keterhubungan antara kemampuan kepala daerah dan kapabilitas aparat birokrasi daerah. Idealnya kinerja birokrasi akan positif jika terjadi hubungan resiprokal diantara keduanya. Bahasa sederhananya antara kepala daerah dan aparat pemda harus saling “nyambung”, satu arah dan satu persepsi. Kepala daerah harus didukung penuh oleh mesin birokrasi daerah dalam konteks penyelenggaraan fungsi pemerintahan. Dengan begitu maka aparat birokrasi mampu mengimplementasikan program pembangunan dan pemberdayaan yang telah menjadi visi dan misi kepala daerah secara baik dan benar. Hal inilah yang menjadi salah satu kontributor penting bagi keberhasilan calon incumbent nantinya.
Demi maksud tersebut, ada beberapa wilayah penguatan birokrasi yang perlu dikawal oleh kepala daerah yakni : pertama, ranah administratif yaitu bagaimana aparat pemda menjalankan tugas sesuai prosedur, taat azas dan taat hukum. Kedua, ranah efektif yaitu bagaimana menjalankan program dan proyek tepat sasaran dan tepat guna. Ketiga, ranah komunikatif yakni menyangkut bagaimana pemda membangun komunikasi yang sehat demi meminimalisir miskomunikasi antara pemda dan masyarakat.
Bukan itu saja, kepala daerah seyogyanya mengantisipasi dan menghindari beberapa variabel pengganggu (intervening variable) kinerja pemda yaitu variabel politisasi birokrasi atau maraknya birokrat yang berjiwa politisi; dan variabel birokrasi terbelah (divided bureaucracy) sebagai akibat konflik politik antara kepala daerah dan wakilnya. Harmonisasi pasangan kepala daerah dan wakilnya juga menjadi faktor penting keberhasilan kinerja birokrasi dalam bekerja mewujudkan visi dan misi incumbent.
Manfaat Birokrasi bagi Incumbent
Perbaikan kinerja birokrasi harus dilakukan sejak awal, bukan pada saat menjelang Pemilukada saja. Jangan berbuat setelah nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Penggunaan birokrasi/aparat pemda oleh kepala daerah bukan saja pada saat mobilisasi dukungan mendekati/menjelang Pemilukada, namun kinerja birokrasi yang baik sejak incumbent mulai menjabat sudah bisa menjadi investasi politik yang berharga. Keberhasilan sebagai buah dari kinerja birokrasi tersebut juga harus pandai dikomunikasikan secara obyektif dan jujur bukan fiktif dan mengada-ada.
Disinilah ada titik temu antara kepentingan incumbent dan masyarakat. Hampir dapat dipastikan, apabila program pembangunan berjalan tepat sasaran, tepat guna, sesuai prosedur dan berdampak nyata dan positif bagi kehidupan masyarakat maka peluang untuk terpilih kembali akan terbuka lebar. Hal ini tentu saja pola pikir yang sederhana, namun kadang terlupa oleh sang kepala daerah.
*Peneliti bidang Politik dan Pemerintahan Balitbang Prov. Jambi, staf pengajar STISIP NH dan anggota PELANTA
Sumber: http://jambiupdate.com/artikel-langkah-incumbent-dan-kinerja-birokrasi.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar