Bahren Nurdin, S. S., M. A. |
Oleh: Bahren Nurdin, S. S., M. A.*
Bursa Calon Gubernur Jambi mulai memanas sebagaimana dilansari Jambi Ekspres beberapa waktu lalu. Itu pertanda bahwa waktu dua tahun tidak lama lagi. ‘Panasnya’ sudah mulai terasa, baik langsung maupun tidak langsung. Langsung bagi namanya yang masuk pada bursa tersebut, tidak langsung bagi masyarakat Jambi yang sedang ‘menonton’. Beberapa nama yang muncul ke permukaan tersebut ternyata wajah-wajah yang tidak asing bagi masyarakat Jambi. Sebahagian besar dari mereka adalah para pejabat dan politisi yang saat ini sedang mengemban amanat rakyat. Sebut saja nama Hasan Basri Agus (HBA), Fahrori Umar, Zumi Zola, Usman Ermulan, Sukandar, Cek Endra, Zulfikar Ahmad, SY Fasha, dan tentu masih banyak lagi yang diam-diam namanya ingin ditampilkan.
Secara sederhana tulisan ini ingin mengingatkan HBA sebagai salah satu nama dalam bursa tersebut akan peluang dan kesempatan yang dimiliki untuk maju yang ke dua kalinya. Tentu peluang dan kesempatan adalah sama bagi siapa pun yang maju pada perhelatan pemilihan BH 1 mendatang, baik incumbent maupun pendatang baru. Namun, tidak ada salahnya saya mengingatkan HBA yang notabenenya adalah sebagai incumbent untuk belajar dari kekelahan beberapa incumbent dalam beberapa Pemilukada di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Kota Jambi yang masih hangat. Kekalahan Bambang Priyanto sebagai incumbent pada Pilwako beberapa waktu lalu harusnya menjadi pelajaran berharga sekali gus sebagai warning bagi HBA.
Mengapa Bambang kalah, bahkan terhempas sebagai urutan paling buncit dari perolehan suara yang didapat? Kurang prestasikah? Saya rasa tidak, karena beberapa torehan karya selama menjabat juga banyak dilakukan. Lihat saja beberapa prestasi seperti, perolehan Tropi Adipura (terlepas bagaimana cara mendapatkannya), dinobatkan sebagai Walikota Terbaik se Indonesia, Peningkatan APBD Kota Jambi 2013, dan lain sebagainya. Artinya di tingkat elite Bambang memiliki bukti kerja yang jelas. Namun mengapa kemudian beliau harus menelan pil pahit saat pemilihan suara? Inilah pelajaran yang sebenarnya yang dapat dipetik oleh HBA untuk melanjutkan tahtanya.
Dengan tegas dan lugas dapat dikatakan bahwa prestasi di tingkat elit (apa lagi hanya angka-angka pada Laporan Pertanggungjawaban tahunan di hadapan DPRD) tidak akan berdampak positif terhadap pemenangan pemilu mendatang. Lebih lagi, jika hanya berkutat pada balas budi dengan pengangkatan para kepala dinas (SKPD) alias gonta ganti cabinet, maka dapat diyakini HBA akan menelan pil yang sama dengan Bambang. Rakyat Jambi tidak butuh angka-angka di atas kertas, tapi yang mereka inginkan adalah kondisi di lapangan. Janji politik Jambi EMAS 2015 harus terealisasi di tingkat grass root (akar rumput) bukan pada tataran elit sebagai pertanggungjawaban politis. Harus benar-benar dirasakan. Ekonomi Maju harusnya ditandai dengan diatasinya masalah pengangguran dan kemiskinan. Aman dan Sejahtera, harus ditunjukkan dengan tingkat kesejahteraan rakyat yang semestinya tidak tercekik oleh biaya sekolah dan berobat yang mahal. Slogan ini harus membumi dan menyentuh.
HBA harus ingat bahwa beberapa tinta merah telah pernah menghiasi rapor kepemimpinannya. Batu bara misalnya. Ketidakmampuan HBA ‘menghadang’ truk batu bara yang mengganggu kepentingan masyarakat banyak, sudah dapat diyakini akan menjadi batu ‘dendam’ membara bagi rakyat untuk tidak memilih HBA lagi pada pemilu mendatang. Pernah dilakukan pembelaan oleh tim HBA bahwa urusan batu baru bukan urusan gubernur, tapi urusan kabupaten dan pusat. Justru ini menunjukkan bahwa sesungguhnya HBA tidak mempunyai power untuk bertindak tegas terhadap bupati. HBA tidak sadar ‘kebandelan’ para bupati dan pengusaha itu adalah usaha untuk mencoreng sekali gus menghadang langkahnya ke depan.
Begitu juga kasus Pulau Berhala. Kasus lepasnya kepemilikan pulau ini ke Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu catatan terburuk saat kepemimpinan HBA. HBA bertanggungjawab terhadap anak cucu rakyat Jambi. Cerita sedih, makam pahlawan Jambi Datuk Paduko Perhalo ‘dijajah’ provinsi tetangga. Gejolak amarah masyarakat Jambi memang tidak sampai angkat senjata berperang. Tepi mereka selalu saja punya cara yaitu pada saat pemilu. Khawatirnya, kemarahan rakyat itu dilepaskan disaat mencontreng di dalam bilik suara. HBA diabaikan karena tidak menjaga amanat rakyat mempertahankan tanah puseko yang ada. Banyak lagi torehan-torehan minim yang harus diperhatikan.
Maka dari itu, ‘belajarlah pada yang sudah, ambillah tuah pada yang menang’. Jika tidak ingin kalah pada tahun 2015 mendatang, kembalilah kepada rakyat. Prestasi yang sesungguhnya adalah prestasi bersama rakyat bukan bersama elit. Prestasi mengedepankan kepentingan rakyat. HBA masih memiliki waktu kurang dari dua tahun untuk membuktikan bahwa HBA (masih) jelmaan rakyat. Maka kepentingan-kepentingan rakyat seperti stop batu bara di jalan raya adalah harga mati. Obati hati rakyat sebelum terlambat!
*Dosen IAIN STS Jambi dan Sekjen Pelanta (NIA:201307003)
Sumber: http://jambiupdate.com/artikel-cagub-belajar-dari-kekalahan-bambang.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar