Usman El-Quraisy |
Oleh: Saidina Usman El-Quraisy*
Sabtu (8/6) beduk tanda dibukanya Pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat Provinsi Jambi ke 43 tahun 2013 di Kabupaten Muaro Jambi ditabuh. Kegiatan MTQ ini salah satu agenda nasional, yang dimulai sekitar tahun 1940-an sejak berdirinya Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz oleh Nahdlatul Ulama. Sejak tahun 1968, saat menteri agama dijabat KH Muhammad Dahlan (salah seorang ketua PBNU), MTQ dilembagakan secara nasional.
MTQ pertama diselenggarakan di Makassar pada bulan Ramadan tahun 1968. Kala itu hanya melombakan tilawah dewasa saja dan melahirkan Qari Ahmad Syahid dari Jawa Barat dan Muhammad dong dari Sulawesi Selatan. MTQ kedua diselenggarakan di Banjarmasin tahun 1969. Tahun 1970 MTQ ketiga diselenggarakan di Jakarta dengan acara yang sangat meriah.
Salah satu tujuan dari pelaksanaan MTQ ini yang sering kita dengar adalah untuk menumbuhkan minat dan kecintaan masyarakat terhadap kitab suci al-Qur’an. Tidak hanya itu masyarakat juga diharapkan melalui ajang MTQ ini, untuk berupaya mengamalkan isi al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Namun berhasilkah tujuan MTQ yang dilakukan puluhan tahun ini ?
Dinas Pendidikan provinsi Jambi dan Kantor wilayah Kementerian Agama berbeda pendapat dalam hal jumlah buta aksara al-Quran. Disdik merilis jumlah 34.968 orang sedangkan Kemenag hanya 18.024 . Rincian jumlah siswa buta aksara Alquran di kabupaten kota yang mencapai ribuan itu adalah Untuk siswa SD, dari kelas 1 hingga 3 yang buta aksara Alquran sekitar 18.669, kelas 4 hingga 6 15.806 siswa. Sedangkan tingkat SMP ada 2.594 siswa, SMA 743 siswa, dan SMK 157 siswa. Total jumlah siswa buta aksara Alquran se-Provinsi Jambi sementara ini 37.969 siswa.
Pemerintah provinsi Jambi tahun 2012 menganggarkan dana Rp. 3.5 miliar untuk program pemberantasan buta aksara al-Quran ini (Jambi Ekspres 16/11/2012). Namun setelah 1 tahun, Gubernur Jambi, Hasan Basri AGus (HBA) melakukan uji petik di Kabupaten Muaro Jambi dan Kota Jambi. Hasilnya, masih banyak ditemukan siswa tingkat sekolah dasar yang belum bisa membaca Al-Quran(Jambi Ekspres 22/03/2013).
Menurut hemat penulis, adanya program pemberantasan buta aksara yang digulirkan pemerintah provinsi Jambi merupakan kebijakan yang pantas diajungi jempol. Gubernur dan para bupati /walikota beserta pimpinan lembaga terkait tidak akan dimintai pertanggungjawaban nanti di hadapan Allah, tentang seberapa banyak generasi muda Jambi memperoleh piala atau tropy dalam MTQ. Tapi yang jelas para pemimpin akan mendapatkan pahala bila dimasa pemerintahannya mampu membuat generasi Jambi bebas buta aksara al-Quran. Ada beberapa alternativ kebijakan yang yang menurut penulis bisa dilakukan dalam upaya memberantas buta aksara al-Qur’an ini:
Pertama: dengan memberdayakan para guru-guru ngaji untuk mengisi waktu antara maghrib dan Isya’, tapi dengan kebijakan yang serius serta memiliki standard dan modul atau manajemen yang jelas pula. Tapi, harus diakui, guru ngaji di surau-surau dan masjid masih minim. Masyarakat kita lebih peduli dengan les bahasa inggris daripada urusan ngaji al-Quran yang jelas merupakan Fardhu ‘Ain bagi setiap Muslim, seakan para guru ngaji “dipaksa” untuk Lillahi Ta’ala saja. Disinilah peran strategis pemerintah daerah, dengan memberikan honor yang pantas dan jelas bagi para guru ngaji.
Kedua: dengan mendatangkan sarjana-sarjana yang dikontrak oleh daerah dalam masa tertentu, dimana tugas mereka adalah mengajar baca tulis al-Qur’an. Pola seperti ini mungkin mirip dengan program Sarjana Penggerak Pembangunan Perdesaan (SP3) kemenpora, tapi tidak salahnya pemda mencoba melakukan hal yang sama untuk bidang pemberantasan buta aksara al-Quran ini.
Semoga dengan semangat MTQ, perhatian kepada para guru ngaji betul-betul serius dilakukan, bukan hanya dalam janji manis politik semata..
*Budak Merangin-Jambi, saat ini sebagai Mahasiswa Pascasarjana (S2) di CASIS - UTM Kuala Lumpur)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar