Drs. H. Mursyid Sonsang |
Laga antar Timnas Belanda melawan Timnas Indonesia yang akan berlangsung Jumat besok (7/6) menyita perhatian para pecinta bola setanah air. Dendam kesumat kepada eks negeri jajahan tersebut pupus sudah, ditelan keinginan untuk menyaksikan Van Persie, John Heitinga, Arjen Robben, Wesley Sneijder dan bintang lain dari negeri Kompeni tersebut merumput di Gelora Bung Karno.
Antusiasme seperti ini mungkin tak akan muncul kepermukaan sepuluh atau duapuluh tahun lalu, ketika kenangan akan penjajahan negeri Orange tersebut dan isu separatisme yang digemborkan kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) masih pekat. Kedua isu kala itu dianggap penting untuk dipertahankan, guna menjaga semangat Negara Kesatuan RI.
Seiring berjalannya waktu dan pengaruh media yang menyajikan pertandingan liga di Inggris, Spanyol, Italia dan lain-lain, kebencian itu mencair. Pertandingan bola di layar kaca tersebut berlahan menggantikan kenangan buruk menjadi semangat persahabatan, cinta dan fanatisme pada sosok pemain bola atau klub tertentu.
Para pecinta bola yang menyambangi Bandara Internasional Soekarno Hatta pada Rabu (5/6), dan mengaku ingin bertemu muka dengan Robin Van Persie,mudah-mudahan bukan karena pertimbangan RVP seorang Hollanders, tapi karena dia bermain di klub kesayangannya, Manchester United. Begitu juga yang ingin melihat sosok Wesley Sneijder, lebih karena keterkesanan mereka ketika Sneijder bermain di Inter.
Demikian pula ketika dua pemain keturunan Indo-Belanda direkrut menjadi pemain Timnas Indonesia -Maitimo dan Van Dijk - tak ada aksi penolakan, bahkan sepenuh hati berharap, kehadiran mereka di Timnas Indonesia akan mampu mewujudkan impian menjadi Tim bola dengan rangking terhormat dunia. Bahkan keduanya dipuja karena mau mengikuti darah Indonesia yang mengalir di tubuhnya dengan menjadi WNI.
Hanya bola di dunia ini yang bisa mengobati dendam sejarah seperti yang dirasakan jutaan orang Indonesia karena dijajah Belanda selama tiga setengah abad. Meski buku sejarah di Indonesia masih memuat kejahatan kemanusiaan yang dilakukan dua Gubernur Jenderal Belanda yang terkenal amat kejam -Herman Willem Daendels dan Jan Pieterszoon Coen-, namun saya yakin, perasaan generasi muda sekarang terhadap mereka berdua tidak sepedih yang dirasakan generasi Indonesia sebelumnya.
Ada sisi baik dan buruk yang perlu dicermati dan disikapi dengan bijaksana. Bola di satu sisi yang lebih menonjolkan permainan/hiburan, dan sejarah di sisi lain yang mencatat luka dan kepedihan, serta menjadi cermin bangsa ini untuk melaju ke masa depan. Bagi yang terlalu memuja dan memberi perhatian berlebih bagi tim orange, mungkin perlu diingatkan bahwa sikap itu kelihatan agak menunjukkan inferioritas Timnas atau bangsa kita sendiri. Dan bagi yang menganggap RVP dan lain-lain tak terlalu istimewa, bahkan bertanya-tanya mengapa begitu dipuja-puja, itu pemikiran yang cukup kritis dan rasional.
Bola toh hanya sebuah permainan, apa pun bisa terjadi. Sebagai penggemar bola, saya bahkan berharap Timnas Belanda akan bermain buruk sehingga kita, untuk pertama kali, bisa menunjukkan kesetaraan dengan mereka.
*Pemred Infojambi.com dan alumus PPSA Lemhannas tahun 2012 angkatan XVIII
Tidak ada komentar :
Posting Komentar