Musri Nauli, S.H. |
Oleh: Musri Nauli, S.H.*
Apel Malang, Apel Washington
Pelumas, semangka, Bos Besar
Arbain Milyar Cash
Daging busuk, salam putih.
Persidangan “dugaan” korupsi daging impor sapi memasuki babak baru. Terlepas berbagai issu seperti “dugaan” terlibatnya petinggi Partai, tarik menarik barang bukti yang akan disita, kejutan demi kejutan mengagetkan publik. Kata-kata yang digunakan mengernyitkan dahi. Apa “skenario” yang akan dilakukan.
Kata-kata yang digunakan memang bermaksud agar “pembicaraan” berlangsung yang dikuatirkan akan “disadap” tidak mudah diketahui isi pembicaraannya.
Publikpun kaget ketika berbagai kata-kata sandi seperti “Apel Malang, Apel Washington” merupakan kata-kata untuk menggantikan istilah “Apel malang” artinya kiriman uang berupa rupiah, “Apel Washington” artinya uang berupa dollar. Belum lagi istilah lain seperti “joker”, daging busuk, salam putih”.
Berbagai rangkaian skenario yang sedang disusun, penggunakan bahasa sandi membuktikan, para pelaku mereka yang memiliki pengetahuan yang cukup, pendidikan yang diatas rata-rata, penguasaan informasi yang besar. Belum lagi jaringan yang rapi yang membuat, upaya pembongkaran korupsi harus memerlukan waktu yang lama, sabar dan tekun untuk membaca arah dan setting skenario yang sangat canggih.
Penggunaan Sandi tentu saja dipengaruhi latar belakang para pengguna sandi. Istilah-istilah digunakan dengan kata-kata yang hanya para pengguna sandi yang mengetahui. Istilah-istilah bisa saja digunakan bisa mengaburkan percakapan.
Kata-kata “apel Washington” yang digunakan merupakan para pengguna sandi sudah terbiasa berkomunikasi dengan pergaulan internasional. Sedangkan, kata-kata seperti “pustun” biasa dikenal dalam komunikasi di kalangan yang menguasai bahasa Arab.
Belum lagi seperti istilah “paket”, “kiriman”, “barang” untuk menggantikan istilah “uang, tumpukkan uang maupun dana bagi hasil fee korupsi.
Sandi Korupsi
Dalam pergaulan antara para pelaku korupsi, penggunaan istilah memang bertujuan untuk “mengaburkan” isi pembicaraan. Sandi digunakan untuk mengaburkan langkah yang akan dilakukan. Sandi digunakan untuk “memutuskan” langkah memantau langkah para koruptor.
Dalam berbagai skenario korupsi yang telah dilakukan, baik dalam kasus ditangkapnya oknum Jaksa dan Artalyta, kasus Hembalang yang melibatkan petinggi Partai maupun suap daging impor sapi, kita mendapatkan pelajaran dari penggunaan istilah. Istilah-istilah yang digunakan semakin canggih, semakin rumit, semakin kabur. Sehingga dibutuhkan pendalaman untuk melihat penggunaan kata-kata sandi.
Belum lagi kata-kata seperti “Ketua Besar”, “Tuan Besar” yang apabila kita tafsirkan, bisa saja menimbulkan berbagai pertanyaan. Siapa “ketua besar dan tuan besar”. Apakah pemimpin yang harus diberi perhatian atau cuma sekedar menegaskan, rangkaian kegiatan korupsi harus dipantau para pemimpin mereka.
Cara-cara Canggih
Sebagai kejahatan kerah putih (white collar crime), korupsi terus semakin canggih. Cara-cara yang dilakukan disusun semakin rapi, tidak mudah terdeteksi, rumit bahkan apabila sekilas, tidak terbaca dengan baik.
Berbagai peraturan yang digunakan, dicoba disusun dengna menutup berbagai lobang pengintaian. Dokumen yang disusun sangat rapi. Tidak terbaca akan adanya “upaya” skenario untuk korupsi. Belum lagi para pengawas proyek, pimpinan yang juga rapi untuk “menutupinya”.
Selain itu juga, penggunaan alat juga turut mempengaruhi semakin canggihnya korupsi. Penggunaan alat komunikai yang sudah canggih, tertutup, rapi bahkan menggunakan berbagai peralatan modern.
Pertemuan dan tempat pertemuan disusun sehingga tidak mudah dipantau. Berbagai korupsi juga disusun di tempat yang tidak mudah dideteksi. Masih ingat kita bagaimana skenario yang disusun di berbagai kantor parlemen, kantor-kantor publik yang sulit diakses oleh publik.
Sekali lagi kita melihat peristiwa berbagai percakapan “skenario” dapat kita baca bagaimana kata-kata diawal tulisan merupakan skenario canggih untuk korupsi. Kata-kata itu sengaja ditampilkan di awal tulisan untuk membuktikan “korupsi” memang kejahatan-kejahatan yang canggih
*Advokat, tinggal di Jambi, Anggota Pelanta
Tidak ada komentar :
Posting Komentar