Safrudin Dwi Apriyanto |
Oleh: Safrudin Dwi Apriyanto*
Hari ini- Kota Jambi tepat berusia 67 tahun. Rasanya tidak berlebihan, jika kita sebagai warga Kota Jambi perlu memberikan apresiasi dan penghormatan kepada seluruh ‘orang tua’ kita yang telah berjasa dalam memperjuangkan terbentuknya Kota Jambi, yang dikenal dengan sebutan ‘tanah pilih pesako betuah’ ini. Hari ini Kota Jambi telah menjelma sebagai Ibukota Provinsi Jambi sehingga ia merupakan barometer perkembangan Provinsi Jambi secara keseluruhan. Pada usia yang ke-67 ini, Kota Jambi terus berbenah untuk mengejar ketertinggalan dalam upaya mewujudkan kemajuan sebagaimana juga dilakukan oleh kota-kota lain di Indonesia.
Harus diakui- cukup banyak capaian positif yang telah dicapai Kota Jambi, terutama sejak implementasi otonomi daerah. Namun juga, juga tidak dapat dinafikkan bahwa ada aspek lain yang perlu terus dikejar dan hingga saat ini masih menjadi bagian dari persoalan Kota Jambi, seperti: infrastruktur jalan, manajemen tata kota, kualitas layanan publik dan lain-lain.
Momentum HUT Kota Jambi yang ke-67 ini terasa lebih istimewa, karenanya berdekatan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pemilukada) walikota dan wakil walikota Jambi periode 2013-2018, menariknya pasangan kepala daerah saat ini, yakni: dr. H. Rd. Bambang Priyanto dan M Sum Indra, SE, MMSi akan saling berkompetisi dalam hajat demokrasi lokal tersebut. Realita politik tersebut semakin memperpanjang daftar ‘perceraian politik’ antar kepala daerah dengan wakil kepala daerah di Indonesia. Tapi oleh banyak pengamat- ini adalah kejadian suatu yang ‘wajar’ dalam perspektif politik
Harus diakui, bahwa proses dan hasil pemilukada- memiliki kaitan dengan potret pembangunan daerah. Pemilukada kita saat ini masih belum bisa dikatakan ideal- dimana praktek politik uang (money politics), mobilisasi aparatur birokrasi dan pembodohan public- masih menjadi pemandangan umum yang menyertainya. Bahkan tak jarang, di beberapa daerah, pemilukada menyebabkan konflik horizontal yang berujung pada tindak anarkhis yang menyebabkan kerugian, baik moril maupun materiil. Inilah bentuk ‘kegaduhan politik’ dalam pemilukada kita
Kegaduhan demi kegaduhan yang terjadi dan mewarnai pelaksanaan pemilukada, seyogyanya tidak perlu terjadi jika seluruh pihak yang terlibat didalamnya- terutama para kandidat bersikap dewasa dalam berpolitik. Harus menjadi kesadaran umum bahwa tidak ada pihak yang dirugikan dalam kegaduhan tersebut kecuali masyarakat. Sejatinya, pemilukada merupakan proses kompetisi politik untuk memilih pemimpin daerah. Setelah itu, dilanjutkan dengan proses pembangunan daerah sebagai implementasi dari janji-janji politik para kandidat tersebut
Menuju pilwako 29 Juni 2013 mendatang- kita sangat berharap kiranya seluruh kandidat dapat mengedepankan kedewasaan dan kearifan dalam berkompetisi. Kalah dan menang itu adalah konsekuensi logis dari sebuah kompetisi. Jargon atau slogan ‘siap menang dan siap kalah’ hendaklah tidak sebatas janji di mulut, melainkan juga harus terinternalisasi dalam alam pikiran para kandidat. Kesiapan untuk menerima hasil pemilukada adalah titik krusial kedewasaan politik dari para kandidat. Rasanya kita semua sepakat bahwa kita- di Kota Jambi menginginkan pemilukada yang aman, damai, dan jauh dari huru hara politik. Publik sudah jenuh dengan yang namanya pertengkaran, perseteruan, dan konflik antar elit
Kepada kandidat yang menang nantinya- perlu menggunakan paradigma ‘cinta’ dalam membangun Kota Jambi- maksudnya dalam melanjutkan pembangunan nantinya- yang mau tidak mau juga harus melibatkan dan menggerakkan unsur birokrasi, tidak perlu membuat ‘kelompok’ atau ‘blok’ yang dikhawatirkan akan semakin melanggengkan suasana rivalitas antar pegawai negeri sipil (PNS). Perlu disadari bersama bahwa- sejatinya ‘rivaritas’ itu hanya ada pada saat kompetisi berlangsung dan cukup sampai disana. Setelah kompetisi selesai, maka usai pula iklim rivalitas. Kepala daerah terpilih harus menyadari bahwa sejak saat itu, dirinya adalah milik seluruh masyarakat Kota Jambi yang harus mengayomi, melindungi, dan bekerja untuk mereka. Seluruh elemen perlu dirangkul kembali untuk bersama-sama membangun Kota Jambi ini- agar seluruh energi positif itu bergerak dan diarahkan untuk mensejahterakan masyarakat. Sekali lagi, kandidat yang menang nantinya, tidak perlu membuat kelompok baru dalam dunia birokrasi- yang biasanya disertai dengan upaya ‘menyingkirkan’ kelompok lain. Itu adalah paradigma lama yang harus ditinggalkan
Paradigma ‘cinta’ dalam membangun Kota Jambi perlu dilahirkan kembali agar terjadi harmonisasi kerja dari seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Dengan ‘cinta’- maka segala bentuk perselisihan dan konflik- insya Allah dapat diminimalisir sehingga geliat pembangunan Kota Jambi akan semakin kencang dan pada akhirnya kesejahteraan yang menjadi tujuan utama pembangunan dapat terealisasi. Wallahu a’lam bish shawab
*Anggota DPRD Kota Jambi / anggota komunitas penulis- PELANTA Jambi
Tidak ada komentar :
Posting Komentar