Laga final Champion UERO yang mempertemukan duel sesama German: Bayern Munchen vs Borussia Dortmund, 25 Mei 2013 dini hari, menyajikan atraksi permainan yang menghipnotis pemirsa. Sukses Arjen Robben dkk membungkam Robert Lewandowski dkk, dinilai wajar sebab sebelumnya sang juara juga berhasil mengubur impian Bercelona dengan lesakan 7 gol tanpa balas.
Laga yang disaksikan jutaam pemirsa di planet bumi, sebuah bukti betapa suksesnya insan bola EURO mendesain revolusi bola menjadi industri subur bagi investor, dan tidak sedikit milyarder mengakuisisi saham ke dunia bola, sebutlah Roman Abramovich, raja minyak Rusia yang kini pemilik Chelsea, Sheikh Mansour el-Nahyan asal UEA yang kini menguasai saham Men City, dan Nasser Ghanim el-Khelaïfi asal Qatar yang belakangan membeli Paris Saint-Germain, dan lain-lain.
Kehadiran investor papan atas di dunia bola, selain membuat kompetisi bola EURO makin menggigit, pemain juga lebih menikmati arti profesionalitas, serta atraksi tim pun makin berkelas, berseni, indah, menghibur dan mengipnotis penikmat bola, tidak hanya supporter di stadion, tapi pemirsa tv pun tak kalah seru. Bahkan pemirsa tv lebih termanjakan karena livenya selain dipandu pengamat dan reporter, juga ada replay: gol, pelanggaran, aksi, gaya, ekspresi pelatih, dan ulah supporter membuat partai-partai“big match” tak mudah untuk dilewatkan.
Pengaruh Bola
Kehadiran investor, terangnya cahaya para bintang, tingginya daya saing antar klub dan kerjasama media di dunia bola, mengabsahkan kalau EURO tak tergoyanhkan lagi sebagai kiblat industri bola yang membuat bangsa-bangsa di wilayah lain jadi penyedia bibit pemain yang siap di lepas bagai barang ke pasar bola, seperti: Balkam, Latin, Afrika, Timur Tengah, dan ras kuning Asia, sedang Asia Tenggara khususnya Indonesia yang belum rapi kompetisinya masih dipandang sebelah mata soal bola sehingga harus ihlas jadi penonton.
Tidak sedikit penikmat bola di tanah air rela begadang dengan menyesuaikan waktu EURO, dan seakan sengaja menunda aktivitasnya untuk menambah waktu tidur di siang hari. Pengaruh bola terhadap sentra kehidupan masyarakat, tidak hanya di luar negara bola, tapi di negara penggelar bola pun tak kalah besar pengaruhnya pada sisi kehidupan masyarakat.
Ibrahim Adolf Kurawa (2004) menulis, “magnit bola yang terhelat di akhir pekan, mayoritas masyarakat EURO lebih memilih nonton bola dibanding menghadiri kebaktian, gemuruh stadion mengalahkan sakralitas gereja”, dan munculnya kesimpulan kalau daya pikat bola seakan melindas upacara keagamaan. Sobagai solusi, sosiolog Michael Novack (1976) menawarkan integrasi agama dan bola dengan sakralisasi upacara pembukaan even EURO dengan nuansa agama, bahkan ia memandang arti pentingnya mengimpus pemain dengan simbol keagamaan.
Sebagai bintang dan idola, posisi pemain memang strategis dimanfaatkan, baik untuk promosi produk, maupun mengemban misi dengan menggunakan simbol agama. Kini praktek keagamaan pemain di lapangan hijau muncul dengan warna baru. Ketika pemain sukses menjaringkan gol, tidak sedikit pemain mengekspresikan rasa syukurnya dengan gaya menyalib dada, sujud syukur, mengangkat dua tangah dan menengadah wajah ke atas, dan lain-lain, tapi tidak sedikit juga yang mengepalkan tangan ke udara bagai kesetanan.
Terlepas dari pengaruh bola terhadap simbol tsb, sebagai penonton yang terhipnotis dengan atraksi pemain, inspirasi positif yang dapat diambil adalah meneladani profesionalitas dan semangat untuk berubah dengan belajar dari: (1) disiplin pemain menjalankan instruksi pelatih; (2) spirit pemain sebagai petarung sejati tanpa silau pada kebintangan lawan dan asal negara lawan; (3) cekcok antar pemain yang umumnya selesai di atas rumput hijau cukup melalui penghakiman wasit; (4) kebesaran jiwa pelatih dan pemain, sekalipun saling umpat dan teror saat bertanding, tapi pihak yang kalah tetap sanggup berangkulan sebagai tanda ucapan selamat atas sukses lawan.
Andai kebesaran jiwa pebola ini, diaktulaisasi di panggung politik jelang Pemilu 2013, maka piranti demokrasi akan terkuatkan, sebab integritas dan ketauladanan yang seharusnya dimiliki politisi akan jadi modal berharga untuk mengikat jiwa simpatisan, suporter, dan masyarakat.
Wallahu al’lam bissawab
*Penulis adalah Pemerhati Sosial dan Penikmat Bola
Tidak ada komentar :
Posting Komentar