Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Senin, 14 April 2014

Mencari Wakil Rakyat 2014

Oleh: Ringga A. Widiharto*
Pemilu Legislatif untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD akan dilaksanakan pada 9 April 2014. Puluhan ribu caleg telah saling berlomba-lomba menarik simpati rakyat. Dengan pose wajah yang dipoles sedemikian rupa, foto para caleg ini (masih) nampang di baliho, spanduk, kaos, stiker, angkutan umum yang tersebar di perkotaan maupun pelosok pedesaan, meskipun telah masuk hari tenang. Bahkan mereka yang berduit memanfaatkan media cetak dan elektronik serta media baru untuk jualan visi serta program jika terpilih. Tak jarang pula saling serang antar caleg maupun parpol terjadi di ranah publik, bukan adu visi substantif tapi lebih mengarah pada kampanye hitam. Perkembangan teknologi harusnya bisa menjadikan rakyat makin cerdas dalam menentukan pilihan, dengan pengutamaan terhadap rekam jejak calon, program realistis yang ditawarkan dan komitmen legislasi yang memihak rakyat.
Caleg: Apa Tugasmu Jika Terpilih?
Maraknya rekrutmen politik secara instan membuat caleg tak semua paham dan mengerti apa fungsi DPR, tugas dan wewenang DPR, hak DPR hingga hak dan kewajiban anggota DPR. Bermodal tampang keren, popularitas, dan finansial, membuat parpol menomorsekiankan kedalaman pemahaman politik para calon ini. Dengan alasan, dapat belajar jika para caleg sudah terpilih, parpol seakan menutup mata betapa pentingnya kaderisasi sebelum terjun maju mencalonkan diri. Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga negara, mempunyai fungsi: legislasi, anggaran dan pengawasan sesuai pasal 20A ayat (1) UUD 1945. Kita melihat banyak Undang-Undang yang diujikan di Mahkamah Konstitusi dan dibatalkan ataupun UU yang tidak prorakyat dan berbau neoliberalisme. Tentu ini merupakan tanggung jawab DPR juga sebagai pembentuk UU bersama dengan Presiden. Politik anggaran tidak menyentuh hingga aras bawah, APBN masih terjadi kebocoran dan digunakan untuk kepentigan kelompok tertentu. DPR seharusnya bisa membahas RUU APBN yang diajukan Presiden dengan seksama, cermat dan mengutamakan kepentingan rakyat sebelum dilakukan persetujuan. Begitu pula dengan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan UU oleh pemerintah yang belum optimal.

Lantas bagaimana dengan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), apakah para calon ini mengerti apa fungsi DPD, tugas dan wewenang DPD, hak DPD hingga hak dan kewajiban anggota DPD? Lembaga negara ini lahir era reformasi melalui amandemen UUD 1945. Adapun fungsi DPD ini sebagaimana terdapat dalam pasal 22D UUD 1945 adalah: (1) dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. (2) ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. (3) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Banyak anggota DPD yang merasa tidak mempunyai posisi yang berimbang dengan DPR, keterbatasan fungsi, tugas dan wewenang, oleh karenanya muncul pula wacana untuk melakukan (kembali) amandemen UUD 1945.

Pemilu, Transformasi dan Keberlanjutan
Pemilu telah menjadi token of membership bagi negara yang ingin mengikuti peradaban demokrasi. Selain itu pemilu merupakan salah satu ornamen paling penting dalam modernitas politik (Karim, 2009: v-vi). Mengingat pentingnya pemilu, penyelenggaraannya juga harus bersih, independen, dan tidak bias kekuasaan. Jangan sampai pemilu dicampuri atau diintervensi oleh penguasa untuk kepentingan kelompoknya. Karut marut penyelenggaran pemilu, misal DPT memang telah terjadi era pemilu sebelumnya, hingga pemilu 2014 juga masih menyisakan persoalan. Pengawasan dan penindakan pelanggaran pemilu juga tak berjalan maksimal, padahal nyata-nyata pelanggaran itu dapat dilihat dengan mata telanjang. Sosialisasi pemilu juga dirasakan masih kurang, apalagi dengan pemilih pemula yang besar jumlahnya, seharusnya KPU lebih mengintensifkan sosialisasi tersebut. Parpol juga harus mengintensifkan pendidikan politik bagi masyarakat. Kalangan perguruan tinggi, LSM serta tokoh masyarakat harus membuka wacana dialog publik terkait pemilu. Peran media massa dan lembaga penyiaran juga tak bisa dilepaskan sebagai sarana pencerahan untuk mencerdaskan pemilih, asalkan tetap menjaga objektivitas.

Bagaimana dengan kuota 30 persen keterwakilan caleg perempuan? Kiranya ini hanya sebatas formalitas, parpol belum menunjukan keberpihakannya untuk benar-benar mengakomodasi hak perempuan. Transformasi perlu dilakukan, agar capaian pemerintahan khususnya bidang legislatif kelak lebih baik dan meningkat. Tetapi kita juga harus memperhatikan transformasi dengan seksama. Menurut Prabowo (2010: 22) banyak transformator palsu yang hanya bertindak sebagai makelar kepentingan politik maupun ekonomi. Padahal sejatinya anggota legislatif yang terpilih adalah representasi rakyat, bukan representasi kepentingan golongan tertentu. Kita berharap produk politik kelak nantinya yang dihasilkan menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Begitu pula dengan pembangunan di daerah, melindungi masyarakat adat dan memajukan kebudayaan serta berlandaskan nilai-nilai kearifan lokal.

*Pemerhati Sosial dan Politik, tinggal di Yogyakarta.
Sumber: http://www.jambiupdate.com/artikel-mencari-wakil-rakyat-2014.html

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Space 2

Space 2