Wenny Ira Reverawati, S.I.P., M.Hum. |
Mekanisme
pemilihan umum menjadi syarat dalam sistem politik demokrasi untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang mendapatkan legitimasi dari tangan rakyat berdaulat
diatasnya. Oleh karena itu, pemilihan umum menentukan masa depan
keberlangsungan pemerintahan suatu negara yang menganut sistem politik
demokrasi. Peta kekuasaan yang akan menjalankan roda pemerintahan akan terlihat
pada jalannya sekaligus hasil akhir pemilihan umum.
Demokrasi yang menjunjung tinggi
kedaulatan pada tangan orang banyak, mensyaratkan partisipasi tangan-tangan
tersebut untuk mewujudkan terselenggaranya pemilihan umum dan terbentuknya
pemerintahan yang didukung oleh legitimasi syah berdasarkan pilihan orang
banyak tersebut. Prosesi demokrasi seperti ini dikultuskan setiap lima tahun
sekali yang secara tidak sadar berdampak pada masa depan sebuah pemerintahan
dan kehidupan ekologinya sepanjang sepuluh tahun.
Kultus demokrasi dalam pemilihan
umum maka sangat bergantung kepada pilihan suara yang terkumpul dengan azas
suara terbanyak tersebut. Dalam hal ini, pemilih menjadi penentu nasibnya
sendiri terhadap kekuasaan bernama negara dengan pemerintahannya yang akan
mengatur seluruh aspek kehidupannya dari kelahiran hingga kematian, dari apa
yang menjadi hajatnya, hingga kebutuhan primer-sekundernya. Pemilih sekaligus
juga menentukan masa depan keberlangsungan pemilihan umum yang digelar, dalam
tataran kualitas, eksistensi, yang berdampak sistemik kepada kehidupan
sosial-politik bersama, tidak hanya pada dirinya, tetapi juga menyangkut
keluarga, kerabat, rekan dan seluruh jaringan serta afiliasi kehidupannya.
Menjadi pemilih ibarat konsumen yang
mengirim pesanan produk-produk apa nantinya yang bakal dikonsumsi dan digunakan
bagi hidupnya setelah pemilihan umum dalam jangka sepuluh tahun (bukan lima
tahun). Pemilih menjadi titik sentral keseimbangan kultus demokrasi pemilihan
umum. Bagaimana perilaku pemilih terhadap pemilihan umum, pemahamannya,
kerelaannya menyalurkan partisipasinya, pengetahuan, logika politik, dasar
tindakan, dan itikadnya secara keseluruhan terhadap pemilihan umum, menjadi
dasar wujud pemilihan umum dan hasilnya nanti.
Pemilih muda merupakan satu bentuk
perhatian tersendiri dalam berbagai kultus demokrasi pemilihan umum yang
diselenggarakan di berbagai belahan dunia, termasuk juga di Indonesia. Keberadaannya
dalam jumlah yang melebihi pemilih lainnya merupakan sasaran empuk program-program
politik terkait pemilihan umum. Citra pemilih muda yang dinamis, menjadi ajang
perebutan partai politik bersama calon legislatifnya untuk mendulang suara. Ditangan
pemilih muda inilah sepertinya harapan masa depan kehidupan berbangsa yang
berkualitas dalam rangkaian pemilihan umum yang sangat menentukan digenggamkan.
Ada berbagai ancaman terhadap
eksistensi kultus demokrasi pemilihan umum yang sangat mengkhawatirkan.
Diantaranya adalah Golong putih dengan berbagai paham dan alasan, politik uang
dan kembarannya yaitu politik transaksional, tingkat kepercayaan yang
terindikasi semakin menurun terhadap lembaga politik penyokong demokrasi juga
terhadap pemerintahan yang sedang berjalan. Ancaman ini terasa semakin
mengganggu sejak kurun reformasi memperkenalkan pemilihan umum yang lebih
demokratis dengan segala ornamennya.
Menghadapi ancaman tersebut, perlu
upaya pembenahan dari segala aspek, termasuk kepada aspek pemilih. Jika aspek
lainnya sangat sulit diharapkan untuk cepat dapat berubah, maka sekarang banyak
yang berasumsi bahwa jalan termudah lebih dahulu adalah membenahi dan membekali
pemilih muda yang masih awam pengetahuan dan pengalaman politiknya. Pembenahan
dan pembekalan kepada pemilih muda ini diharapkan dapat menjadi investasi bagi
pembangunan politik dan eksistensi pemilihan umum kedepan dan selamanya.
Menjadikan pemilih muda yang cerdas,
berkualitas, merupakan harapan bersama yang ditekankan bagi terwujudnya masa
depan pemilihan umum di negara ini. Berbagai upaya telah dilakukan untuk membentuk
pemilih muda yang demikian, terutama usaha keras dari gerakan pemberdayaan yang
ada dimasyarakat. Menjadi sebuah penantian yang harap-harap cemas terhadap
pemilih muda agar tidak apatis terhadap proses politik pemilihan umum.
Untuk itu, sepertinya kita akan
berlomba dengan banjir bandang media dan informasi berbasis tekhnologi yang
menjadi bagian hidup tak terpisahkan pada pemilih muda. Ini sekaligus menjadi
referensi pertama mereka. Saat ini, tidak ada informasi yang dapat disembunyikan
entah itu kebenaran ataupun keburukannya. Sekaligus juga tidak ada informasi
yang tidak dapat dimanipulasi. Pemilih muda tentunya akan terefleksi dari
seberapa jauh mereka terseret arus banjir bandang informasi ini, dan sedalam
apa mereka menyerap kadar informasi yang muncul kepermukaan. Faktanya beberapa
tahun terakhir ini, informasi mengenai politik dan pemerintahan yang membanjir
kepermukaan kebanyakan dari sisi negatifnya dalam contoh-contoh amoral,
pelanggaran etika, gaya hidup hedonisme, korupsi, kegagalan manajemen
pemerintahan. Celakanya, informasi tersebut ditampilkan dalam kemasan yang
mendangkalkan pikiran pemilih muda terutama bagi yang belum berpengalaman sama
sekali dan belum cukup memahaminya.
Oleh karena itu, menurut penulis, pemilih
muda yang cerdas dan berkualitas akan terbentuk jika mereka dibekali pemahaman
ideologis terhadap proses politik yang sedang berlangsung juga lembaga politik
yang ada. Pemahaman ideologis ini akan membentuk idealisme mereka terhadap
sikap dan orientasi politiknya, sehingga mereka tidak menjadi galau dalam
menyalurkan aspirasi dan partisipasi politiknya. Partai politik sangat berperan
menanamkan kepada mereka aspek-aspek ideologis beserta nilai-nilainya, menumbuhkan
kesadaran terhadap proses politik yang berlangsung, sekaligus juga kewajiban
sebagai manusia politis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi dengan
syarat bahwa ini dilakukan secara berkesinambungan tidak terputus pada saat
menjelang pemilihan umum saja. Bagaimana partai politik melakukan upaya
pendekatan secara ideologi politik kepada pemilih muda, membangun indoktrinasi
yang sepaket dengan membangun kepercayaan politik, karena selama ini upaya
partai politik dalam hal ini sangat jarang dilakukan, disebabkan kesibukan dan
prioritas partai politik kepada pencitraan dan upaya menggalang modal.
Pendekatan ideologis partai politik
kepada pemilih muda ini jika dapat terlaksana dengan baik dibanding dengan
hanya memberikan pengarahan tata cara memperlakukan kertas suara semata,
setidaknya akan memberikan satu gambaran kepada mereka, bahwa prosesi pemilihan
umum merupakan sesuatu yang serius bagi masa depan kehidupan bersama.
Dimuat di Opini Harian Pagi Jambi Independent, Senin, 7 April 2014.
Sumber: http://homosocialpoliticus.blogspot.com/2014/04/masa-depan-pemilu-dan-pemilih-muda.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar