Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Minggu, 16 Maret 2014

Ijtihad Politik dan Tolak Golput

Amri Ikhsan, S.Pd.
Oleh: Amri Ikhsan, S.Pd.*
Yang paling ditakutkan oleh pemerintah, KPU, partai politik pada hari hari menjelangnya hari pemungutan suara adalah maraknya golput. Seharusnya ada upaya rekonstruksi terhadap pemilih awam secara inovatif, yaitu mengajak warga masyarakat untuk secara terus menerus melakukan ijtihad secara benar dan dapat dipertanggung-jawabkan untuk berperan aktif dalam pemilu mengingat kedudukan dan fungsi pemilu sebagai sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. untuk masa depan Indonesia dan bukan hanya mengajak ‘orang’ untuk datang ke TPS.
Orang awam disini adalah orang tidak punya kepentingan sama sekali dengan pemilihan umum, orang yang buta politik, orang yang tidak punya hubungan emosional sama sekali dengan para caleg. Karena orang orang bisa ‘diajari’ berdemokrasi dengan baik.

Untuk mewujudkan hal itu, partisipasi politik rakyat menjadi kunci utama keberhasilan pemilu. Partisipasi politik sejati dalam pemilu adalah partisipasi rakyat yang didasarkan pada pengetahuan tentang sistem politik, hak-hak politik rakyat dan kesadaran kritis dalam menggunakan hak politik dan menanggapi seluruh proses dan tahapan pemilu (KPU). Ini hanya bisa dilakukan bila rakyat bersama melakukan sebuah ijtihad politik.

Dengan ijtihad politik, rakyat sebagai pemilih akan menggunakan hak pilihnya secara cerdas dan mandiri. Ijtihad politik sesuatu yang lumrah dilakukan dalam situasi politik menjelang pemilu yang akan menentukan masa ke depan dalam memilih wakil rakyat bukan hanya melepaskan tanggung jawab. Ijtihad merupakan pengerahan segenap upaya pemikiran berdasarkan data dan fakta bertujuan berpartisipasi dalam memecahkan masalah bangsa.

Beberapa akademisi mengatakan golput dapat dikategorisasikan ke dalam tiga kelompok. Pertama, golput karena faktor teknis: tidak terdaftar dalam DPT, atau sudah terdaftar tapi saat hari H ada keperluan yang tidak bisa ditinggalkan.

Kedua, golput karena faktor ekonomis. Tidak ke TPS karena pekerjaan/mata pencaharian. Mereka tidak bisa meninggalkan aktivitas untuk mencari nafkah. Golongan ini didominasi oleh pedagang kecil, karyawan dengan upah harian dan pekerja serabutan lainnya.
Ketiga, golput karena faktor politis. Yakni, mereka yang merasa tidak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tidak percaya bahwa Pemilu akan membawa perubahan dan perbaikan untuk masa depan yang lebih baik.

Keempat, golput yang disebabkan ikutan atau dampak dari memilih adalah hak atau bukan suatu kewajiban yang tidak bakal kena sanksi apa pun, maka masyarakat yang menempatkan kepentingan individu/sosial lebih tinggi daripada kepentingan politik (pemilu/pilkada) yang tidak langsung berhubungan dengan kepentingannya akan lebih baik bersikap golput.

Oleh karena itu diasumsi bahwa golput itu bisa diminimalisir apabila rakyat diajak ‘berfikir dan berdiskusi’ untuk menemukan referensi dalam memilih calon pemimpin dari pada hanya mengajak rakyat ke TPS: Pertama, pemimpin itu haruslah benar. Bukan hanya perkataannya yang benar, tapi juga perbuatannya juga benar. Sejalan dengan ucapannya. Beda sekali dengan pemimpin sekarang yang kebanyakan hanya kata-katanya yang manis, namun perbuatannya berbeda dengan ucapannya.

Kedua, cari lah pemimpin amanah, berarti melakukan tugas dengan penuh tanggung jawab, tuntas dan adil. Ini mengharuskan pemimpin menunaikan tanggung jawabnya dan memastikan bahwa rakyat mendapat haknya sebagai warga negara.

Secara operasional, amanah dapat diidentifikasi melalui: (1) mengoptimalkan potensi pemimpin untuk kepentingan rakyat; (2) memberi penjelasan, model yang menjamin tercapainya kejelasan cara cara mensejahterakan rakyat. Bagi kalangan rakyat, amanah dapat diidentifikasi melalui: (1) frekuensi keterlibatan aktif rakyat dalam pembangunan; (2) kualitas perilaku rakyat yang sesungguhnya yang merupakan indikasi kesejahteraan rakyat.

Kedua, rahmah, yaitu pemimpin/caleg yang memiliki perasaan kasih sayang antara seseorang kepada orang lain. Rahmah dapat membantu pemimpin mengoptimalkan kasih sayang dan kesabaran dalam membantu rakyatnya untuk bekerja/karya, sehingga rakyat mendapatkan rasa aman dan memiliki optimisme untuk mencapai keberhasilan.

Dalam kehidupan sehari hari, tingkat rahmah merujuk pada kualitas dan kearifan kepemimpinan dalam membantu rakyat menyelesaikan permasalahan hidup dalam bentuk: (1) pilihan bahasa yang ‘menyejukkan rakyat; (2) ketuntasan dalam membantu rakyat, bukan membantu hanya menjelang pemilu/pilkada; (3) frekuensi dalam membantu rakyat.

Ketiga, Cerdas. Pemimpin haruslah problem solver, mampu menjelaskan pemikirannya yang konstruktif. Dia juga harus mampu berdebat dengan orang lain dengan cara yang sebaik-baiknya.

Keempat, tausiyah yaitu pemimpin selalu menasehati untuk senantiasa berbuat kebaikan dan kebenaran. Ini dapat berperan dalam mengembangkan kesediaan untuk mengoreksi dan dikoreksi.

Kelima, sillah yakni pemimpin itu selalu menyambung silaturrahmi. Sillah digunakan untuk mendorong tumbuhnya semangat rakyat untuk berkarya dan bekerja maksimal. Silaturrahmi tidak hanya dilakukan sewaktu ‘ada maunya’ menjelang pemilu tetapi silaturrahmi sudah menjadi karakter dari pemimpin itu.

Siapapun orangnya harus mendorong rakyat untuk menggunakan hak pilih secara benar, ikut memilih berarti ikut menentukan nasib dan masa depan bangsa. Pemilih cerdas bisa ‘membaca’ situasi politik yang sedang berkembang Pilihan bukan tanpa konsekuensi, sekecil apapun urgensi pilihan kita akan selalu ada akibat yang menyertai. Yang tidak ikut memilih sama dengan tidak bertanggung jawab. Walaupun Golput itu merupakan pilihan politik.

Dimaklumi kenapa ‘orang awan’tidak datang ke TPS: (1) mengganggu kerja, padahal kerja menghasilkan uang; (2) datang tidak datang ke TPS tidak ‘mengubah nasib’, yang petani tetap jadi petani; (3) tidak ingin ‘menyakiti  caleg yang minta ‘tolong’, karena begitu banyak yang datang dan minta dukungan dan dan tidak mungkin dicoblos semua, mendingan tak datang ke TPS.

Bagi yang golput: (1) tidak boleh protes apapun program pemerintah; (2) dak boleh ngomong; (3) golput harus tahu diri, kalau ada ‘pembagian sesuatu’ dari pemerintah, harus antri di belakang.

Mari kita bersukacita berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan pemilu, tolak golput!

*Pendidik di Kab. Batanghari, Anggota Pelanta.

Sumber: http://www.jambiupdate.com/artikel-ijtihad-politik-dan-tolak-golput_1.html

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Space 2

Space 2