Suwardi, S. E. Sy. |
(Refleksi Hari Anti Korupsi 9 Desember 2013)
Oleh : Suwardi., S. E. Sy.*
Korupsi laksana makhluk halus yang keberadaannya terkadang tidak dapat dirasakan, namun dia telah membunuh jiwa jutaan rakyat yang dibuatnya mati perlahan dengan penderitaan dan kesulitan ekonomi, ketidakmerataan kesejahteraan. Lihat saja data indeks persepsi korupsi yang baru saja dirilis. Yang mengindikasikan akutnya korupsi di level pemerintahan dan birokrasi.
IPK Sebagai Tolak Ukur
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2013 belum beranjak. Hasil pengukuran Transparency International (TI) mengungkapkan bahwa dari rentang 0-100, IPK Indonesia masih hanya 32. Skor tersebut sama dengan perolehan pada 2012.
IPK merupakan indeks gabungan yang mengukur korupsi secara global, melibatkan 177 negara. Indeks gabungan tersebut berasal dari 13 data korupsi yang dihasilkan berbagai lembaga independen. Sumber datanya semisal Bertelsmann Foundation Transformation Index 2014, Economist Intelligence Unit Country Risk Rating, Transparency International Bribe Payers Survey, dan lainnya.
Di kawasan ASEAN, selain Timor Leste, posisi Indonesia juga lebih baik dari Kamboja (20), Myanmar (21), Laos (26), dan Vietnam (31). Namun harus rela jauh tertinggal dibanding Singapura (86), Brunei (60), dan Malaysia (50). Indonesia hanya sedikit di bawah Filipina dan Thailand yang masing-masing mendapat skor 36 dan 35.
Secara global, Indonesia masuk dalam 70 persen negara-negara yang memiliki skor IPK di bawah 50. Sedang di tingkat regional Asia Pasifik, Indonesia masuk dalam 63 persen negara-negara yang memiliki skor IPK di bawah 50. Negara dengan peringkat IPK teratas adalah Denmark (91), New Zealand (91), Finlandia (89), dan Swedia (89). Selanjutnya menyusul Norwegia yang memiliki skor sama dengan Singapura, yaitu 86.
Data data tersebut di atas, sangat jelas jika korupsi merupakan isu global yang belum ditemukan resep jitu dalam kemasan pemerintahan dan birokrasi di setiap negara yang menderita penyakit korup. Bahkan Indonesia yang menduduki peringkat 114 atau naik dari 118 pada 2012, meski Indonesia terlihat berusaha berbersih diri. Tetap saja tingkat korupsi di Indonesia sangat begitu massif melibatkan semua unsur birokrat terutama pasca reformasi. Pejabat daerah yang terlibat skandal korupsi kian meningkat.
Skandal Korup Pejabat Daerah
Praktik korupsi di daerah semakin merajalela. Kepala daerah yang terjerat kasus hukum pun terus bertambah. Kemendagri meramalkan, hingga akhir tahun 2013 total kepala daerah yang terjerat kasus korupsi mencapai 300.
Sebagaimana diungkapkan oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan, sejak tahun 2004 sampai Februari 2013, sudah ada 291 kepala daerah, baik gubernur/bupati/walikota yang terjerat kasus korupsi. Dengan Rinciannya, Gubernur 21 orang, Wakil Gubernur 7 Orang, Bupati 156 orang, Wakil Bupati 46 orang, Walikota 41 orang dan Wakil Wali-kota 20 orang. Jumlah yang diprediksi membengkak sampai dengan 300 Kepala dan Pejabat Daerah.
Selain kepala Daerah angka korupsi juga merangkak naik di kalangan politisi Dewan tercatat dalam Kementerian Dalam Negeri, jika anggota legislatif yang terjerat korupsi di DPRD kabupaten/kota tercatat sebanyak 431 orang dan DPRD Provinsi 2.545 angka tersebut berkisar antara 6,1% dari total 18.275 anggota DPRD se-Indonesia. Bahkan masih data yang dirilis oleh Kemendagri, aparatur birokrasi yang terseret jumlahnya saat ini 1.221 orang. Yang telah berstatus tersangka 185 orang, terdakwa 112 orang dan terpidana 877 orang. Sedangkan yang masih saksi mencapai 46 orang.
Data skandal korupsi pejabat daerah tersebut di atas, juga tidak menutup kemungkinan termasuk di dalamnya adalah pejabat daerah Jambi yang turut menyalahgunakan jabatan, dan wewenang untuk melakukan pelanggaran hukum, berupa manipulasi anggaran, kolusi dan sebagainya yang menimbulkan kerugian negara.
Pejabat Jambi dalam Lingkaran Korupsi
Korupsi yang menjerat pejabat dan birokrat sungguh banyak lihat saja Muhammad Madel, Bupati Sarolangun yang sangat disegani berakhir dibalik jeruji penjara..
Begitu pula dengan mantan Bupati Kerinci FS, mantan Bupati Tebo MM, mantan Bupati Tanjab Timur AH, mantan Bupati Muaro Jambi AS, dan mantan Walikota Jambi AM. Selesai menjabat kepala daerah, semuanya masuk penjara. Dan menyusul mantan Wakil Bupati Batanghari MM dan Bupati Batanghari nonaktif, AF. Masih ingat pula dalam ingatan kita Mantan Wagub AZA yang juga berhenti di tengah jalan akibat korupsi di senayan.
Berikutnya, Idham oleh Polda Jambi ditetapkan sebagai tersangka dalam proyek pengadaan 48 laptop Sekolah Menengah Atas (SMA) Titian Teras Jambi menggunakan dana APBD 2012 lalu dengan kerugian negara sekitar Rp. 250 juta. Dan indikasi korupsi alokasi dana masterplan pendidikan Propinsi Jambi tahun anggaran 2011 bernilai Rp. 2,5 miliar. Sampai saat ini master plan pendidikan tersebut tidak bisa digunakan. Ada juga nama Kepala Dinas Peternakan Sepdinal menjadi tersangka dugaan korupsi dana Kwarda Pramuka 2000-2009. Mantan Bendahara Kwarda Pramuka Provinsi Jambi itu ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Jambi pada 21 Oktober lalu. Mengikut atasanya AMF selaku mantan Sekda Prop. Jambi.
Data yang dihimpun dari berbagai sumber media tersebut di atas merupakan kondisi hukum terkini yang telah diproses dan divonis. Bagaimana dengan kasus yang masih parkir di meja Kajati dan belum ada proses kelanjutannya. Yakni, 1. Kasus kredit macet di BRI Jambi, yang merugikan negara Rp 52 M dengan tersangka Effendi Syam dan Zein Muhammad.
2. Korupsi pengadaan alat kesehatan RSUD Hamba Muarabulian dengan anggaran dana APBN dan APBD Rp 3,2 Miliar dengan tersangka Husni E Taufik dan suplier alat kesehatan, Adhiarto, 3. Penggelapan pajak PT Delimuda Perkasa (DMP). 4. Bantuan bencana alam gempa bumi 1 Oktober 2009 untuk Kabupaten Kerinci sebesar Rp. 104 Miliar. Dan bahkan barangkali masih banyak lagi kasus dugaan korupsi yang menimpa pejabat dan birokrat Jambi yang tidak terekam oleh masyarakat hukum kita. Oleh karena itu dibutuhkan sinergi informasi dari seluruh elemen masyarakat Jambi termasuk BPKP.
BPKP Pintu Masuk Pengusutan
BPKP Perwakilan Jambi, merilis Selama 2013 ada 20 kasus korupsi yang telah di audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Jambi. Dari 20 kasus korupsi tersebut negara dirugikan sebesar Rp 16.885.112.000. Selain 20 kasus itu, masih ada 7 kasus korupsi yang sedang dilakukan audit investigasi. Dari 7 kasus yang diaudit tersebut, 5 kasus adalah kasus tahun 2013. Sedangkan 2 kasus lagi adalah kasus dari tahun 2012 lalu.
Penulis meyakini, korupsi di Jambi sudah sistematis dan berjalan begitu massif. Jumlah kekayaan negara yang dikorup melebihi data dari BPKP namun tidak terendus. Dia tidak hanya berlaku di level rendah jabatan juga melingkari pejabat tinggi birokrasi dan politik Jambi. Namun, suara lantang masyarakat hukum kita (baca : mahasiswa, LSM, aktivis antikorupsi, ICW dsb), terkadang samar-samar terdengar menyuarakan pengusutan.
Namun, ada pertanyaan yang mengganjal pikiran penulis di akhir opini ini, jika korupsi begitu merajalela di Jambi, sebut saja data BPKP tersebut, kenapa masih peroleh penilaian WTP. Negeri ini lucu menurut Dedi ‘Naga Bonar’ Mizwar. Tapi inilah realitasnya, kita harus turun ke jalan menggugat rezim korup birokrasi kita demi kesejahteraan rakyat. Wassalam
*Peneliti dan Pemerhati Ekonomi Politik serta Wakil Direktur FiSTaC.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar