Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Kamis, 15 Agustus 2013

Mendukung Cabup dalam Perspektif Linguistik

Amri Ikhsan, S.Pd.
(Catatan Pilkada Kabupaten Kerinci 2013)
Oleh: Amri Ikhsan, S.Pd.*
Pilkadamerupakan bagian dari kehidupan bernegara dan keniscayaan dalam sistem demokrasi. Melalui pilkada pula rakyat memilih pemimpinuntuk lima tahun kedepan. Pilkada adalah ‘gawe’ politik dan politik adalah proses interaksi, komunikasi antara kandidat dengan masyarakat umum. Komunikasi dilakukan untuk menjelaskan kepada publik, siapa kandidat itu, ide dan program yang dimiliki, dll.

Setiap proses komunikasi memiliki tujuan yang sama. Begitu pula dengan komunikasi dalam politik.Dari bahasanya, komunikasi berasal dari kata “common” yang artinya 'sama', komunikasi bertujuan untuk menyamakan. Kualitas komunikasi dinilai dari seberapa jauh kesamaan antara calon dan masyarakat. Mungkin saja sama dari tataran pengetahuan atau informasi, sama sikap, hingga sama tindakan atau prilaku(Lasswel). Atau karena pertemanan, teman kuliah, sedesa, sedaerah, dsb.

Tentu saja, kandidat ini tidak bisa bekerja sendiri dalam komunikasi ini. Dia boleh saja menggunakan berbagai media untuk menyampaikan pesan politiknya: pasang iklan di media elektronik dan cetak, pasang baliho, sebar kalender, banner. Tapi itu tidaklah cukup.
Dia memerlukan ‘kawan’ untuk membantu menyampaikan pesan politiknya. Untuk itu, dia merekrut ‘orang-orang’ disekitar dia untuk menjadi ‘kawan politiknya’ atau tim suksesnya. Tim inilah yang menjadi ‘ujung tombak’ dan orang terdepan dalam mensosialiasikan ide-ide politiknya di tengah masyarakat.

Tidak hanya itu, para kandidat juga mendekati tokoh masyarakat yang (katanya) berpengaruh, tokoh pemuda, tokoh mahasiswa, tokoh perempuaan baik yang tinggal di daerah itu maupun yang ‘merantau’ di daerah lain. Belum puas dengan itu, para kandidat juga ‘menyusupkan’ orang orangnya di lembaga masyarakat, majlis taklim, forum tukang ojek, dll. Tujuannya sama ingin ‘minta tolong’ disampaikan kepada masyarakat tentang pencalonannya.

Disadari penggunaan tim sukses dan tokoh masyarakat oleh para kandidat tentu adalah salah satu kunci sukses untuk memenangkan pilkada. Dengan kepiawaian mendekati masyarakat dan menyajikan program politik yang menarik mulai dari kemasan, isi dan tampilan yang baik, serta mempunyai intensitas komunikasi lebih banyak sehingga masyarakat mampu terpengaruh dan melakukan tindak memilih kandidat.

Tugas tim sukses dan tokoh berpengaruh adalah melakukan komunikasi politik,  yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. informasi politik yang diterima masyarakat melalui orang orang ini tertentu banyak memberikan pengaruh terhadap sikap dan partisipasi politik masyarakat (Dan  Nimmo.1989).

Tim sukses dan tokoh ini mencoba menjual produk politik kandidat kepada masyarakat: (1) policy, tawaran program kerja jika pasangan calon tersebut kelak terpilih; (2) person adalah kandidat yang akan dipilih melalui pemilu; (3) party dapat juga dilihat sebagai substansi produk politik. Partai mempunyai identitas utama, asset reputasi, dan identitas estetik. (Dan  Nimmo.1989)

Setelah pembentukan tim sukses dan pendekatan kepada tokoh masyarakat, tentu saja para kandidat menunggu ‘laporan’ dari tim sukses dan para tokoh tentang akseptabiltas kandidat ditengah masyarakat. Maka muncullah ‘gaya bahasa’ dari tim sukses dan tokoh yang sudah didekati yang ‘menggembirakan’ para kandidat dan laporan ini menambah ‘energi’ dan keyakinan untuk memenangkan pilkada nanti. Ungkapan yang menggembirakan itu antara lain: (1) orang desa semeruh mendukung 100% calon A; (2) kelompok pengajian Al-hikmah desa Beringin Pondok siap memilih calon B; (3) masyarakat cangko bersumpah mendukung calon C; (4) Majlis Taklim D siap memenangkan calon E; (5) Himpunan Mahasiswa F siap mensukseskan pemilihan calon G; (6) Forum tukang ojuek simpang tiga semeruh siap mencoblos calon H; (7) kami keturunan J seluruhnya akan mencoblos calon K, dsb.

Jelas sekali, tim dan tokoh ini menggunakan gaya bahasa totem pro parte. Secara bahasa, ini  berarti menyebutkan keseluruhan untuk menyatakan sebagianatau mengambil keseluruhan untuk suatu bagian. Dalam hal ini, mereka menyebut ‘semuanya’ , padahal bisa dipastikan hanya beberapa orang setuju dengan ide tersebut. Tapi jika disebutkan demikian, seolah-olah seluruh orang mendukung kandidat itu.

Penggunaan gaya bahasa ini sangat ‘menghibur’ para kandidat tapi juga ‘mengancam’ kandidat itu. Pengunaan gaya bahasa yang ‘tidak ilmiah’ ini membuat para kandidat terlena dan terlalu percaya diri, padahal, gaya bahasa ini diucapkan tanpa ada prosedur ilmiah: survei, polling, dsb. Dia hanya berkesimpulan dan menemukan ‘beberapa orang’ dari desa, daerah, lembaga, kelompok, forum dan mengklaim untuk seluruhnya.

Sudah saatnya para calon bupati/wakil bupati untuk ‘berhati-hati’ menerima khabar ‘menggembirakan’ dari tim sukses atau tokoh masyarakat. Hampir bisa dipastikan laporan yang berisi ‘semua, seluruh’ adalah kesimpulan yang ‘salah’.

Mudah-mudahan Kabupaten Kerinci akan memiliki pemimpin yang dipilih karena kapasitas, program yang pro rakyat bukan karena hubungan emosional, kesukuan, kedaerahan yang “membabi buta”.

*Pemerhati Pendidikan, Guru MAN Muara Bulian, Anggota PELANTA
Sumber: http://www.jambiupdate.com/artikel-mendukung-cabup-dalam-perspektif-linguistik.html

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Space 2

Space 2