Pada hari ulang tahun Korps Bhayangkara ke-67, 1 Juli ini sudah seyogyanyalah jajaran Polri untuk berinterospeksi dalam rangka meningkatkan kualitas keberadaannya sebagai pelayan dan pelindung masyarakat. Satu hal yang perlu mendapat atensi adalah pemberian hak kepada jajaran Polwan Muslimah yang ingin berjilbab dalam rangkaian pakaian dinasnya.Untuk itu masyarakat menunggu Polri atas janjinya ingin merevisi aturan berpakaian yang dapat mengakomodir polwan berpakaian jilbab.
Mencuatnya kasus ini berawal ketika seorang polwan yang bertugas di Jawa Tengah meminta bantuan kepada MUI agar ia dapat menjalankan haknya berbusana Muslimah. Sebelumnya, Kapolri mengeluarkan surat edaran bahwa busana kerudung bagi polwan hanya berlaku untuk daerah Nanggroe Aceh Darussalam. Dengan aturan itu, yang berkerudung harus melepaskan kerudungnya atau terkena sanksi.
Wakapolri Komjen Nanan Sukarna mengatakan dalam aturan kepolisian penggunaan kerudung--sering oleh masyarakat umum disebut jilbab-- dilarang. Alasannya, agar pelayanan polri terhadap masyarakat tidak memihak atau imparsial. Berbeda dengan pendapat Wakapolri Nanan Sukarna, Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menuturkan, penggunaan busana Muslimah bagi Polwan tidak akan mengganggu kinerja mereka dalam bertugase. “Polwan pakai jilbab itu tidak mempengaruhi tugasnya, dan pernyataan Wakapolri itu sangat tidak arif”, kata Ketua Presidium IPW seperti yang dipublish media.
Eropa Bolehkan Polwan Berjilbab
Polwan berjilbab di Indonesia yang mayoritas berpenduduk Muslim masih dilarang—konon menunggu revisi aturannya-di beberapa negara yang mayoritas non-Muslim seperti di Hungaria, Swedia, Inggris, Denmark, Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat (AS), polisi dan Tentara Wanita Muslimah diperbolehkan mengenakan jilbab saat bertugas. Padahal, sebagian besar penduduk di negara-negara tersebut adalah Nasrani.
Mantan Ketua MPR-RI, Hidayat Nur Wahid, menungkapkan, di Hungaria telah dibuat peraturan untuk Korps Polisi Wanita (Polwan) yang mengenakan jilbab dengan pakaian dinas yang dirancang sesuai dengan bahan dan kerudung yang serasi.
Di Australia dan Selandia Baru banyak Polwan berjilbab yang sibuk mengatur lalu lintas. Pun di Inggris, polwan berjilbab ada yang bertugas di satuan sabhara atau reskrim, tidak hanya ditempatkan di satuan lalu lintas saja. Di Denmark, mengizinkan Muslimah berjilbab untuk mengikuti pendidikan militer. AS bahkan tidak melarang sejumlah tentara wanitanya memakai jilbab ketika bertugas.
Pandangan Islam
Perempuan berjilbab menurut hukum Islam sebagaimana yang ditegaskan dalam al-Qur’an maupun Hadis, bahwa setiap Muslim-Muslimah, ketika keluar rumah untuk urusan apa saja, ke pasar, ke kantor sebagai PNS, polwan, TNI maupun profesi lainnya, mereka wajib menutup auratnya. Hal ini merupakan “identitas Muslimah” dan sebagai pelindung dari godaan-godaan syahwat lelaki yang bukan mahromnya yang dapat menjurus pada perbuatan zina yang sangat dikutuk dalam Islam. (Lihat QS.An-Nur : 32 dan QS.al-Ahzab : 59, serta Hadis tentang Menutup Aurat).
Dr. Yusuf Qaradhawi dalam bukunya yag berjudul Fiqh Prioritas menyatakan, mengenakan jilbab merupakan kewajiban yang beradasarkan nahs qath’i (dalil yang memiliki penunjukan satu hukum yang tidak bisa diarahkan pada hukum yang lain). Oleh sebab itu, bagi yang melarang berjilbab dihukumi kafir, sebab dia sudah menentang hukum yang dijelaskan dengan nash qaht’i.
Terakhir, semoga dengan HUT Bhayangkara ini, Polri sukses dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan dan pelindung masyarakat.
*Penulis adalah aktifis Muhammadiyah Kualatungkal
Sumber: http://jambiupdate.com/artikel-polwan-berjilbab--antara-uu-dan-agama.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar