(Catatan Noktah Demokrasi Jambi)
Drs. H. Navarin Karim, M.Si. |
Oleh: Drs. H. Navarin Karim, M.Si*
Perhelatan Pemilukada Kota Jambi yang diselenggarakan tanggal 29 Juni 2009 secara tentative sudah dapat diketahui hasilnya, karena hasil cepat yang disajikan oleh beberapa lembaga Survey : real count Simpatik, real count Fasha, Real count Fena, Real count Bayer, real count Pengolahan Data Elektronik (PDE) Setda Kota Jambi, Quick count Lembaga Survey Indonesia (LSI), real count Polresta Jambi. Dua hal yang hampir sama dapat diungkapkan dari hasil hitungan tersebut adalah : (1) dua pasangan yaitu Simpatik dan Fasni ditempat di posisi atas dan pasangan Fena dan Bayer pada posisi bawah. (2) Angka partisipasi masyarakat yang tidak memilih sebanyak lebih kurang 38 %.
Siapa pemenang Pemilukada kota Jambi, masih menjadi pertanyaan karena hasil hitungan dari lembaga-lembaga diatas masih bersifat tidak resmi dan ada hasil yang kontroversi, karena masing-masing lembaga tersebut mengklaim pemenang pemilukada nomor 2 dan ada pula memosikan nomor urut 3 sebagai pemenang. Pengumuman resmi KPUD kota Jambi masih ditunggu dalam beberapa hari ke depan, alih-alih beberapa pejabat propinsi, kota Jambi dan sebagian kabupaten di lingkungan Jambi telah memberikan ucapan selamat ke salah satu pasangan calon dengan dasar pengumuman yang dikeluarkan oleh PDE kota Jambi dan real count. Ada yang secara tidak langsung menyampaikan via telepon celuler dan ada pula yang lebih agresif datang ke markas pasangan calon. Secara etika politik hal ini jelas mencedarai demokrasi Indonesia karena, pejabat level Provinsi seharusnya netral dan harus sedikit bersabar, malah menunjukkan keberpihakannya untuk kepentingan politik ke depan dengan menggiring opini masyarakat seolah nomor urut 3 sudah pasti menang. Ini bisa menimbulkan konflik latent yang dapat meletus jika tidak terkendali. Walaupun secara tidak sengaja para pejabat Jambi itu menelepon secara pribadi, tapi mereka lupa bahwa kandidat-kandidat tersebut masih dikelilingi oleh wartawan dari berbagai media massa dan media elektronik.
Noktah Sedikitnya Partisipasi Pemilukada
Penulis tidak mau mengatakan data 38 % yang tidak berpartisipasi pemilu tersebut dikatakan sebagai Golput. Pemilih dikatakan golput jika alasannya adalah idiologi, misal alasannya tidak mau ikut pemilukada karena ada atau tidak pemilukada nasibnya tidak berubah. Masih ada alasan lain kenapa masyarakat tidak dapat berpartisipasi, yaitu persoalan kinerja KPUD dalam melakukan pemutakhiran data sehingga pemilih tidak mendapat DPT (Daftar Pemilih Tetap), sementara DPS (Daftar Pemilih Sementara)-pun pemilih tidak pernah mendengar kapan telah diumumkan. Persoalan lain karena persoalan ekonomi : jika mereka partisipasi jelas rezeki pemilih bisa hilang, terutama untuk kalangan masyarakat miskin. Dan factor terakhir adalah karena pemilih harus melaksanakan tugas, sehingga saat memilih tidak bisa memilih di tempat mereka berdomisili.
Solusi
Pertama. Jika tidak memilih karena alasan idiologi, maka pendidikan politik harus semakin digalakkan oleh partai politik. Sesuai UU no 2 tahun 2011 dikatakan bahwa tanggung jawab pendidikan politik telah diarahkan kepada Partai politik, bukan lagi tanggung jawab pemerintah.
Kedua. KPUD jangan lagi melakukan penyelenggaraan pemilukada pada hari libur dan pada saat siswa-siswa sekolah libur, hal ini banyak dimanfaat keluarga ke luar kota. Saran ini sudah berulang kali disampaikan, tapi KPUD seolah easy going.
KPUD juga harus lebih lebih teliti dan rapi dalam melakukan pemutakhiran data, bukti banyak terjadi hampir 50 % di masing-masing kelurahan dan RT tidak mendapat DPT, demikian juga halnya mekanisme DPS tidak pernah diumumkan ujug2 DPT.
Ketiga. Untuk persoalan ekonomi, seyogianya pemerintah memberikan uang pengganti bagi mereka yang miskin, sehingga mereka mau partisipasi. Ini sebenarnya peluang bagi tim kampanye, tim sukses dan kandidat untuk dimanfaatkan. Keempat Bagi mereka yang tidak bisa meninggalkan kerja : seperti pelayanan umum, sebaiknya di datangi oleh petugas TPS khusus. Jika perlu untuk penghitungan suara jangan dimulai jam 13.00, tapi jam 16.OO atau setelah magrib, sehingga yang berpartisipasi dapat lebih maksimal.
*Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Nurdin Hamzah dan Ketua Pelanta.
Sumber: http://jambiupdate.com/artikel-hasil-pemilukada-kota-jambi.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar