Mhd. Zaki, S.Sos., M.H. |
Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.*
Beberapa waktu yang lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Jambi Tahun 2012. Ucapan selamat pun mengalir dari pimpinan SKPD yang dimuat media massa. Hal ini, tentu sebuah kebanggaan tersendiri sebagai bagian dari masyarakat Jambi. Apalagi Pemprov. Jambi mendapat peringkat ke empat teratas nasional atas prestasi tata kelola keuangan ini.
Di satu sisi mendapatkan opini WTP adalah harapan bagi semua institusi pemerintah yang secara administrasi membuktikan bahwa institusi tersebut telah memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan . Di antaranya: kesesuaian pada standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap perundang-undangan dan efektivitas sistem pengendalian intern.Seperti diketahui pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK sejatinya dimaksudkan untuk memberikan opini apakah laporan keuangan sudah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Selanjutnya dalam hal pemeriksaan kinerja dimaksudkan untuk menilai apakah pelaksanaan suatu program atau kegiatan entitas sudah menerapkan prinsip ekonomis, efisien, dan efektif.
Dalam perjalanannya mendapatkan opini WTP ternyata bukan hanya sekadar menjadi sebuah prestasi semata, melainkan juga sebagai sebuah prestise. Baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Maka tidak heran jika antara instansi pemerintah seolah-olah berlomba-lomba ingin mendapatkan opini WTP tersebut.
Orientasi Tersembunyi
Instansi pemerintah yang mendapatkan opini WTP dari BPK pada dasarnya “diuntungkan”. Dengan kata lain akan dimuluskan jalan untuk memperoleh penambahan anggaran dari pemerintah pusat untuk tahun anggaran berikutnya. Dengan harapan anggaran pusat bisa mengalir dengan lancar ke daerah, serta proyek-proyek besar bisa berjalan tentunya.
Lalu kenapa dengan proyek? Sebenarnya sedehana saja, kenapa proyek-proyek besar itu menjadi rebutan. Sudah menjadi rahasia umum kalau yang diharapkan dari sebuah proyek pada dasarnya adalah fee. Maka sering dijumpai di lapangan ada pembagian jatah proyek. Setiap pemegang proyek akan mendapatkan fee dari proyek tersebut. Besarannya pun beragam. Semakin besar suatu proyek yang dipegang, maka semakin besar pula fee yang akan didapatkan.
Di samping itu dalam sebuah proyek pemerintah disengaja atau tidak, telah membuka peluang kolusi dan manipulasi yang jelas-jelas berpotensi merugikan negara dengan berbagai modus. Di antara modus yang biasa dilakukan adalah seperti permainan dalam penentuan pemenang tender, main mata panitia dengan pemenang tender, pemecahan proyek dengan maksud menghindari tender dan lain sebagainya.
Kalau sudah begini lagi-lagi yang akan merasakan akibatnya adalah masyarakat. Pembangunan berkualitas yang seharusnya bisa dirasakan oleh masyarakat menjadi tersandera oleh kepentingan segelintir orang.
Perlu TransparansiDalam mengelola pemerintahan diperlukan sebuah tranparansi. Khususnya dalam hal mengelola keuangan negara. Bicara masalah tranparansi, maka kita bisa lihat berapa banyak proyek yang dilakukan pemerintah yang belum mengikuti aturan yang ada. Salah satunya adalah pemasangan papan proyek yang sering luput dari perhatian. Ini adalah contoh kecil ketidakterbukaan dalam pelaksanaan sebuah proyek.
Mestinya setiap proyek fisik mencantumkan beberapa hal di papan proyek. Di antaranya berkaitan dengan pelaksana proyek, nilai anggaran proyek, volume pengerjaan, lama pengerjaan, dan lain sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat bisa tahu dan sekaligus membuka ruang agar masyarakat juga bisa ikut berperan dalam pengawasan terhadap penggunaan APBN/APBD yang nota bene adalah uang rakyat.
Seharusnya opini WTP ini bisa menjadi lecutan bagi instansi pemerintah untuk bisa bekerja secara profesional, sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Sehingga ia tidak hanya sebatas prestise semata, akan tetapi memang benar-benar lahir dari sebuah semangat dan objektifitas serta etos kerja yang positif yang dibangun dari masing-masing pribadi insitusi pemerintah untuk membangun bangsa. WTP juga harus dimaknai secara utuh, bukan sebatas wajar dalam persoalan ketertiban administrasi dan tata kelola keuangan saja. Semoga Pemprov. Jambi bisa mengimbangi daerah-daerah lain, jika tidak ingin ketinggalan jauh.
*Pemerhati Sosial, Dosen Politeknik Jambi, Owner Pustaka Ken Dee [dot] Net, Anggota Pelanta
Sumber: http://jambiupdate.com/artikel-wtp-prestasi-atau-prestise.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar