Oleh: H. Sjofjan Hasan, S.H., M. H.*
Sudah menjadi rahasia umum, sulit mengetahui peta-peta rencana kota. Terutama mereka yang tidak mempunyai akses khusus. Buntut dari keadaan ini adalah timpangnya informasi mengenai kawasan-kawasan yang diprioritaskan akan berkembang.
Melalui proses perencanaan yang transparan, setiap individu atau kelompok akan mempunyai informasi dan kesempatan yang sama mengantisipasi perkembangan suatu kawasan. Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang no.26 tahun 2007, setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang.
Dengan kata lain penataan ruang itu sendiri merupakan suatu proses dan permainan politik. Dalam pengertian tidak terlepas dari hubungan-hubungan kekuasaan. Perencanaan tata ruang merupakan suatu proses negosiasi atau pembentukan kesepakatan antara banyak aktor yang terlibat dalam pengembangan suatu kawasan atau kota. Oleh karena perencanaan pada hakekatnya adalah suatu proses negosiasi, terdapat kecenderungan masing-masing pihak akan berusaha memperjuangkan kepentingannya sebesar mungkin.
Dalam konteks ini, masyarakat berhadapan dengan berbagai pihak yang tidak selalu sejalan dengan kepentingan masyarakat.
Dasar pemikiran perencanaan pembangunan umumnya, dan perencanaan tata ruang khususnya adalah pertumbuhan ekonomi. Dalam mengejar pertumbuhan ekonomi, seringkali menimbulkan dampak yang tak terduga terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial.
Tidak menutup kemungkinan dalam penataan ruangan hanya memikirkan dan mengerjakan pertumbuhan ekonomi. Dan mementingkan kepentingan berbagai pihak atau aktor-aktor yang terlibat dalam proses perencanaan dengan tidak memperdulikan lingkungan alam.
Perencanaan tata ruang yang hanya bertumpu pada faktor pertumbuhan ekonomi, tanpa memperhatikan planologi kota, tidak menutup kemungkinan terjadi kerusakan lingkungan. Misalnya : penurunan kualitas lingkungan , kerusakan ekosistem lingkungan dan pencemaran terhadap media lingkungan, menghilangkan daerah tangkapan air, kekurangannya daerah resapan air dan pada akhirnya akan merugikan masyarakat sekitar.
Sementara itu peluang partisipasi masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang juga merupakan posisi bargaining atau tawar menawar antar berbagai pihak yang sehat dalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu ruang. Selama ini terjadi ketimpangan bahwa pemilik lahan seringkali pihak yang dirugikan dalam suatu implementasikan rencana tata ruang, terutama karena masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terhadap lahannya.
Disisi lain kewenangan dan otoritas pemerintah yang diberikan undang-undang dalam hal penataan ruang tidak selalu mau berbagi kewenangan dengan masyarakat. Hanya dengan latar belakang pencepatan pertumbuhan ekonomi dan tidak menutup kemungkinan kepentingan berbagai pihak dalam proses perencanaan mempengaruhi keputusan yang diambil pemerintah. Ini berarti telah menjadi penyalahgunaan wewenang dalam keputusan proses perencanaan tata ruang, yang dipengaruhi oleh kepentingan berbagai pihak atau aktor yang terlibat dalam praises perencanaan. Sementara hak masyarakat dalam penataan ruang terabaikan, akibat lebih lanjut apabila terjadi masalah maka masyarakat jadi korban keputusan yang salah atau penyalahgunaan wewenang atau otoritas yang diberikan undang-undang kepada pemerintah.
Penataan ruang tidak terlepas dari proses politik, artinya banyak kepentingan yang terlibat. Maka dalam hal ini pemerintah yang mempunyai wewenang dan otoritas akan dipengaruhi dalam mengambil keputusan. Sementara posisi masyarakat dalam proses pada tataran implementasi undang-undang sangat lemah, maka akan terjadi penyalah gunaan wewenang oleh pemerintah dalam perencanaan tata ruang, dan pada gilirannya masyarakan akan terjadi korban. Hak masyarakat dalam penataan ruang meskipun dijamin secara hukum dan moral bukanlah merupakan suatu yang bersifat otomatis dan akan berlangsung dengan lancar. Hak masyarakat harus terus diperjuangkan, oleh karena karena pihak-pihak lain maka pemerintahpun tidak selalu mau berbagi kewenangan dan otoritas mereka kepada masyarakat.
Mudah-mudahan penataan tata ruang di provinsi Jambi dapat bermanfaat baik bagi pemerintah, maupun masyarakat. Dengan kata lain seberapa jauh pemerintah menjalankan kewenangannya untuk melakukan penataan ruang dan seberapa jauh masyarakat mendapat hak dalam pemanfaatan ruang.
Kita semua menitip pesan kepada calon walikota dan bupati yang terpilih nantinya, atupun pemegang kekuasaan di provinsi Jambi agar membangun Jambi ke arah yang lebih baik dengan tetap berpedoman pada UU No.26 tahun 2007. Dimana dalam pasal 7 ayat (1) yang menyebutkan Negara menyelenggarakan penata ruang untuk sebesar-beasarnya kemakmuran rakyat. Tentang pemanfaatan ruang pasal 65 ayat (1) menyebutkan bahwa penyelenggaraan penatan ruang di lakukan pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat. Pasal 65 ayat (2) menjelaskan partisipasi masyarakat dalam penataan ruang sejak dari perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
*Pengamat Hukum dan Pemerintahan, Ketua STIE Muhammadiyah Jambi, Anggota Pelanta Jambi).
Sumber: http://jambiupdate.com/artikel-political-perencanaan-tata-ruang.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar