Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Sabtu, 01 Juni 2013

Kenaikan BBM Dimata Ekonomi Islam

Muhammad Haramen
Oleh: Muhammad Haramen*
Akhir-akhir ini isu kenaikan BBM santer lagi di tengah-tengah kita.  Mulainya pemerintah akan menerapkan dualisme harga BBM. Dimana harga BBM untuk kendaraan pribadi, dibedakan dengan harga BBM untuk kendaraan umum dan roda dua.
Karena dinilai tak efektif, kebijakan tersebut akhirnya buyar. Dan terakhir Menteri PPN/Kepala Bappenas, Prof. Dr. Armida Alisjahbana menyebutkan pemerintah berencana menerapkan harga tunggal untuk kenaikan BBM yakni kisaran Rp. 6.000 – 6.500 per liter untuk premium. Hanya saja, sampai sekarang belum diputuskan oleh pihak pemerintah.
Meski belum diputuskan, namun reaksi di tengah masyarakat sudah demikian santer. Bahkan sudah mulai ada yang demo. Inflasi kebutuhan pokok mulai terjadi. Dan tak kalah menariknya, kesempatan ini juga dimanfaatkan sebagian politisi untuk menarik simpati masyarakat dengan cara kontra terhadap kebijakan kenaikan BBM itu. Bagi pemerintah tentunya kebijakan ini termasuk kebijakan tak populis jika dikaitkan dengan Pemilu 2014. Dan bisa saja, isu kenaikan BBM ini berimbas kepada perolehan suara partai berkuasa.
Terlepas dari pro dan kontra kenaikan harga BBM yang terjadi, opini  ini hanya sedikit memberikan cara pandang ekonomi Islam terhadap persoalan tersebut. Dalam pandangan ekonomi Islam, pasar harus berdiri dengan prinsip persaingan bebas. Namun demikian bukan berarti bebas se bebasnya, akan tetapi kebebasan yang tetap mengikuti aturan syariah.
Pasar tidak mengharapkan adanya intervensi dari pihak manapun, tak terkecuali negara. Dengan demikian, pemerintah tidak memiliki wewenang untuk melakukan intervensi terhadap harga pasar dalam kondisi normal. Ibn Taimiyah  mengatakan jika masyarakat melakukan transaksi jual beli dalam kondisi normal tanpa ada distorsi. Namun, karena sedikitnya penawaran, maka ini merupakan kehendak Allah. Syekul Islam ini membolehkan, pemerintah melakukan intervensi  pada  empat hal. (1) barang dan jasa yang dapat mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Artinya, komoditi yang dianggap penting perlu diintervensi pemerintah. Seperti kebutuhan pokok, beras dan lain-lain.
(2) Kemudian, pemerintah juga boleh melakukan intervensi, ketika ada monopoli atau penimbunan terhadap harga barang. 
(3) terjadi keadaan al hasr (pemboikotan), di mana distribusi barang hanya terkonsentrasi pada satu penjual atau pihak tertentu.
(4) terjadi koalisi dan kolusi antar para penjual. Ketetapan intervensi di sini untuk menghindari kemungkinan terjadi fluktuasi harga.
Dari pandangan Ibnu Taimiyah diatas, dapat disimpulkan kenaikan harga BBM, sudah sewajarnya terjadi. Karena, BBM bukanlah komoditi makanan pokok. Jikapun tak menggunakan BBM, masyarakat masih bisa hidup.  Gejolak kenaikan BBM yang terjadi selama ini, karena pemerintah terlalu mengintervensi harga. Andaikan tidak ada intervensi harga, pasti gejolak masyarakat bisa ditekan.
Kemudian juga kenaikan BBM adalah mengikuti harga pasar dunia. Artinya, kenaikan yang terjadi tersebut, bukan karena ada penimbunan, monopoli dan nepotisme kalangan pedagang. Tapi memang sudah mekanisme pasar. Jika pemerintah ingin menurunkan harga BBM, pemerintah harus mensupplai sejumlah BBM di Indonesia. Karena dengan semakin banyak supply, dan jumlah permintaan lebih sedikit, maka harga akan turun dengan sendirinya.  Tapi, pemerintah juga harus memberikan stimulus ekonomi serta jaminan sosial kepada mereka yang tak punya. Karena ajaran Islam juga mewajibkan menyantuni orang yang tidak mampu. Demikianlah semoga bermanfaat.
*Pimpinan Redaksi Jambi Ekspres

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Space 2

Space 2