Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Minggu, 05 Mei 2013

Sistem Indent

Drs. H. Navarin Karim, M.Si.
(Kasus Penerimaan  Mahasiswa dan Siswa)
Oleh : Drs. H. Navarin Karim, M.Si.*
Jika mau beli mobil dan menjelang pesanan mobil datang kita diwajibkan membayar uang indent. Pola ini nampaknya sudah pula diterapkan di salah satu  di perguruan swasta di Jambi, dengan justifikasi akan lebih diperhatikan. Ada calon mahasiswa yang lulus murni tanpa uang indent, namun ada pula yang diterima karena uang indent. 
Besaran nominal uang indent ini telah ditetapkan oleh Perguruan Tinggi tersebut. Berdasarkan hasil investigasi, ternyata mereka yang menggunakan cara indent ini kemungkinan lulus lebih besar. Sebenarnya pola penerimaan ini agak lebih kasar ketimbang cara yang pernah dilakukan oleh Universitas swasta di Yogyakarta (baca: Universitas Islam Indonesia).

Di Perguruan Tinggi tersebut tidak menetapkan patokan uang indent, tapi mereka lebih halus caranya yaitu menyerahkan kepada calon mahasiswa untuk menetapkan sendiri berapa sumbangan sukarela untuk pembangunan yang akan diberikan. Tapi, besaran uang sumbangan tidak jaminan bahwa calon mahasiswa pasti diterima. Jika calon mahasiswa berada pada batas ambang nilai ternyata ada beberapa orang nilainya sama, maka mereka yang menyumbang uang lebih besarlah yang akan diterima. Artinya sumbangan adalah second. 

Hal yang mengagetkan penulis yaitu di sebuah SMP ternama di Jambi menjembatani praktek SMA Taruna Nusantara Magelang dalam melakukan pola indent. SMA Nusantara ini dahulu dibiayai Negara, sekarang statusnya murni sekolah swasta. Tidak tanggung-tanggung uang indent yang ditetapkan adalah Rp. 100 juta. Fantastis bukan? Hampir sama dengan masuk fakultas kedokteran kelas mandiri saja. Memang diberi juga kesempatan kepada mereka yang tidak mampu financial untuk kompetisi mendapatkan bangku di SMA Taruna Nusantara tersebut. Bagi anak yang tidak mampu dan ukuran PNS yang tidak pandai korupsi,  uang Rp. 100 juta tersebut bukanlah gampang untuk disiapkan. Akibatnya anak yang berasal dari orang tua tidak mampu dan tidak pandai korupsi ini sudah minder dahulu, dan terbukti mereka yang tidak lulus adalah anak-anak yang tanpa indent. Jadi memberikan kesempatan kompetisi hanya basa basi saja. 

Dampak Indent
Bagi anak yang berasal dari orang tua yang tidak mampu dan tidak pandai korupsi, mereka akan kehilangan kepercayaan dan menjadi apatis sehingga semangat belajarnya jadi luntur. Untuk apa belajar sungguh-sungguh, tokh yang diterima di sekolah ternama dan jadi  PNS tokh lebih besar peluang anak-anak pejabat dan orang-orang kaya. 

Anak-anak yang lulus dengan system indent ini kalau sudah jadi pejabat punya potensi jadi koruptor, karena yang bersangkutan akan hitung-hitung dulu ketika masuk SMA saja sudah dikenakan biaya besar. Demikian juga untuk tamatan fakultas kedokteran dengan system indent (kelas mandiri) ini akan sangat berbahaya, karena mereka pasti akan lebih komersil ketimbang kelas reguler. Makin sengsaralah masyarakat miskin dan mereka akan semakin jauh dari pemerataan pembangunan.

Perlu Konsistensi
Percuma saja Kementerian Pendidikan Tinggi telah menatar ratusan dosen sebagai pengampu mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi dan  menganjurkan agar sekolah dan Perguruan Tinggi mencantumkan kurikulum “Pendidikan Anti Korupsi” (PAK), kalau Kementerian Pendidikan Tinggi seolah-olah pejam mata dengan persoalan praktek system indent di SMA dan Perguruan Tinggi. Sitir istilah Buya Syafei Maarif : antahlah yuang. 

*Penulis adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (STISIP) Nurdin Hamzah Jambi,  Ketua Pelanta (Komunitas Penulis Jambi) dan  lulusan angkatan pertama  Pengampu Mata Kuliah PAK.
Dimuat di Opini Harian Jambi Ekspres, Sabtu, 4 Mei 2013






Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Space 2

Space 2