Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Jumat, 31 Mei 2013

Peran Keterbukaan Publik untuk Mendorong Partisipasi Masyarakat dan Demokratisasi

Drs. Mursyid Sonsang
Oleh: Drs. Mursyid Sonsang*
Pasca lengsernya Soeharto dan munculah era reformasi, masyarakat mendesak dibentuknya pemerintahan yang bersih dari KKN. Partisipasi masyarakat untuk bersuara dan ikut mengontrol jalannya pemerintahan dibuka selebar-lebarnya. Namun ketika itu belum ada payung hukum yang jelas untuk mengatur kebebasan tersebut.
 
Salah satu regulasi yang didesak dan sangat ditunggu masyarakat adalah Undang-Udang Keterbukaan Publik.  Pada tahun 2001 DPR periode  1999 – 2004 mengajukan RUU KIP (dulu KMIP/Kebebasan Memperoleh Informasi Publik) namun belum berhasil disepakati.  Kemudian RUU ini dibahas kembali oleh DPR periode 2004-2009 .
 
Lamanya pembahasan RUU KIP karena harus menjernihkan beberapa isu krusial dan subtansial seperti definisi badan publik, batasan informasi publik yang bisa dirahasiakan dan informasi apa yang bisa dibuka ke publik, serta sanksi denda bagi lembaga penyedia informasi publik dan masyarakat selaku pengguna. Akhirnya Undang-Undang ini disahkan oleh Presiden SBY  pada tahun 2008.
Kehadiran Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik diharapkan dapat merubah budaya ketertutupan (culture of secrecy) menjadi budaya yang terbuka sehingga berbagai penyelewengan dapat diminimalkan kejadiannya. Namun hak masyarakat untuk memperolah informasi dari badan publik masih jauh dari harapan, sebagian disebabkan ketidakmauan untuk bersikap terbuka dari pimpinan badan publik atau pengambil kebijakan, dan kurangnya kemampuan untuk menyajikan informasi publik yang baik dan benar. Meski telah diundangkan, tidak otomatis UU KIP diterima dan dilaksanakan sepenuhnya. Terdapat berbagai kendala besar, diantaranya :
 
Undang-Undang KIP Belum Banyak Diketahui Masyarakat
Hampir lima tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ini masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang undang-undang ini. Padahal pelibatan masyarakat melalui keterbukaan informasi publik akan mendorong pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah dan badan publik ke arah lebih baik. Banyak contoh kasus korupsi besar di tanah air bermula dari tidak adanya keterbukaan pemerintah dan rendahnya kontrol dari masyarakat seperti  kasus Proyek Hambalang, dan Simulator SIM.
 
Belum Maksimalnya Lembaga Negara dan Badan Publik Menerapkan UU KIP
 Penilaian tentang tidak maksimalnya penerapan UU KIP ini telah disampaikan sejumlah organisasi masyarakat sipil seperti MediaLink, KontraS, Yappika, Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesian Parliamentary Center (IPC), Indonesia Budget Center (IBC) dan Yayasan Tifa.
Lemahnya implementasi UU KIP bisa terlihat dari data Komisi Informasi Pusat pada tahun 2011 dimana baru 29 persen Badan Publik tingkat Pusat yang membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Hasil pemantauan terhadap kepatuhan penyediaan informasi berkala memperlihatkan sebagian besar Kementerian/Lembaga belum melakukan penyesuaian isi situs mereka berdasarkan jenis-jenis informasi berkala seperti yang diatur dalam UU KIP dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik.
Masih menurut data KIP, hanya sembilan Kementerian/Lembaga yang mencapai skor di atas 50 persen untuk penyediaan informasi secara berkala. Sementara pada level daerah, hanya ada tujuh dari 33 Pemerintah Provinsi yang mencapai skor di atas 50 persen untuk kategori penyediaan informasi berkala dan pembentukan Komisi Informasi Provinsi.
 
Mengacu kepada UU KIP, untuk menerapkan pemerintahan yang terbuka dan transparan, ada lima kewajiban yang perlu dilaksanakan badan publik; menunjuk PPID, menyusun daftar informasi publik dan melakukan uji konsekuensi atas informasi yang dikecualikan, membuat standar operasional prosedur pelayanan informasi dan mengalokasikan anggaran pelayanan informasi publik.
Penunjukan/pembentukan PPID di setiap badan publik sesungguhnya tidak terlalu sulit karena staf yang ditunjuk berasal dari instansi itu sendiri, hanya saja perlu peningkatan keahlian/skill dalam menata informasi dan mengemasnya. Kekhawatiran akan bocornya informasi yang sifatnya masih “mentah” dapat diantisipasi dengan memperkuat fungsi Kepala badan publik tersebut dalam mempertimbangkan informasi apa yang bisa dibuka dan yang tidak bisa/belum bisa dibuka, yang tentunya semuanya harus mengacu kepada UU KIP. Untuk memenuhi ini perlu adanya kemauan politik para pimpinan untuk bersifat terbuka, responsif dan akuntabel.
 
Lemahnya  SDM dan Sarana Pendukung PPID
Kelemahan SDM yang sangat terasa saat ini adalah (1) kurang komprehensifnya pendokumentasian informasi khususnya menyangkut aktivitas dan output kinerja badan publik, (2) informasi belum dihargai sebagai suatu sarana untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat, (3) kurang tertatanya system administrasi organisasi sehingga aliran informasi pun menjadi tidak lancar, (4) lemahnya sistem manajemen informasi sehingga mekanisme “retrieving” terhadap informasi untuk pelayanan publik sering mengalami kesulitan, (5) belum adannya standar baku bagi kualitas mekanisme layanan informasi serta (6) masih tersistematiknya proses penananganan layanan informasi masyarakat, baik ditingkat pusat, tingkat daerah, maupun antara pusat dan daerah.
 
Setiap badan pemerintah sudah seharusnya merumuskan program kerja yang jelas terkait informasi yang bisa dilepas kepada masyarakat dan jadwal pelaksanaannya sehingga langkah-langkah untuk memenuhi kewajiban dalam UU KIP dapat dipantau serta dievaluasi di setiap akhir tahun anggaran. Mendorong staf PPID untuk bekerja lebih baik dan meningkatkan kemampuannya dalam mengelola dan menyajikan informasi juga tidak boleh diabaikan.
 
Badan publik yang telah berusaha memenuhi standar KIP, selayaknya diberikan penghargaan dan sebaliknya peringatan bagi yang melalaikan kewajiban sebagaimana tercantum dalam UU KIP.
 
*Penulis Drs. Mursyid Sonsang adalah Pemred Infojambi.com dan alumus PPSA Lemhannas tahun 2012 angkatan XVIII

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Space 2

Space 2