Citra Darminto, S.I.P., M.I.P. |
Ketika seseorang kehilangan hartanya, sebenarnya ia tidak kehilangan apapun, ketika ia kehilangan kesehatannya, ia baru kehilangan sesuatu. Akan tetapi ketika ia kehilangan karakter, ia pasti kehilangan semuanya.
Pendidikan bukan sekedar usaha untuk mencerdaskan anak bangsa di bidang akademik, melainkan harus dapat membentuk kepribadian peserta didik sehingga menjadi generasi yang cerdas dan berakhlak mulia. Suatu bangsa akan menjadi besar jika generasinya memiliki karakter yang baik dan pembentukan karakter ini hanya akan terjadi melalui proses pendidikan. Menyadari hal tersebut, Penulis menyadari sepenuh bahwa pembangunan karakter dalam proses pendidikan sangat dibutuhkan, karena diharapkan akan mampu mencetak insan-insan berkualitas baik dari segi moral, akademis, dan sosial.
Pendidikan karakter di Perguruan Tinggi berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Pendidikan karakter menjadi isu utama pendidikan saat ini, karena diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam menyukseskan Indonesia Emas 2025. Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi daripada pendidikan moral karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah.
Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang yang baik sehingga mahasiswa menjadi paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Dari sudut pandang lain bisa dikatakan bahwa tawaran istilah pendidikan karakter datang sebagai bentuk kritik dan kekecewaan terhadap praktek pendidikan moral selama ini. Karena itulah terminologi yang ramai dibicarakan sekarang ini adalah pendidikan karakter (character education), bukan pendidikan moral (moral education) meskipun secara substansial keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipil.
Pendidikan selama ini berangkat dari asumsi yang keliru, yaitu bahwa semua problem di dunia ini telah diketahui dan guru mengetahui cara pemecahannya. Setelah itu, pendidikan dianggap selesai. Kini, persoalannya adalah bagaimana hubungan antara pedidikan karakter dengan mata pelajaran? Keduanya tetap diperlukan dan harus saling melengkapi. Dalam pengembangan pendidikan karakter, seharusnya mata pelajaran dipahami sebagai alat dan pesan (as medium and message), yaitu sebagai wahana pembudayaan dan pemberdayaan individu.
Guru harus sadar bahwa pembahasan materi diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami, menggali berbagai sumber informasi dan menganalisisnya untuk menyempurnakan pemahaman tersebut, mengomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain, serta memahami bahwa fenomena seperti itu tidak lepas dari peran Sang Pencipta. Selain untuk mencetak alumni yang berkualitas, pendidikan berbasis pembangunan karakter juga memiliki program dalam pengembangan pembelajaran. Pembelajaran dalam artian ini menyangkut dua aspek, yaitu belajar dan membelajarkan. Prinsip dan pendekatan pengembangan pendidikan karakter di kampus secara prinsipil, pengembangan karakter tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam semua matakuliah, baik teori maupun praktikum, pengembangan diri mahasiswa, dan budaya kampus.
Prinsip pembelajaran di kampus yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan agar mahasiswa mengenal dan menerima nilai-nilai dan karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, mahasiswa belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat.. Kedepan di harapkan kampus bisa menjalankan prinsip-prinsip sebagai berikut: Pertama, berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang dimulai dari awal mahasiswa mengikuti PKPT (Pengenalan Kehidupan Perguruan Tinggi) sampai sidang wisuda. Kedua, melalui semua mata kuliah, pengembangan diri, dan budaya sekolah menyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata kuliah, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Ketiga, proses pendidikan dilakukan mahasiswa secara aktif dan menyenangkan. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan kampus dalam nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh mahasiswa, bukan dosen. Dosen menerapkan prinsip tut wuri handayani dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
*Dosen dan Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi Ilmu Politik (STISIP) Nurdin Hamzah Jambi serta anggota Pelanta.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar