Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Rabu, 24 April 2013

Perempuan dan Kebebasan

H. Hermanto Harun, Lc., M.H.I., Ph.D.

(Refleksi Hari RA Kartini)

H. Hermanto Harun, Lc., M.H.I., Ph.D.*
Perempuan, suatu makhluk yang cukup banyak mendapat porsi bahasan dan pengkajian, baik dalam perspektif agama maupun sosial. Diskursus tentang entitas perempuan dalam dinamika zaman senantiasa menjadi headline di ruang publik. Seakan keberadaan perempuan di jagad ini menjadi sebuah misteri yang selalu menarik perhatian, sehingga perbincangan tentang perempuan seperti derasan air mengalir yang tak kunjung sampai muara.


Dinamika makhluk Tuhan yang beridentitas perempuan senantiasa online mengiringi irama sejarah, dan hampir semua fase sejarah mendokumentasikan keberadaan dan prilaku perempuan pada zamannya. Dari peristiwa yang heroik sampai miris, dari yang romantis sampai sadis, dari cinta sampai benci, semuanya hampir tidak pernah meninggalkan cerita peran kaum Hawa. Teatrikal perempuan di atas panggung sejarah tak jarang mengukir prestasi gemilang, baik sebagai penyelamat, pendukung dan bahkan pendongkrak lawan jenisnya (laki-laki), disamping juga tidak luput dari prestasi malang sebagai penjerumus dan perusak zaman. Itulah realitas perempuan yang sampai sampai saat ini masih menjadi hot issue dalam bincang ilmuwan.

Sebenarnya entitas perempuan sebagai makhluk Tuhan dimuka bumi ini merupakan aksioma ilahiyah yang harus ada, sebagai wujud logis sarana regenerasi manusia. Namun perjalanannya dalam sejarah, entitas perempuan seringkali dipandang sebelah mata, bahkan menyandang stigma kelas dua dari kaum Adam. Stigma ini bahkan telah berakar dari warisan peradaban yang pernah berdiam di bumi. Atas asumsi itulah, para ilmuan menyatakan bahwa ada tiga fase yang dilalui oleh kaum perempuan. Pertama. Fase al-Ihanah (penghinaan). Kaum perempuan dipandang sebagai sampah, barang dagangan yang diperjual-belikan di pasar, sesuatu yang diwarisi dan dikawini sesuai kemauan kaum lelaki. Musthafa Husni al-Siba'iy menulis dalam bukunya al­Mar'ah Bain al-Fiqh wa al-Qanun, bahwa dalam masyarakat Yunani kuno, kaum perempuan dilarang untuk belajar. Wanita menjadi barang najis dari kotoran Syetan. Hal yang sama juga terjadi dalam anggapan bangsa Romawi. Mereka memposisikan kaum perempuan pada kedudukan yang sangat hina dan tidak memiliki hak atas harta kekayaan. Kedua. Fase al-Takrim (penghormatan). Kaum perempuan dipandang sebagai maha dewi yang disembah dan dipuja. Kaum Hawa hanya dijadikan `benda' pelepas hawa nafsu laki-laki bangsawan dan hartawan. Nilai dan harga perempuan hanya diukur dengan kualitas fisik an sich. Ketiga. Fase Al-Taswiyah (kesetaraan). Kaum Hawa disamakan dengan kaum Adam. Terjadinya gerakan emansipasi yang menyetarakan kedua jenis manusia ini dalam segala hal.

Ketiga fase di atas merupakan gambaran kelam potret status kaum perempuan dalam lintas sejarah. Masa kelam peradaban manusia yang meletakkan makhluk yang berkelamin perempuan pada posisi yang tidak manusiawi itu, turut andil dan terus mencengkram paradigma budaya tentang posisi dan status kaum Hawa saat Bahkan, terkadang agama juga diasumsikan sangat berperan dalam menegasikan kaum wanita dari kawasan makhluk Tuhan yang terhormat. Agama dianggap sebagai `biang kerok' yang berfungsi sebagai jeruji besi bagi kaum wanita. Agama dituduh sebagai belenggu yang mengikat kebebasan, memenjarakan kemerdekaan dan mengungkung kaum Hawa dalam teks-teks dogmatif yang penuh tendensi. Agama juga dicurigai selalu memihak pada hegemonitas kaum Adam dalam interpretasi instruksi Tuhan dalam kitab suci-Nya. Sehingga, saat ini, gerakan perlawanan yang berbasis gender dari kaum feminis seakan menemukan mementumnya untuk berteriak tentang kebebasan, bahkan sampai `mendemontrasikan' dan mengkritik hak proregatif Tuhan.

Teriakan pembebasan dari kungkungan doktrin agama yang dipelopori Barat memang sedikit beralasan, mengingat konsep mereka tentang wanita secara etimologis disebut female. Kata ini berasal dari bahasa Yunani femina' yang berarti fides, faith (kepercayaan atau iman). sedangkan 'mina' berasal dari kata 'minus' yang berarti kurang. Jadi femina artinya adalah seseorang yang imannya kurang (one with less faith). Karena itu, penulis Jerman abad ke 17 seperti yang dikutip Philip J. Adler dalam bukunya World Civilizations, mengatakan, it is a fact that women has only a weaker faith (in God). Adalah fakta bahwa wanita itu lemah dalam kepercayaannya kepada Tuhan. Tidak hanya itu, keberadaan wanita juga disamakan dengan makhluk jahat. Therefor, the female is evil by nature (karena itu, wanita memang secara alami merupakan makhluk jahat).

Meluruskan Pembebasan
Pembebasan kaum perempuan dari belenggu dogma agama terus menggenderang di ruang gaung wacana. Selanjutnya diterjemahkan dalam pelbagai even dan slogan yang mengusung tema-tema kebebasan. Gerakan emansipasi, kesetaraan gender, feminisme, miss universe dan adagium lainnya seringkali menjadi topeng dari gerakan kebebasan yang diteriakkan kaum Hawa saat ini. Meskipun, adagium kebebasan yang diterjemahkan itu tidak memiliki batas nilai yang sesuai dengan norma agama dan etika. Hingga, entitas kebebasan harus selalu didudukkan dalam ruang relativisme dan humanisme.
Ketika kebebasan kaum perempuan tadi diletakkan dalam bingkai relativisme yang tidak memiliki `kepastian nilai' seperti yang telah ditetapkan agama, maka yang terjadi adalah bencana dan kehancuran moral. Sebab semua perilaku asusila seperti seks bebas, kumpul kebo, prostitusi akan selalu beralibi pada kebebasan. Sebagai efek dominonya dalam konteks kedisinian, hal-hal yang dianggap cela dan hina dalam pandangan masyarakat, sekarang justru menjadi trend dan modern, seperti hubungan seks pra nikah, ciuman bagi remaja dan banyak lagi lainnya. 

Sekedar untuk direnungi sebagai akibat dari adagium kebebasan perempuan, dari data yang menyebutkan bahwa 85 persen remaja umur 15 tahun berhubungan seks bebas dan hampir 50 persen remaja perempuan Indonesia melakukan hubungan seks diluar nikah. Hasil survei Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyatakan pula, sebanyak 85 persen remaja berusia 13-15 tahun mengaku telah berhubungan seks dengan pacar mereka.
Gendrang kebebasan kaum Hawa saat ini agaknya layak untuk didudukkan kembali sesuai kodratnya sebagai makhluk Tuhan yang mulia. Jika tidak, maka bencana moral akan senantiasa mengancam bangunan sendi-sendi sosial masyarakat. Karena, adagium kebebasan saat ini hanya bentuk lain dari produk budaya masa lampau yang menghinakan kaum perempuan. Kalau dulu bentuknya penindasan dan diskriminasi, sekarang paradigma pembebasan berujung pada eksploitasi fisik wanita untuk kepentingan-kepentingan ekonomi, politik, hukum dan bahkan kekuasaan. Kaum wanita terpenjarakan dalam ruang hendonistik dan lautan syahwat yang berkedok kebebasan.

Pembebasan kaum Hawa harus merdeka dari kepentingan kapitalistik yang mengekploitasi kecantikan tubuh wanita. Pembebasan harus bertolak dari norma agama yang sudah menempatkan wanita pada posisi yang sangat mulia, terpuji dan terhormat. Hal ini terlihat dari penempatan wanita sebagai bagian dari nama surat (al-Nisa) dalam kitab suci al-Qur'an, juga dengan analogi yang telah di ungkapkan oleh nabi Muhammad SAW kepada wanita sebagai imad al-bilad (tiang negara).Barangkali inilah yang dinginkan oleh RA Kartini dalam karyanya Habis Gelap Terbitlah Terang. Namun jika tidak, maka yang terjadi justru habis gelap terbitlah kelam. wallahu alam.

*Dosen Fakultas Syariah LAIN STS. Anggota Komunitas Penulis Jambi (Pelanta)

2 komentar :

  1. maka seyogya yang menjadi tokoh kebangkitan perempuan kita bukan kartini, tapi Sultanah Safiatuddin atau Siti Aisyah dari Sul-Sel dimana jelas keduanya lebih maju daripada kartini.baik secara inteletual maupun spritual. bila mereka yang dicontoh perempuan Indonesia, Insha Allah perempuan kita tdk akan mudah tergoda oleh bujukan berbisa atas nama gender.

    BalasHapus
  2. Tentunya akan sangat bergantung bagaimana kita nantinya bisa membuktikan dengan bukti-bukti sejarah yang bisa dipertanggungjawabkan.

    Salam hangat dari kami....

    BalasHapus

Space 2

Space 2