Noprizal, S.H.I. |
Oleh: Noprizal, S.H.I.*
Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk pengguna mobil pribadi digadang-gadangkan dimulai pada 05 Mei 2013 mendatang. Hal itu tentunya sudah diketahui oleh semua warga Indonesia, tak terkecuali para penimbun BBM yang selama ini mengeruk keuntungan setiap hari dari BBM tersebut. Kenaikan yang akan diberlakukan kali ini hanyalah untuk mobil pribadi, tidak berlaku untuk angkutan umum dan sepeda motor. Kenaikan seperti ini tentunya akan menjadi tugas baru bagi pemerintah agar tidak terjadi penyimpangan BBM yang seharusnya mudah didapat dan terjangkau oleh kalangan masyarakat hingga ke lapis bawah.
Pemerintah sendiri, sebelum membuat keputusan untuk menaikkan harga BBM sudah mengkaji secara mendetail semua persoalan terkait titik-titik lemah pengawasan dan penyimpangan yang terjadi selama ini hingga berakibat kepada menjamurnya pedagang eceran di depan pelbagai SPBU. Itu terjadi tidak terlepas dari longgarnya pengawasan selama ini. Apalagi kenaikan yang memunculkan disparitas harga yang cukup besar. Sudah barang tentu, celah dan usaha untuk melakukan penyimpangan akan semakin parah..
Meski seribu langkah antisipasi diberlakukan, namun kemungkinan akan terjadinya penyimpangan pasti terjadi, kecuali mata rantai dari penyimpangan ini benar-benar diputus dan sama-sama berpikir untuk kepentingan masyarakat pengguna BBM secara luas.
Para pedagang pengecer akan memanfaatkan kenaikan harga BBM untuk mobil pribadi ini dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan BBM di SPBU lantas menjual BBM yang didapatkannya tersebut kepada pengguna mobil pribadi dengan harga di bawah harga resmi di SPBU untuk mobil pribadi. Fenomena ini menjadi sebuah persoalan baru yang akan timbul dengan kenaikan harga BBM untuk mobil pribadi ini. Bahkan akan terjadi adu cepat antara langkah antisipasi dan pengawasan pemerintah serta atas perilaku-perilaku penimbun yang sudah bisa dipastikan memiliki seribu jurus dan langkah untuk tetap melakukan penimbunan.
Tidak mustahil pada masa yang akan datang, mobil bernopol kuning akan berubah fungsi menjadi pengantri BBM, begitu juga dengan motor yang telah dimodifikasi tangkinya hingga mampu menampung 100 liter BBM. Semua bisa terjadi dan tidak akan mustahil jika pihak SPBU dan pengawas tidak tegas menerapkan aturan yang diberlakukan.
Ada beberapa catatan khusus yang sepertinya harus menjadi perhatian. Pertama adalah dengan mengawasi pembelian BBM untuk mobil bernomor polisi kuning dan motor berlebihan dalam jumlah banyak melebihi dari kapasitas tangki normal. Setiap SPBU, harusnya sudah dilengkapi dengan Sensor Early Warning, sehingga jika satu kendaraan yang melakukan pengisian BBM sudah melebihi ukuran normal maka alat tersebut akan berbunyi dengan sendirinya, sehingga tidak akan ada satupun kendaraan yang telah melakukan modifikasi tangki, bisa lolos mengisi BBM melebihi ukuran normal tangki kendaraannya tersebut.
Kedua: Melakukan kontrol secara online terhadap setiap kendaraan yang melakukan pengisian BBM, minimal untuk satu kota/kabupaten. Misalnya di satu kota/kabupaten terdapat dua SPBU, jika telah di data sudah melakukan pengisian BBM di SPBU A, maka di SPBU B kendaraan tersebut tidak bisa melakukan pengisian BBM. Hal ini bertujuan agar satu kendaraan tidak bisa melakukan pengisian ulang BBM setelah memindahkan BBM yang telah diisinya di SPBU pertama. Apabila tidak dilakukan secara online, maka satu kendaraan tetap bisa melakukan pengisian BBM hingga 3 sampai 4 kali dalam satu hari, dengan cara berpindah ke SPBU yang lain pada satu kabupaten atau kota, atau di SPBU yang sama dengan menunggu pergantian petugas SPBU.
Ketiga: Pemerintah juga harus berani memberantas pembelian BBM dengan menggunakan jeriken. Meski ada beberapa pengecer yang telah resmi memiliki izin untuk menjual BBM eceran, namun praktik di lapangan masih banyak oknum yang melakukan pengisian BBM dengan menggunakan jeriken tanpa izin, bahkan penulis pernah menemukan salah satu SPBU yang antrian jerikennya mencapai ratusan dan hingga beberapa jam jumlah jerikennya bertambah banyak, dan di depan SPBU tersebut terdapat puluhan penjual BBM eceran yang menjajakan jeriken yang dibawa dari dalam SPBU.
Keempat: semua pihak terkait yang terlibat dalam persoalan ini, untuk benar-benar melaksanakan tugasnya masing-masing sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan sama sekali tidak memanfaatkan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan. Saat ini tidak sedikit tudingan yang menyebutkan keterlibatan orang dalam. Bahkan tidak pula jarang, ada pengakuan kepada media, tentang adanya uang pelicin untuk setiap pengisian jeriken atau kendaraan dalam jumlah besar yang melebihi kapasitas tangki sebuah kendaraan.
Kelima: Pemerintah juga jangan menutup mata dengan kian menjamurnya pedagang eceran yang menjajakan puluhan jeriken pada setiap pedagang. Semakin menjamurnya pedagang eceran tanpa izin tersebut tentunya akan semakin menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap keseriusan pemerintah dalam kelangkaan BBM. Apalagi pedagang eceran yang kian menjamur tepat berada di depan SPBU, sementara SPBU dalam keadaan tertutup karena kehabisan stok BBM. Meski pernah dilakukan penertiban, itupun ibarat simulasi, aparat pergi, pedagangpun kembali menjamur.
Saat ini, antrian panjang sudah terjadi di mana-mana, tak terkecuali di semua SPBU yang ada di Provinsi Jambi. Kepanikan pengguna mobil pribadi terhadap kenaikan harga ditengarai menjadi salah satu penyebab panjangnya antrian tersebut.
Namun, jika pada waktunya kenaikan telah mulai diberlakukan, namun antrian di setiap SPBU masih saja seperti saat ini, itu adalah pertanda pemerintah kembali kalah dalam adu cepat melawan ulah dan taktik para penimbun BBM yang selalu mengakali agar semua BBM habis dibelinya setiap hari, dan dengan bebas menjual BBM eceran di sepanjang jalan di depan SPBU yang ada di Provinsi Jambi, seperti yang terjadi saat ini dan beberapa kali sebelumnya setelah kenaikan harga BBM.
Semua pejabat dan aparat pun dituntut untuk menjadi tauladan, agar tidak ada kutukan dari masyarakat garis bawah kepada para pejabat dan aparat yang tidak memberikan contoh positif dalam persoalan BBM di tanah air, khususnya di semua wilayah di Provinsi Jambi ini.
*Penulis adalah anggota Forum Komunikasi Penulis Jambi, Pelanta.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar