Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Sabtu, 27 April 2013

Lelang Bangku Pendidikan Perguruan Tinggi Negeri (PTN)

Jasril Josan

Oleh : Jasril Josan*
Pendidikan adalah faktor yang utama untuk meningkatkan perkembangan suatu negara. Dengan pendidikan diharapkan agar bisa menyiapkan sumber daya manusia yang nantinya akan meneruskan dan memajukan suatu negara. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Pembentukan atau penciptaan sumber daya manusia yang bermutu tergantung pada sistem dan penerapan pendidikan.


Setelah melewati masa sulit dengan penuh ketegangan disertai beberbagai persoalan permasalahan selama berjalannya Ujian Nasional (UN) tingkat SLTA, akhirnya penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) tingkat SLTA telah berakhir beberapa hari yang lalu. Akan tetapi tidak berhenti di sini saja perjuangan para orang tua murid untuk melanjutkan pendidikan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Keyakinan untuk agar anak meraka bisa meraih pendidikan yang lebih baik nampaknya sedikit suram, mengingat mahalnya angka yang mesti mereka lewati untuk medapakan pendidikan yang lebih baik dengan penawaran-penawaran yang berpariasi.

Corong permasalahan sekarang adalah mahalnya biaya pendidikan, ini masalah utama di dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang bermutu itu mahal, mungkin seperti itulah yang terjadi sekarang ini. Tak tanggung-tanggung ada pula pihak yang secara terang-teranggan mematok harga untuk masuk pada lingkungan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), efek yang timbulkan dari itu antarnya banyak harapan anak bangsa sirna karena mahalnya biaya pendidikan yang harus mereka bayar untuk bisa mengenyam di dunia pendidikan, di sisi lain mahalnya pendidikan tidak bisa menjadi jaminan akan kedapatan hasil yang baik.

Tak tanggung-tanggung anggaran pendidikan dari pemerintah terbilang terus mengalami peningkatan, namun masih belum bisa menyelesaikan masalah ini. Sehingga hal tersebut bergejolak lemahnya pengawasan sistem pendidikan di Indonesia.


Pendidikan Milik Siapa?
Mesti pergerakan pendidikan nasional terus terus berputar menuju arah yang lebih baik semestinya. Di sisi lain tidak juga bisa dipungkiri perputaran tersebut banyak hambatan dan masalah. Kita harus tetap ingat bahwa pendidikan itu hak asasi. Artinya semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan dengan segala cara. Jika terkendala, berarti kita sedang berjuang mendapatkan hak asasi kita sendiri. Jika itu ternyata mudah, maka seharusnya kita menggunakan hak kita untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.

Menurut pasal 1 angka 1 UU Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negarag, hukum, pemerintah dan 

Bunyi Pasal 26 Konvensi HAM tersebut sejalan dengan tujuan penyelenggaraan negara, yaitu salah satunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (Pembukaan UUD 1945 aline IV). Tujuan tersebut secara rinci dirumuskan dalam Pasal 31 UUD 1945 yang telah diamandemen, yang menyatakan: Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya,Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Pendidikan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinnggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pada Bunyi Pasal 31 UUD 1945 tersebut kemudian diperjelas lagi dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Pasal 5 UU Sisdiknas tersebut menyatakan: Pertama, Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Kedua, Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Ketiga, Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Keempat, Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Kelima, Setiap warga Negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatan pendidikan sepanjang hayat.

Perlu adanya pengawasan yang ekstra

Banyak faktor yang dapat memperngaruhi lemahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Diantara dari kejanggalan tersebut adalah masih lemahnya pengawasan terhadap sistem pendidikan itu sendiri. Sebagai contoh pada seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri, banyaknya jalur yang ditawarkan, mulai dari Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNPTN), Ujian Masuk Bersama (UMB), Program Penggembangan Institut (PPI), Jalur Reguler Mandiri (RM) dll. 

Banyaknya jalur yang ditawarkan ini menimbulkan banyak persepsi pada masyarakat, ada permainan apa di balik banyaknya jalur ini?. kalaupun untuk membantu calon mahasiswa yang tidak lolos seleksi mestinya tidak membuka jalur-jalur baru yang nantinya menimbulakan polemik, mestinya pihak yang berwewenang tersebut memadatkan jumlah kuota kursi pada seleksi pertama dan kedua.

Jadi dengan banyaknya jalur-jalur yang ditawarkan ini, kemungkinan terburuknya yaitu terbukanya lorong-lorong baru oleh pihak tertentu untuk memanfaatkan moment ini. Contoh terkecilnya pada saat seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur Program Penggembangan Institut (PPI), pada tahun 2008 minimal angka yang mestinya di sumbangankan Rp.2.500.000-3.000.000, sampai penerimaan mahasiswa baru 2012 angkanya terus mengalami peningkatan. Bagaimana dengan 2013 ini?.


Untuk meningkatkan mutu pendidikan hendaknya bukan dengan cara tawar menawar bangku seperti ini, mestinya ada komitment Perguruan Tinggi untuk berdalih. Dalam artian seleksi memang dilakukan sebaik-baiknya agar masyarakat atau generasi kedepannya dapat memiliki hak yang sama untuk dapat meraih pendidikan yang bermutu. Disamping itu pula hendaknya ada pengawasan yang ekstra terhadap cara penyeleksian penerimaan mahasiswa baru. Supaya permasalahan yang terjadi sebelumnya tidak terulang kembali sehingga pendidikan yang diharapkan masyarakat dapat sejalan seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang.

*Mahasiswa FKIP Universitas Jambi
Dimuat di Opini Harian Pagi Jambi Ekspres, Sabtu 27 April 2013

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Space 2

Space 2