Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Jumat, 11 Juli 2014

Pengawalan Demokrasi, Sejauh mana?

Wenny Ira Reverawati, S.I.P., M.Hum.
Oleh: Wenny Ira Reverawati, S.I.P., M.Hum.*
Demokrasi tanpa pengawalan seperti halnya tanaman yang tumbuh liar di sebuah taman tak terawat. Tak ada nilai yang akan dapat kita petik dan rasakan manfaatnya bagi kelangsungan hidup bersama kita. Adanya kemudian justru rasa apatis, ketidakpedulian, anti sosial, dan vandalisme serta banalisme yang muncul bagai parasit, menghinggapi kultur sosial dalam menjalankan demokrasi sebagai mekanisme sistem kehidupan berpolitik kita.
Berbicara pengawalan terhadap demokrasi, rakyat Indonesia baru tertatih menjalankannya sejak kurun reformasi di tegakkan dengan di tumbangkannya rezim orde baru. Sebagai salah satu syarat di jalankannya mekanisme demokrasi, Pemilihan Umum (Pemilu) yang lebih demokratis memang berhasil dilaksanakan pasca orde baru tumbang, dengan di tandai kemunculan partai politik yang lebih banyak dan beragam, partisipasi rakyat yang lebih bebas dalam menentukan pilihan politiknya, dan merestrukturalisasi kedudukan lembaga perwakilan rakyat. Tetapi hal itu tidaklah cukup, sebab kondisi hari ini merefleksikan bagaimana syarat dalam menjalankan mekanisme demokrasi tersebut tumbuh bagai tanaman liar yang penuh di tumpangi benalu dan parasit di taman ke –Indonesiaan kita untuk merongrong kehidupan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam demokrasi.

Oleh sebab itu, aspek pengawalan terhadap jalannya proses berdemokrasi menjadi penting dalam kondisi kekinian. Ada beberapa aspek pengawalan terhadap demokrasi, salah satunya adalah bagaimana mengawal jalannya pemilu yang akan, sedang, dan telah di selenggarakan. Secara operasional kelembagaan, pengawalan dalam hal ini merupakan kewenangan utama lembaga penyelenggara pemilu seperti halnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), aparat keamanan. Mereka bertugas mengawal proses mekanisme demokrasi di jalankan dalam pemilu agar sesuai dengan prosedur normatif yang telah di tetapkan secara hukum negara, juga pengawalan terhadap bagaimana sarana prasarana yang telah di sediakan oleh negara,  guna mendukung terselenggaranya pemilu agar tidak terjadi tindak penyelewengan yang akan berdampak kepada akuntabilitas dan kredibilitas negara dalam menyelenggarakan pemilu di mata masyarakat, juga berdampak kepada dukungan legitimasi masyarakat kepada negara.

Aspek berikutnya adalah pengawalan partisipatif masyarakat terhadap proses berdemokrasi yang sedang berlangsung, terutama sekali pada penyelenggaraan pemilu. Secara partisipatif masyarakat mengawal haknya untuk dilibatkan dalam proses penyelenggaraan pemilu, yang meliputi hak untuk memilih dan dipilih, juga haknya untuk menentukan yang terbaik bagi pilihannya. Dalam kerangka ini, masyarakat berhak menyertakan opini-opininya di ruang publik untuk mengawal penyelenggaraan pemilu agar sesuai dengan prosedur berdemokrasi yang benar, adil, berimbang, dan menuai hasil yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat. Sebab memilih pemimpin bagi kehidupan berbangsa sangat mempengaruhi masa depan kehidupan masyarakat dari berbagai segi selama lima tahun bahkan lebih, salah menentukan pilihan akan berakibat fatal dalam kehidupan.

Terkait dengan pengawalan patisipatif ini, setidaknya masyarakat Indonesia telah mulai menumbuhkannya di ruang publik pada momentum pemilu presiden 2014.  Mengerucutnya calon presiden hanya menjadi dua pasangan calon untuk pertama kali dalam sejarah pemilu presiden Indonesia, telah mengundang peningkatan pengawalan partisipatif secara tajam di masyarakat, terutama sekali dari segi opini yang muncul di ruang publik melalui media cetak, elektronik apalagi media sosial.

Kesadaran untuk menginginkan perubahan, kesamaan kepentingan, telah menyebabkan masyarakat Indonesia terseret arus pengawalan partisipatif di ruang publik, terutama terhadap latar belakang, pribadi, gerak-gerik, pernyataan, visi-misi masing-masing pasangan calon presiden. Suatu hal yang di masa lalu sangat tabu dan belum pernah dilakukan secara masif. Kompetisi dukungan untuk memenangkan dua poros pasangan calon presiden pada pemilu presiden 2014, rupanya secara tidak disadari telah membangun nalar kesadaran masyarakat Indonesia akan arti pentingnya pengawalan terhadap demokrasi yang sedang dijalankan.

Jelang pemilu presiden 9 Juli 2014 ini bahkan telah jauh hari sebelumnya, di media sosial tampak dengan gaduh bagaimana masyarakat Indonesia terbelah secara partisipatif menjadi dua kubu yang saling mengintai apa kekurangan dan kelemahan masing-masing kubu tandingannya dalam mendukung calon presiden. Terlepas dari kekurangan perkembangan partisipasi dalam hal ini, yang akhirnya menjalar kepada budaya saling memfitnah, membenci, menghina, menghasut demi kepentingan dukungan yang dibelanya, ada upaya konstan masyarakat untuk menguatkan partisipasinya guna mengawal demokrasi berikut konten-konten dalam demokrasi itu sesuai dengan apa yang mereka harapkan dan kembangkan untuk mempengaruhi suara terbanyak.

Pengawalan partisipatif masyarakat merupakan unsur penting pula di samping pengawalan institusional dalam kehidupan demokrasi. Sebab demokrasi tanpa partisipasi masyarakat akan sama dengan taman yang dibiarkan tanpa perawatnya, dan lebih banyak menghasilkan tanaman liar dan semak belukar. Pentingnya pengawalan partisipatif masyarakat yang tumbuh dengan kesadaran sendiri dan menguat, akan menguatkan demokrasi di sistem politik yang melingkupi kita, sehingga dapat menghasilkan tertib sosial masyarakat yang seimbang. Dengan syarat, bahwa pengawalan partisipatif masyarakat ini terus berlangsung tidak berhenti pada momen tertentu saja.

Melihat kembali kepada gaduhnya partisipasi masyarakat jelang pemilu presiden 2014 yang begitu menguat sesuai dengan apa yang dibelanya di antara kedua kubu calon pasangan presiden, semoga saja setelah pemilu presiden berlangsung dan menghasilkan presiden terpilih, masyarakat masih sudi meluangkan partisipasinya untuk mengawal kepemimpinan presiden terpilih, lebih penting lagi mengawal bagaimana kebijakan presiden terpilih tersebut menyelenggarakan kehidupan bernegara sesuai dengan visi-misi yang telah mereka tetapkan untuk menjadi presiden dan meraih dukungan legitimasi. Sebab jika kegaduhan partisipasi pengawalan masyarakat ini hanya berhenti pada momen pemilu presiden, apa gunanya bergaduh sampai menafikkan hal-hal rasional dan akal sehat dalam mendukung calon presiden pilihan? sama saja dengan pendekar pandir yang penuh omong kosong dalam pertarungan.

*Wakil Ketua II dan Dosen Tetap Program Studi Kepemerintahan STISIP Nurdin Hamzah Jambi,  anggota Pelanta juga coach pada Anjabi Writing Community.
Sumber: http://jambiekspres.co.id/berita-17452-pengawalan-demokrasi-sejauh-mana.html

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Space 2

Space 2