![]() |
Amri Ikhsan, S.Pd. |
(Catatan Pelaksanaan UN Tahun 2014)
Oleh: Amri Ikhsan, S.Pd.*
Kelihatannya dalam urusan ujian/tes, pemerintah ‘hanya’ berani dengan anak-anak (peserta Ujian nasional) dari pada dengan orang tua (baca-peserta tes CPNS). Kalau ‘ngurus’ anak-anak aturannya dibuat ‘super ketat’, semua diawasi, ‘rekam jejak’ dicatat secara detail selama 3 (tiga) tahun terakhir, sedang untuk ‘ngurus’ orang tua, kelihatannya tidak begitu ketat, urusannya begitu santai. Padahal ujian bagi ‘anak-anak’ dilakukan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, sedangkan tes untuk orang tua untuk menjadi CPNS, sebagai pelayan publik, tugas yang rentan dengan tindakan korupsi yang seharusnya lebih ketat.
Oleh: Amri Ikhsan, S.Pd.*
Kelihatannya dalam urusan ujian/tes, pemerintah ‘hanya’ berani dengan anak-anak (peserta Ujian nasional) dari pada dengan orang tua (baca-peserta tes CPNS). Kalau ‘ngurus’ anak-anak aturannya dibuat ‘super ketat’, semua diawasi, ‘rekam jejak’ dicatat secara detail selama 3 (tiga) tahun terakhir, sedang untuk ‘ngurus’ orang tua, kelihatannya tidak begitu ketat, urusannya begitu santai. Padahal ujian bagi ‘anak-anak’ dilakukan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, sedangkan tes untuk orang tua untuk menjadi CPNS, sebagai pelayan publik, tugas yang rentan dengan tindakan korupsi yang seharusnya lebih ketat.
Ada fakta menarik, pada 2011 terdapat 436 kasus korupsi dengan jumlah tersangka 1.053 orang. Potensi kerugian negara akibat korupsi ini adalah Rp 2,169 triliun. Yang menarik, kebanyakan pelaku korupsi ini memiliki latar belakang pegawai negeri sipil (PNS). (Citizan Jurnalism). Selain itu, data mulai tahun 2004 hingga 2013 tercatat 2.545 anggota DPRD dan 1.367 PNS yang harus berurusan dengan aparat penegak hukum. (Harian Komentar).
Menurut Badan Kepegawaian Negara (BKN), pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS adalah proses kegiatan pengisian formasi yang lowong dimulai dari perencanaan, penetapan nama yang akan diangkat, seleksi administrasi, ujian tertulis, penetapan Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil (NIP) sampai dengan pengangkatan menjadi CPNS. Tidak tanggung tanggung pada tahun 2013 ini sebanyak 1.612.854 peserta secara serentak mengikuti Tes Kompetensi Dasar untuk diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Jumlah itu terdiri dari 963.872 peserta pelamar umum, dan 648.982 peserta tenaga honorer kategori II. Tes CPNS itu menggunakan sistem lembar jawaban komputer (LJK). (PR)
Oleh karena itu, tidak ada yang salah dengan prinsip Pengadaan dan Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS:: 1. Obyektif; 2. Transparan; 3. Kompetitif; 4. Akuntabel; 5. Bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN); 6. Tidak diskriminatif; 7. Tidak dipungut biaya; 8. Efektif; 9. Efisien. (BKN)
Tes tertulis yang dilakukan dalam menjaring CPNS sama maknanya dengan Ujian Nasional (UN) sama sama mencari orang orang yang berkualitas, calon pemimpin bangsa. Hasil yang didapatkan sesuai dengan yang harapkan apabila tes atau ujian itu dikawal oleh aturan yang akuntabel. Membandingkan Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Nasional dengan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 9 tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan calon pegawai negeri sipil, tersirat indikasi ‘membiarkan’ penyelenggara dan peserta tes CPNS untuk berbuat ‘tidak objektif’.
Maklum dari sekian banyak peserta tes, hanya segelintir peserta yang diterima. Dan bisa dibayangkan alangkah ketat persaingan dalam tes itu. Pemerintah berencana membuka pengadaan CPNS baru sebanyak 169 ribu orang 2013. Jumlah itu sudah termasuk program penyelesaian pegawai honorer yang masih tersisa. Wakil Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrai, Eko Prasojo mengatakan penerimaan CPNS dengan pengangkatan pegawai honorer tahun ini mencapai 169 ribu melalui seleksi. Khusus untuk tenaga honorer kategori II hanya diterima 30 %. (JPNN.com)
Pertama, Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 9 tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan calon pegawai negeri sipil lebih banyak didominasi oleh ungkapan ‘memantau’ sedang dalam Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Nasional 2014 didominasi oleh kata ‘mengawasi’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, memantau berarti: menengok; menjenguk, mengamati, memonitor, melihat dari jauh, sedang mengawasi, melihat dan memperhatikan (tingkah laku orang); mengamat-amati dan menjaga baik-baik; mengontrol, memperhatikan dengan baik; melihat secara detail.
Kedua, pengawas UN berlapis, mulai dari pengawas independen dari PT, pengawas silang antar sekolah, termasuk ‘pengawas’ dari pihak kepolisian, soal ‘digembok’ tiga lapis, belum lagi pengawasan di pihak pihak terkait, semua orang yang katanya mengurus pendidikan ‘turun gunung’ mengawasi UN termasuk para bupati, gubernur, menteri, dll. Tapi, pengawas tes CPNS ‘cukup’ diawasi oleh ‘orang dalam’.
Ketiga, ujian anak-anak ‘ditakut-takuti’ oleh polisi, diekspos luar biasa oleh media dimana setiap langkah pelaksanaan UN dikawal secara ketat oleh polisi, sedang tes orang tua hanya di kawal oleh ‘orang-orang sipil’.
Keempat, para penyelenggara UN harus menanda tangani fakta integritas mulai dari pengawas ruang, kepala sekolah, kepala dinas propinsi dan kabupaten/kota untuk pelaksanaan UN jujur, sedang penyelenggara tes CPNS hanya dituntut ‘mau’ melaksana tugas secara jujur.
Kelima, pengawas ruang UN ditetapkan oleh ‘orang luar’, Perguruan Tinggi, sedang tes CPNS ‘hanya’ ditetapkan oleh ‘orang dalam’, Sub Tim Pelaksanaan Ujian.
Keenam, naskah soal UN ‘dipenjara’ di Kapolsek terdekat, sedang naskah soal tes CPNS disimpan di ruang ber-AC yang terkunci.
Ketujuh, untuk tes CPNS, amplop yang sudah disegel, dibungkus plastik serta dimasukan kedalam kardus diniatkan untuk menghindari kerusakan, sedangkan pada UN hal itu dilakukan bukan untuk menghindari kerusakan tetapi untuk mencegah kecurangan dan kebocoran.
Bukan tidak percaya dengan prosedur tes CPNS seperti yang tercantum dalam Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 9 tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan calon pegawai negeri sipil, tetapi ada keraguan terhadap pelaksanaan tes ini. Harapan publik adalah penjaringan calon pemimpin bangsa yang mestinya dilakukan lebih bermakna sama halnya dengan pelaksanaan ujian nasional.
Diyakini, orang-orang yang ‘lulus’ dalam tes CPNS ini akan mengisi posisi strategis dalam layanan publik dan tentu saja ‘orang orang pilihan’ harus bersih dari praktek dan kebiasaan ‘curang’ apalagi dilakukan secara sistematis karena aturan memberi ruang untuk berbuat seperti itu. Mudah mudahan analisis ini hanya sebuah “asumsi.”
*Pendidik di Kab. Batanghari, anggota Pelanta.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar