Noprizal, S.H.I. |
(Hari Air Sedunia, 22 Maret)
Oleh: Noprizal, S.H.I*
Air sangat penting bagi kehidupan kita, semua jenis kehidupan bergantung pada air. Saking pentingnya air bagi kehidupan dibuktikan dengan hanya bisa bertahannya manusia paling lama lima hari tanpa air. Karena itu, banyak ungkapan yang menyebutkan akibat ketergantungan manusia yang tinggi terhadap air, maka kualitas hidup manusia pun sangat tergantung dari kualitas air yang dikonsumsi.
Oleh: Noprizal, S.H.I*
Air sangat penting bagi kehidupan kita, semua jenis kehidupan bergantung pada air. Saking pentingnya air bagi kehidupan dibuktikan dengan hanya bisa bertahannya manusia paling lama lima hari tanpa air. Karena itu, banyak ungkapan yang menyebutkan akibat ketergantungan manusia yang tinggi terhadap air, maka kualitas hidup manusia pun sangat tergantung dari kualitas air yang dikonsumsi.
Air yang baik dan sehat membuat ekosistem yang sehat dan tetap terjaga sehingga pada akhirnya, menjadikan manusia lebih sejahtera. Sebaliknya, kualitas air yang buruk berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan. Belum lagi dengan banyaknya penyakit yang akan menyerang manusia jika air yang ada di lingkungan dalam keadaan tidak bersih.
Dari pelbagai sumber disebutkan bahwa air juga bisa menjadi perantara yang sempurna untuk menularkan penyakit ke seluruh negara di dunia, tak peduli kaya atau miskin. Selama air di bumi saling berhubungan, selama itu pula air menjadi media transmisi yang baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau justru menyeret dunia menjadi kawasan tak layak huni.
Bagaimana dengan Air di Jambi?
Tidak susah untuk melihat kondisi air bersih di Jambi. Apabila masuk ke kawasan Provinsi Jambi wilayah barat, mulai dari Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Merangin, Kabupaten Muara Bungo, Muara Tebo, Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh, maka sangat jelas kita akan melihat kondisi air di sungai-sungai yang membelah kabupaten dan kota tersebut.
Sungai yang bersih, yang dahulu kala dijadikan sumber kehidupan oleh masyarakat di sekitar sungai sangat sulit untuk ditemukan saat ini.
Malah ada pula yang lucu. Di Kabupaten Merangin, yang dikenal sebagai kabupaten yang kaya akan sumber daya mineral, saat ini telah menyuguhkan pemandangan yang sangat luar biasa di sungai yang membelah Kota Bangko. Warga bisa melihat dengan jelas, pertemuan dua anak sungai, yang satunya dalam kondisi bening, sedangkan yang satunya dalam kondisi kuning.
Itu jelas merupakan salah satu bentuk pencamaran air yang terjadi di wilayah barat provinsi Jambi ini. Tercemarnya air di sungai-sungai yang ada di Kabupaten Merangin dan kabupaten-kabupaten lainnya tersebut merupakan efek dari maraknya Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah tersebut. Entah mengapa, sampai saat ini tidak ada tindakan tegas yang diambil oleh pemerintah dan aparat keamanan sehingga sampai saat ini PETI kian marak, dan air sungai kian tercemar. Jika pun ada tindakan tegas, kenapa aktivitas PETI kian merajalela di daerah tersebut.
Siapa yang tidak kecewa melihat kondisi sungai yang dahulu menjadi tumpuan hidup masyarakat yang berubah menjadi aliran tak berguna itu? Saat ini ketidaktegasan pemerintah untuk menertibkan pelaku pencemaran air hanya mampu menjadi bahan olokan masyarakat, karena tidak bisa berbuat banyak. Masyarakat di sepanjang sungai dibiarkan mengeluh dan setia melihat air sungai yang sudah tercemar limbah PETI serta sudah tidak bisa digunakan lagi.
Begitu juga di Kerinci, galian C juga sudah sangat meresahkan warga. Saat ini warga sangat berharap pemerintah bisa lebih selektif memberikan izin galian C agar tidak memberikan dampak negatif kepada masyarakat.
Selain itu Pembangunan yang tidak terstruktur, juga tidak bisa mengelak menjadi salah satu penyumbang penyebab menjadikan air tanah tidak layak minum. Siapa menguasai air, dia menguasai kehidupan. Sumber-sumber saat ini banyak yang dikuasai korporasi. Air tanah dan sungai tercemar di mana-mana.
Contoh di atas tentu merupakan satu atau dua dari banyak persoalan serupa di Provinsi Jambi ini yang harus segera di atasi oleh pemerintah dengan dukungan penuh warga.
Jika kondisi ini dibiarkan, maka kehidupan kita pada masa yang akan datang akan semakin terancam dengan sulitnya mendapatkan air bersih. Yang lebih memprihatinkan adalah kelompok masyarakat miskin yang tidak berdaya untuk melawan keadaan.
Dampaknya, kualitas hidup warga yang tergolong miskin akan terus bertambah terbenam. Jika kita gagal mengelola dan memaksimalkan sumber daya air yang ada, maka muaranya bukan hanya kualitas hidup yang buruk namun juga krisis energi di masa depan.
Tren Positif atau Negatif?
Kita semua tentu masih ingat jika 15 tahun yang lalu, meminum air kemasan masih dianggap mewah dan aneh, namun kini hingga ke pedesaan sekalipun air kemasan sudah menjadi minuman sehari-hari, penuh gaya menikmati air produksi industri.
Para tetua, kakek atau nenek sehari-hari minum dari air tanah, air sumur atau sungai yg direbus. Kini hampir tidak ada lagi. Mengapa? Tentu karena air-air tersebut sudah tidak layak untuk diminum lagi.
Tren seperti di atas saat ini tergolong negatif atau positif tergantung siapa yang menilai. Bagi kelompok warga yang memiliki ekonomi di atas rata-rata tentu tidak keberatan jika harus menggunakan air produksi industri, namun tentu sebaliknya bagi warga yang tergolong miskin. Hanya saja sampai kapan kita harus bergantung dengan air yang yang dikelola penuh oleh perusahaan air minum.
Patut diperhatikan, sulitnya warga di beberapa daerah di Indonesia mendapatkan air bersih lantaran ulah dari serakahnya para pengrusak alam yang tidak memikirkan akibat tindakan yang merugikan orang banyak tersebut.
Kesulitan mendapatkan air bersih sudah berada di depan mata, hanya kesungguhan dan niat baik yang mampu untuk menjawabnya. Kita telah disuguhkan banyak contoh, di pelbagai daerah warga berebutan untuk mendapatkan satu jeriken air bersih.
Bahkan ada yang harus menempuh jalan darat naik turun perbukitan hingga mencapai 10 kilometer, bahkan ada yang harga air satu liter lebih mahal dari pada harga 1 liter pertamax.
Jika tidak mau terjadi hal yang demikian di Provinsi Jambi ini, maka patut kita sadari bersama pentingnya menjaga lingkungan yang salah satu tujuannya adalah menjaga kondisi air agar tidak tercemar sehingga masih aman untuk dikonsumsi dan digunakan untuk keperluan lainnya oleh masyarakat.
Sejumlah kalangan menilai, pada tahun 2025 mendatang, ibu kota Jakarta dan sekitarnya terancam mengalami krisis air bersih. Maka tidak mustahil di Jambi juga akan dihadapkan dengan kondisi sulit air bersih seperti di ibukota tersebut dalam kurun waktu yang sama.
Maka hendaknya permasalahan ini harus menjadi perhatian dan penanganan serius stakeholder terkait. Tata kelola air di Provinsi Jambi harus dilihat secara kompleks, dengan membenahi sistem tata kelola air untuk memastikan ketersediaan air baku dan menjamin ketersediaan air bersih dalam jangka waktu yang cukup lama.
*Anggota KDC dan Pelanta, tinggal di Jambi.
Dimuat di Opini Harian Jambi Independent, Selasa 25 Maret 2014.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar