Drs. H. Navarin Karim, M.Si. |
(Aspek Tinjauan Popularitas dan Elektabilitas)
Oleh: Drs. H. Navarin Karim, M.Si.*
Mencermati polling yang diselenggarakan Jambi Ekspres berkaitan dengan Caleg DPRD Provinsi Jambi hingga tanggal 10 Februari 2014, penulis mencoba menganalisis popularitas (dikenal masyarakat) sebagai caleg DPRD Provinsi Jambi dapil Kabaputapen Batanghari dan tingkat keterpilihan (elektabilitas) caleg sampai dengan batas waktu opini ini dibuat. Analisis ini bertujuan untuk memudahkan pemilih mengidentifikasikan caleg yang pantas dipilih oleh warga Dapil kabupaten Batanghari dan mana yang tidak. Penulis mencoba membuat katagori analisis dalam lima kelompok yaitu: (1) caleg populer, (2) caleg berpengalaman (incumbent) (3) caleg belum berpengalaman, (4) caleg populer dan berpengalaman serta (5) kurang populer. Kelima katagori ini penulis coba dalami tingkat keterpilihan berdasarkan polling.
Ada 12 nama yang terjaring dan mempunyai tingkat keterpilihan (elektabilitas). Dari 12 caleg tersebut ada 4 caleg (33,3%) yang penulis anggap sudah populer karena secara tidak langsung tampil di media telivisi, media massa ataupun karena jabatan strategisnya. Keempat caleg tersebut adalah ranking 1,2,4 dan 12. Dua caleg (16,6%) yang berpengalaman berasal dari incumbent DPRD Provinsi yaitu nomor ranking 1 dan 2., 10 caleg ( 83,4 %) yang belum berpengalaman di DPRD Provinsi, 2 caleg (16,6) yang populer dan berpengalaman, serta 7 caleg (58,1%) dianggap kurang populer di lingkungan Provinsi Jambi.
Memaknai Hasil Polling
Pertama. Keanehan yang paling nampak adalah : caleg ranking 12 dianggap populer dan mantan penguasa didaerahnya malah berada pada ranking 12. Apakah ada luka yang membekas ditinggalkan kepada masyarakat, sehingga mereka tidak memberi dukungan maksimal? Kalau dia dianggap raja yang bijak ketika itu, tentu bukan hanya didukung, bahkan disembah oleh rakyat. Kedua. Caleg ranking 1 dan 2 penulis prediksi melenggang mulus menjadi legislative Telanaipura, mengingat mereka telah berpengalaman dalam menggaet hati konstituen dan ketika menjadi caleg provinsi Jambi periode yang lalu, cukup intens dalam menanggapi persoalan-persoalan masyarakat, sehingga sering tampil di media massa dan media televise. Ketiga Caleg ranking empat polling diprediksikan juga akan melenggang ke legislative Telanaipura, disamping beliau adalah sekretaris DPW PDI Perjuangan, factor naiknya elektibilitas partai akan berdampak luas terhadap calegnya. Keempat. Hingga saat ini tidak satupun (no one) dari 11 caleg menggunakan media elektronik televise provinsi untuk bersosialisasi, apakah di dapilnya siaran televise provinsi tidak dapat diakses? Atau karena biaya sosialisasi melalui televise dianggap pemborosan?
Seharusnya sekali-sekali caleg ini memanfaatkan media televise dalam bersosialisasi. Popularitas yang di dukung dengan program pengumpulan massa dan mengiklankan diri secara maksimal, maka hasilnya tingkat elektabilitaspun akan naik. Kelima. Caleg dengan ranking 11 berdasarkan catatan penulis pernah berpengalaman dalam pemilukada di Kabupaten Muaro Jambi tapi kalah. Seharusnya devisi MSDM harus jeli, melihat popularitas, pengalaman, reputasi dan integritas caleg yang akan dipromosikan, jika asal-asalan caleg dipromosikan maka imbasnya terhadap konstelasi partai di legislative tidak menguntungkan jika caleg banyak yang tidak masuk di legislative. Di daerah asalnya kabupaten Muara Jambi saja beliiau sudah kalah, apalagi di dapil Kabupaten Batanghari, perlu waktu lagi untuk meyakinkan konstituen di kabupaten tersebut. Mungkin lebih tepat yang bersangkutan dipromosikan sebagai caleg di Kabupaten Muaro Jambi, bukan untuk Provinsi Jambi. Keenam. Sebagian besar caleg (58,1%) caleg yang masuk dalam nominasi 11 besar hasil polling caleg DPRD Dapil Batanghari menunjukkan bahwa caleg tersebut belum punya pengalaman sama sekali, baik di level DPRD Kabupaten/Kota, Propinsi maupun legislative pusat. Jika caleg-caleg ini terpilih, bukan tidak mungkin wajah baru menimbulkan masalah baru.
Pembelajaran Bagi Partai
Partai di masa yang akan datang diharapkan betul-betul jeli dalam mempromosikan kader yang akan menjadi caleg. Pertama. Walaupun caleg berpengalaman tetapi tidak berbuat apa-apa untuk rakyat/konstituennya sebaiknya tidak diajukan lagi sebagai caleg. Kedua. Promosi Caleg hendaknya melalui tahapan yang benar : jangan meloncat-loncat. Lalui mekanisme, apalagi untuk caleg DPRD Propvinsi asal dapil Batanghari, seharusnya pernah menjadi legislative di Kabupatennya. Ketiga. Walaupun caleg termasuk senior, namun kalau tingkat popularitasnya rendah di dapilnya, sebaiknya tidak dipromosikan sebagai caleg, karena akan merugikan partai itu sendiri. Inilah seni devisi MSDM dalam memutuskan apakah seseorang layak dipromosikan sebagai caleg atau tidak. Apakah dia sudah pantas dipromosikan di level Provinsi, kenapa karirnya tidak dimulai dari kabupaten terlebih dahulu? Keempat. Partai harus punya financial yang mumpuni dalam mempromosikan caleg yang berkualitas, tapi memiliki financial terbatas. Fakta membuktikan caleg yang kurang promosinya, tingkat elektabilitasnya jadi rendah meskipun berkualitas dan berpengalaman. Untuk kasus berkualitas dan tidak punya amunisi ini sebaiknya dibiayai dahulu untuk kampanye dan sosialisasinya, jika ia terpilih maka ia diwajibkan mengembalikan biaya tersebut dengan cara cicilan kepada partai. Praktek seperti ini telah dipraktekkan di Negara Jerman.
Apabila caleg berkualitas dan tidak memiliki financial yang kuat dan difasilitasi, maka dikhawatirkan dia akan terperangkap pembiyaan dari bosisme. Jika ini terjadi, maka seandainya si caleg jadi legislator ia telah berhutang budi, yang ujung-ujungnya ia akan terjebak korupsi untuk membalas budi bosisme tersebut. Dengan demikian maka akan berimbas terhadap nama baik partai yang telah mempromosikan yang bersangkutan. Kelima. Pengalaman menunjukkan caleg yang populer, berpengalaman dan berkualitas serta pandai menjaga harmonisasi dengan konstituennya, maka elektabilitasnya akan tetap tinggi. Kasus caleg ranking 1 dan 2 dapil Batanghari ini dapat dijadikan pelajaran yang berarti. Keenam. Devisi MSDM di partai harus membuat criteria obyektif dalam mempromosikan caleg, dengan adanya criteria obyektive ini diharapkan akan lebih memudahkan dalam menerapkan prinsip transparansi dalam mempromosikan caleg, dust mengurangi kesalahan bagi pemilih dalam memilih.
*Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Nurdin Hamzah dan Ketua Pelanta (NIA. 201307002).
Sumber: http://jambiekspres.co.id/berita-12651-analisis--caleg-dprd-dapil-batanghari.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar