Oleh: Rohilawati, S.Pd.*
Kurikulum 2013 bukanlah sesuatu yang mesti ditakuti oleh para guru. Perubahan kurikulum adalah kesempatan berbenah para guru untuk menjadikan pembelajaran di kelas lebih bermakna. Selama ini, pembelajaran masih bersifat kuantitatif-kognitif sehingga potensi siswa belum tergali terutama aspek sikap dan psikomotor. Oleh karena itu, penting diperbaiki kurikulum pendidikan kita secara serentak bukan ‘separohati’. Semestinya apapun bentuk perubahan kurikulum, gurulah sebagai ujung-tombak untuk mengantarkan siswa berpengetahuan, mandiri dan inovatif. Apa pun kurikulumnya guru tetap menjadi factor penentu keberhasilan yang amat penting (Santoso, 2013).
Guru harus belajar dan bereksperimen serta mutlak menjadi peneliti. Mengapa demikian? Mustahil seorang guru mengetahui bagaimana seharusnya siswa diperlakukan. Siswa seharusnya diposisikan sebagai subjek yang selalu bertumbuh-kembang dalam penyerapan pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Dalam hal ini, sikap menjadi prioritas utama dipadukan dengan pengetahauan dan akhirnya memiliki keterampilan.
Mereka mesti diberikan perhatian lebih oleh guru dalam upaya memotivasi minat potensial mereka secara utuh sehingga terbentuk inspirasi. Ciri-ciri guru yang bijaksana dan professional antara lain mampu member inspirasi kepada anak didiknya dan menjadikan pembelajaran lebih bermakna sehingga terekam dalam ingatan mereka dalam jangka waktu yang lama.
Mencermati Kurikulum 2013 yang telah dan akan diterapkan secara nasional pada tahun 2015 terekam bahwa struktur kurikulum SMP/MTs untuk kelas VII s.d. IX ada penambahan jam belajar per minggu dari semula 32 menjadi 38. Sedangkan lama belajar untuk setiap jam belajar di SMP/MTs tetap yaitu 40 menit.
Adanya penambahan jam belajar serta pengurangan jumlah Kompetensi Dasar (KD) memberikan guru keleluasaan waktu untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi siswa aktif belajar. Proses pembelajaran siswa aktif memerlukan waktu yang lebih panjang dari proses pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan untuk melakukan pengamatan, menanya, asosiasi, dan komunikasi serta membangun jejaring yang dikenal dengan istilah ‘pendekatan scientific’.
Proses pembelajaran yang dikembangkan guru menghendaki kesabaran dalam menunggu respon peserta didik karena mereka belum terbiasa.Selain itu, bertambahnya jam belajar memungkinkan guru melakukan penilaian proses dan hasil belajar. Guru mesti merancang pembelajaran lebih menarik, bermakna, sarat keterampilan, unjuk kerja dan produk serta tidak membosankan. Jadi, proses menjadi prioritas bukan hasil dalam bentuk angka/kuantitatif. Apalah arti angka 80 atau 90 yang dicapai siswa, jika siswa tersebut tidak memiliki keterampilan dan sikap terhadap pengetahuan yang diterimanya.
Untuk kurikulum SMP/MTs organisasi Kompetensi Dasar kurikulum dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi (integrated curriculum) dengan cara mempertimbangkan kesinambungan antar kelas dan keharmonisan antar mata pelajaran yang diikat dengan Kompetensi Inti. Berdasarkan pendekatan ini maka terjadi reorganisasi Kompetensi Dasar mata pelajaran sehingga struktur Kurikulum SMP/MTs menjadi lebih sederhana karena jumlah mata pelajaran dan materi berkurang.
Khusus untuk muatan lokal, Kompetensi Dasar yang berkenaan dengan seni, budaya, dan keterampilan, serta bahasa daerah diintegrasikan kedalam mata pelajaran Seni Budaya dan mata pelajaran Prakarya. Sedangkan Kompetensi Dasar muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah diintegrasikan kedalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
Kurikulum 2013 yang dirancang dan masih dalam upaya penyempurnaan mengetengahkan istilah kompetensi inti. Kompetensi Inti(KI) merupakan gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti adalah kemampuan yang harus dimiliki seorang peserta didik untuk setiap kelas melalui pembelajaran Kompetensi Dasar yang diorganisasikan dalam pendekatan pembelajaran siswa aktif.
Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap matapelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti.Kompetensi Dasar SMP/MTs untuk setiap matapelajaran mencakup: Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga danKesehatan, serta Prakarya.
Menurut Subanji (2013) belajar bermakna merupakan bagian dari pembelajaran bermakna. Belajar bermakna menggambarkan proses seseorang dalam mengontruksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan akan terbentuk secara baik apabila ada kaitan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan yang sudahdimilikisiswa. Sedangkan pembelajaran bermakna merupakan upaya menciptakan terjadinya belajar bermakna dan melanjutkan proses internalisasi pengetahuan menjadi perilaku dan karakter diri.
Pembelajaran bermakna tidak hanya berhenti pada terbentuknya pengetahuan, tetapi lebih jauh membentukpengetahuan menjadi perilaku dan karakter diri siswa. Belajar bermakna (meaningful learning) pada awalnya dikembangkan oleh Ausubel. Ausubel menjelaskan bahwa seorang peserta didik dikatakan belajar secara bermakna apabila peserta didik tersebut dapat mengaitkan antara apa yang dipelajari (pengetahuan baru) dengan apa yang sudah diketahui (pengetahuan lama) sehingga belajar dalam kontek yang sesungguhnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa apapun kurikulumnya gurulah yang menjadi ‘pendekar’ atau agen pembelajaran yang dituntut selalu siap berkarya, inovatif, kreatif, aplikatif serta menyenangkan dalam KBM sehingga pembelajaran menjadi bermakna sepanjang hayat bagi anak didik kita. Selamat berkarya.
*Guru SMP Negeri 46 Muaro Jambi.
Sumber: http://jambiekspres.co.id/berita-12212-kurikulum-2013-wujud-pembelajaran-bermakna.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar