(Catatan Kecil untuk Walikota dan Wakil Walikota Baru Jambi)
Oleh: Drs. As’ad Isma M. Pd.*
Senin 4 nopember 2013 , akan di selenggarakan seremoni pelantikan pasangan Fasya dan Abdullah Sani, Walikota dan Wakil Walikota, periode 2013-2018 menggantikan Bambang Priyanto dan Sum Indra yang menjabat sejak 2008 sampai 2013 ini. Pelantikan ini bertepatan dengan peringatan tahun baru Islam 1435 Hijriah, penanggalan Islam yang di awali dengan Hijrahnya Nabi Muhammad Saw bersama para Sahabat dari kota Mekkah ke kota Madinah. Oleh karenanya, pelantikan ini bermakna filosofis dan strategis, bila dikaitkan dengan hijrah dan periode kehidupan Nabi Muhammad Saw di Kota Madinah.
Hijrah dan Kota Madinah
Hijrah berarti perpindahan, perpindah secara fisik dari suatu kawasan ke kawasan lainnya, atau hijrah dalam makna yang esensial, yakni hijrah atau perubahan sikap, perangai , cara berfikir, dan paradigma kearah perubahan yang sesuai dengan tuntutan ajaran Islam. Keputusan Nabi Muhammad Saw untuk hijrah dari Mekkah ke Madinah, mempunyai makna sosiologis dan filosofis yang sangat dalam. Prof. Dr. Komarudin Hidayat dalam pengantar Buku Madinah, Kota Suci, Piagam Madinah, Dan Teladan Muhammad Saw menjelaskan, bahwa di Kota madinah inilah Nabi mengenalkan dan mempraktikkan partipasi warga dalam pengambilan kebijakan publik, memperjuaangkan supremasi konsensus, dan menggantikan kebanggan hubungan darah dengan integritas dan prestasi individu berdasarkan Tauhid. Dengan istilah lain, Nabi Muhammad Saw mengenalkan etika baru, dari tradisi kebanggan afiliatif komunalistik pada suku, di gantikan dengan prinsip egaliter dan prestasi individu (individual achievement).
Madinah, adalah sebuah kota yang mengisahkan tentang keberhasilan Nabi dalam membangun tatanan sosial masyarakat yang adil, damai dan berkeadaban. Madinah, merupakan simbol kemenangan yang dapat membangkitkan kebanggaan dan gairah solidaritas sosial dikalangan Muslim. Salah satu pilar peradaban yang di bangun, adalah Piagam Madinah. Piagam tersebut merupakan Konstitusi yang menjadi fondasi dalaml merekatkan hubungan sosial politik dari warganya yang majemuk , menjadi masyarakat yang berkeadaban dan menjunjung tinggi perdamaian.
Hal ini tentunya menjadi antitesis terhadap kebiasaan masyarakat yang berafiliasi kedalam suku yang memiliki tradisi berperang. Dengan demikian, kehidupan masyarakat Madinah, adalah kehidupan masyarakat yang sangat demokratis,toleran dan menghargai perbedaan, egaliter, kesetaraan, terwujudnya partisipasi publik, penghargaan terhadap prestasi, menghapuskan nepotisme dan menghargai supremasi hukum. Oleh karenanya,selama di Madinah, Nabi meletakkan fondasi kehidupan yang sangat modern untuk zamannya.
Endapan Masalah
Kota Jambi di huni oleh warga yang datang dari latar belakang masyarakat yang sangat majemuk, mulai dari suku, budaya, agama,termasuk keragaman pola dan gaya hidup. Kemajemukan ini bisa menjadi pisau bermata dua, satu sisi bisa menjadi modal untuk mengakselerasikan perubahan dan kemajuan, tapi di sisi lain, bila perbedaan dan keragaman ini tidak dikelola, bisa menjadi benih perpecahan dan konflik sosial. Disamping itu, banyak juga masalah masalah lainnya yang terabaikan dan tidak pernah terselesaikan. Beberapa masalah krusial tersebut di antaranya,
Pertama; konflik perebutan lahan parkir dan keamanan di pasar angso duo beberapa tahun yang lalu. Dalam perebutan dan upaya mendominasi jasa keamanan dan perparkiran ini lebih menonjol pendekatan pendekatan komunal dan kekerasan, dari pada menonjolkan kerja professional yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kedua; Dalam setiap even pemilihan pejabat publik, pendekatan yang dibangun, lebih menonjolkan pendekatan “Pisang serawak pisang lilin, lebih baik orang awak dari pada orang lain” , sebuah pantun, yang memanipulasi emosi masyarakat untuk membangun semangat kedaerahan yang sempit, bukan menunjukkan prestasi individu, dan mengedepankan asas kepantasan untuk menjadi pemimpin. Bila cara ini digunakan banyak orang secara kumulatif, maka akan menjadi problem tersendiri di masa depan.
Ketiga; lemahnya kesadaran hukum dan mengabaikan aturan. Inilah yang menjadi sumber kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas Kota Jambi,yang disebabkan penggunaan fasilitas publik untuk pedagang kaki lima dan parkir liar. Mudahnya pemerintah kota memberikan izin pendirian mall dan kawasan real estate di daerah resapan air, yang melanggar tata ruang dan analisis dampak lingkungan. kemudahan memberikan izin tempat hiburan seperti pub dan karaoke yang berada dekat dengan kawasan pemukiman dan tempat ibadah, seperti yang terjadi di simpang kapuk. Keempat; Memudarnya semangat gotong royong dan rasa bertanggung jawab terhadap terwujudnya Kota Jambi yang tertib dan bersih.
Kota Beradab
Endapan masalah di atas, harus menjadi perhatian Walikota Jambi yang baru dilantik. Momentum tahun baru hijriah dan pengalaman Nabi Muhammad Saw kota madinah, harus menjadi contoh. Sebagai pemegang mandat untuk memimpin Kota Jambi, Walikota harus menegakkan, pertama; Menegaskan diri sebagai pemimpin warga, tanpa melihat latar belakang warga. Kedua; Mengedepankan prestasi berbasis kinerja dalam rekruitmen dan promosi pejabat publik. Ketiga; Tegas dalam menegakkan aturan, terutama yang berkaitan dengan pemberian izin pendirian pusat perbelanjaan, ruko dan tegas menertibkan warga yang melanggar aturan. Keempat; Membangkitkan kembali semangat warga untuk gotong royong, partisipasi dan rasa memiliki, bahwa kota jambi punya kita, agar Jambi menjadi kota yang benar benar bersih dan terhindar dari kekumuhan serta kesemrawutan. Kelima, membuka akses yang luas bagi seluruh warga untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa diskriminasi. Keenam; Memperkuat institusi sosial, adat dan budaya sebagai media memperkuat civil sosciety. Demikianlah catatan kecil ini bisa menjadi perhatian walikota Baru, untuk mewujudkan Kota Jambi yang tertib, bersih, aman, damai dan beradab.
*Penulis adalah Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi, Wakil Koordinator Kopetais Wil XIII Jambi
Tidak ada komentar :
Posting Komentar