Oleh: Ahmad Jumadil*
Pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) diminati masyarakat. Gaji lumayan, uang pensiun, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan beras, uang lelah, uang lauk pauk, merupakan pemasukan PNS. Selain itu biaya kesehatan juga gratis karena ditanggung Askes. Belum lagi mudahnya mendapatkan pinjaman bank maupun koperasi. Tidak sampai disitu, kabarnya seluruh kementerian, lembaga dan pegawai daerah pada kedepannya secara bertahap akan diberikan remunerasi atau tunjangan kinerja.
Itu adalah beberapa keuntungan bila nanti menjadi PNS. Jadi, tidak heran jika para pencari kerja berbondong-bondong memasukkan lamarannya pada instasi pemerintah yang membuka lowongan PNS. Di Provinsi Jambi saat ini ada tiga kabupaten/kota membuka lowongan menjadi aparatur yaitu Kota Sungai Penuh, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Tebo. Setidaknya puluhan ribu berkas lamaran telah mampir di meja Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dari masing-masing kabupaten/kota tersebut.
Hanya saja, sudah menjadi rahasia umum sistem rekruitmen CPNS tidak pernah transparan dan akuntabel. Permasalahan yang muncul pada rekruitmen CPNS antara lain: munculnya peserta fiktif dan susulan, peserta tidak mengikuti ujian tapi dinyatakan lulus, pengumuman CPNS sebanyak dua kali, hasil rangking tidak diumumkan pada publik, pembatalan pegumuman yang terlanjur diumukan dan diganti dengan pengumuman baru, formasi terisi dengan kualifikasi pendidikan yang tidak tepat, penempatan tenaga honorer yang tidak pernah mengabdi tapi dinyatakan lulus, perubahan formasi tidak diumumkan, pengumuan ditanda-tangani Wakil Bupati yang seharusnya dilakukan oleh Bupati, peserta dengan rangking tertinggi tapi tidak lulus, penentuan kelulusan tenaga honorer tidak ditentukan oleh masa kerja, dan banyaknya SK siluman untuk tenaga honorer.
Sistem perekrutan CPNS tahun ini yang digadang-gadang akan transparan dan akuntabel ternyata tidak sebaik kabarnya. Pendaftaran yang dilakukan melalui media internet sepertinya hanya formalitas saja. Karena pendafataran tersebut hanya untuk mengambil nomor registrasi dan mencocokkan data pelamar. Selebihnya, prosedur yang dilalui tetap sama seperti sebelumnya yaitu membuat surat lamaran secara manual dan mendaftar kembali secara manual ke instansi masing-masing, lalu ujian dengan sisterm Lembar Jawaban Komputer (LJK).
Selain itu sistem pendaftaran ulang para calon birokrat ini juga masih tradisional bahkan cenderung dengan sengaja mempersulit. Seperti yang terjadi di Sarolangun, pelamar yang ingin memasukkan berkas wajib mengirimnya melalui kantor pos Sarolangun dengan bukti resi pos. Padahal jarak antara kantor pos dan BKD tidak terlalu jauh. Apalagi bagi pelamar luar daerah, seperti dari Sumatra Barat dan Sumatra Selatan. Mereka harus bolak-balik dari daerah asal mereka yang menempuh jarak puluhan kilometer. Ini baru pengiriman saja. Untuk mengambil nomor ujian juga BKD Sarolangun mewajibkan pelamar datang langsung dengan menunjukkan KTP dan resi pengiriman dari PT. POS tanpa bisa diwakilkan seperti yang tertera dalam pengumuman di koran. Prosedur ini pun hampir sama persis dengan dua kabupaten/kota lainnya. Sehingga banyak pihak yang menilai sistem yang rumit ini sengaja di buat untuk menggugurkan pelamar sebelum mereka melaksanakan ujian bahkan sebelum memasukkan lamarannya.
Dari dua prosedur di atas sebenarnya bisa dipangkas sehingga menjadi efektif dan efisien. Jadi pelamar tidak direpotkan dengan agenda-agenda yang menguras waktu dan tenaga. Contonya dalam mengirim berkas boleh dikirim melalui pos masing-masing daerah asal pelamar. Dalam mengambil nomor ujian dapat diunggah melalui website pemerintah daerah setempat dan di bawa saat ujian. Mengenai tempat ujian, pemerintah kabupaten/kota membuat denah lokasi ujian lengkap dengan cara mencapai tempat tersebut. Bahkan dalam ujian pun sebenarnya juga bisa melalui ujian online.
Hal ini makin membuat kecurigaan masyarakat terhadap transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan rekruitmen PNS ini semakin besar. Tidak heran jika di semua daerah kabupaten/kota yang melaksanakan rekruitmen di demo oleh pihak masyarakat, aktivis maupun mahasiswa. Karena masyarakat masih menganggap rekrutimen tahun ini masih di selimuti dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Bahkan gosip yang beredar di masyarakat jauh lebih menakutkan. Dikatakan bahwa formasi pegawai yang ada dalam rekruitmen tersebut sudah menjadi jatah dari kerabat oknum pejabat tertentu.
Dalam prakteknya permasalahan seleksi CPNS seolah tak pernah usai padahal berbagai perbaikan dan upaya telah dilakukan. Namun pada kenyataannya pelaksanaan CPNS dari tahun ke tahun tetap saja tidak memuaskan berbagai pihak. Baiknya pemerintah dalam hal ini tidak main-main lagi dalam merekrut pegawai. Sistem rekruitmen harus di buat se-efisien mungkin sehingga menjadi efektif tanpa harus membebankan calon pegawai dengan sesuatu yang sia-sia.
Rekruitmen pegawai adalah langkah awal bagi pemerintah untuk memperbaiki diri. Karena aparatur yang nantinya akan duduk sebagai pegawai negeri merupakan agen dari reformasi birokrasi kedepan yang kan membuat negara ini menjadi lebih baik. Good governance dan clean governance merupakan hal penting dalam mengelola negara ini. proses rekrutmen yang sesuai prosedur dan dilakukan secara transparan terbebas dari KKN akan mendapatkan CPNS yang berdedikasi. Awal yang baik ini pada gilirannya akan mendorong PNS untuk selalu meningkatkan kinerjanya.
Mudah-mudahan kecurigaan dan prasangka yang ada di masyarakat itu salah dan pemerintah selaku panitia penerimaan CPNS baik tingkat daerah maupun pusat tetap amanah dalam melaksanakan tugasnya. Wallahu’alam.
*Alumni FIKOM Unisba, bekerja dan berdomisili di Sarolangun.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar