Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Sabtu, 03 Agustus 2013

Mengakhiri Bulan Ramadan

Amri Ikhsan, S.Pd.
Oleh: Amri Ikhsan, S.Pd.*
Ya Allah, kami tak bisa berbuat lebih banyak di ramadhan ini. Kami hanya mampu untuk mereguk nikmat dan senang, tanpa bisa memberikan yang terbaik untuk-Mu. Di bulan ini kami lebih banyak meminta ketimbang mengerjakan seruanMu. Ramadhan bagi sebagian kami, tak ubahnya sebuah pesta. Ramadhan bagi segolongan kami, sekadar seremonial ibadah. Nyaris hanya secuil yang bisa kami maknai kemuliaannya.

Banyak kisah mengajari kita ‘orang yang telah beramal’ tetapi diakhiri dengan suul khotimah tetapi sebaliknya banyak orang yang belum beramal dengan baik tetapi diakhiri dengan husnul khotimah. Karena menurut banyak pendapat, dalam islam sebuah amal akan ditentukan bagaimana kita mengakhirinya.

Adab yang penting di malam-malam terakhir Ramadhan adalah melepaskan bulan suci ramadhan dengan perasaan sedih dan menyesal lantaran ditinggalkan, lantaran tidak bisa beribadah secara kaffah. Jika kita sungguh bahagia dengan kedatangan bulan Ramadhan, menikmati ibadah dan puasa, maka berusahalah sebaik mungkin untuk menjalankannya, meyakini segala manfaat, kemuliaan dan kebesarannya. Ketika bulan itu akan ditinggalkan, sangat wajar kalau kita sedih dan berduka: Selamat berpisah, duhai kawan seperjalanan yang kehadirannya adalah karunia dan pahala dan perpisahannya penuh dengan kesedihan.
Para salafusshalih menangis ketika akan berpisah dengan bulan ramadhan.  Mereka merasakan nikmatnya ramadhan yang terbukti mampu merubah perilaku seorang muslim sedemikian rupa.

Ibaratnya, ramadhan adalah oase di tengah-tengah gurun pasir yang panas, tempat musafir melepaskan letih dan dahaga dan melanjutkan perjalanannya.  Karenanya, indikasi sukses ramadhan adalah kemampuan membawa nilai ruhiyah selama ramadhan untuk disambungkan sebagai amalan pada hari-hari lain di luar ramadhan. 

Karena bulan Ramadhan, kita punya dua momentum yang mengingatkan akan dosa-dosa kita: menjelang ramadhan dan menjelang hari raya. Pulsa HP umat Islam tersedot untuk ber-SMS-ria dari orang yang kita kenal dekat, tetapi banyak juga sahabat jauh, minta dimaafkan. Biarpun sesungguhnya, kalau mau jujur, kita juga tidak ingat lagi dosa yang mana dan salah yang mana yang perlu dihapus. Yang penting pesan minta dimaafkan sudah dikirimkan.

Ramadhan adalah sebuah moment penting bagi umat Islam di seluruh dunia karena bulan penuh rahmat dan ampunan. Sehingga umat Islam berlomba-lomba beramal kebajikan, berpuasa, bertarawih dalam rangka melebur dosa-dosanya agar lebih dekat dengan ridha Tuhan-Nya.  

Banyak orang berharap ada perubahan dalam dirinya setelah sebulan berpuasa. Sebulan berpuasa akan melahirkan manusia baru, yakni manusia yang lebih mengedepankan perilaku religius sekaligus merawat moralitas. Manusia baru tak membedakan sebelas bulan pasca-Ramadhan dan Ramadhan itu sendiri. Roh Ramadhan memunculkan kecerdasan sosial yang terus membimbingnya pada sebelas bulan lainnya.

Kesalehan sosial mengandung makna, orang itu memiliki kepedulian untuk berhubungan secara harmonis dengan lingkungan sosial dan alam sekitar, sekaligus mampu ikut bertanggung jawab terhadap pengembangan masyarakatnya atau memiliki keunggulan partisipatoris yang dilandasi tingginya kualitas iman dan takwa.

Ciri masyarakat yang memiliki kesalehan sosial itu bisa dilihat bagaimana mereka konsisten menempatkan hukum sebagai aturan main. Mereka juga mempunyai kepedulian sosial yang ditandai dengan kemauan berbagi dengan kelompok yang lemah. Selain itu, dicirikan oleh sikap toleran atas berbagai perbedaan yang ada serta kemauan kerja keras untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

Alangkah indahnya jika kesalehan sosial kian menebal pasca- Ramadhan. Kita paham aturan main sebenarnya sehingga hidup lebih disiplin dan tidak main terabas. Kita paham makna kerja keras bukan bernafsu meraih kesenangan dengan cara secepatnya. Kita menempatkan perbedaan sebagai landasan hidup harmonis, bukan pemicu konflik.

Itulah ”manusia baru” yang diharapkan lahir pasca-Ramadhan. Jika saja ke depan tak menemukan ”manusia baru” dimaksud, kita pertanyakan kualitas ibadah puasa kita. Ramadhan hanya membangun kesalehan ibadah, tanpa kesalehan sosial. Rugilah mereka yang melewatkan Ramadhan demi kesalehan ibadah belaka dan merayakan hari kemenangan menjadi semu belaka.

Ya Allah, diantara yang paling istimewa dari kewajiban itu Engkau jadikan bulan Ramadhan yang Kau istimewakan dari bulan yang lain. Kau pilih ia dari semua zaman dan masa; Kau lebihkan ia dari semua waktu dalam setahun dengan Al-qur’an dan cahaya yang Kau turunkan didalamnya,  dengan puasa yang Kau wajibkan didalamnya, dengan malam Qadar yang lebih baik dari seribu bulan yang Kau agungkan didalamnya, kemudian Kau istimewakan kami dari semua umat; maka kami berpuasa atas perintah-Mu, kami persembahkan puasa dan ibadah kami kepada Mu; melalui itu kami dapat memperoleh pahala-Mu. Kau penuhi apapun yang diinginkan dari-Mu. Kau permurah dengan apa yang diminta dari karunia-Mu. Kau dekat dengan orang yang berusaha mendekati-Mu. Bulan ini telah hadir ditengah-tengah kami dengan kahadiran yang terpuji, telah menemani kami dengan persahabatan sejati, telah menguntungkan kami dengan keuntungan terbaik di seluruh alam.

Tiba-tiba ia meninggalkan kami pada akhir waktunya, pada kesempurnaan bilangannya; kami ingin mengucapkan selamat tinggal kepadanya, selamat tinggal kepada dia yang telah menyadarkan kami, merisaukan dan mendukakan kami atas kepergiannya; untuknya kami punya janji untuk menjaga kesuciannya, dan mempertahankan ibadah kami disebelas bulan yang lain.

Ya Allah, pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan tahun depan. Amin!

*Pemerhati Pendidikan, Guru MAN Muara Bulian, Anggota PELANTA 
Sumber: http://www.jambiupdate.com/artikel-mengakhiri-bulan-ramadan.html

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Space 2

Space 2