Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Kamis, 29 Agustus 2013

Memperkuat Eksistensi (Pasal) Santet

Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) merupakan kitab yang berisi aturan mengenai tindakan-tindakan yang dapat dipidana apabila dilakukan. Di Indonesia KUHP diadopsi dari kerajaan Belanda dimana pada saat itu Belanda pun mendapatkannya dari Code Penal Prancis saat Prancis melebarkan sayap jajahannya ke kerajaan Belanda.

Isu untuk melakukan perubahan terhadap KUHP semakin menjadi sangat relevan bagi bangsa Indonesia mengingat KUHP sekarang sudah berumur lebih dari 200 tahun. Berdasarkan disiplin ilmu hukum yang saya pelajari seharusnya hukum yang baik haruslah hukum yang berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tentunya jika KUHP telah berumur lebih dari 200 tahun, maka artinya KUHP yang sekarang dipakai sebagai tiang penyangga utama hukum pidana nasional bangsa indonesia tidak lagi dapat memfasilitasi maupun mengakomodir kebutuhan masyarakat.

Wacana untuk melakukan perombakan besar di bidang hukum pidana Indonesia ini, sudah dilaksanakan jauh-jauh hari. Namun terhalang oleh karena adanya perbedaan pandangan yang sangat tajam didalam DPR mengenai beberapa pasal-pasal kontroversial.

Salah satu pasal kontroversial tersebut adalah pasal santet. Keberadaan pasal santet ini memantik perdebatan yang cukup alot dikarenakan adanya keraguan sebagian wakil rakyat terhadap keberadaan santet ini sendiri. Tidak hanya pemerintah, masyarakat diluar pun ikut menyangsikan  tindakan DPR ketika memasukkan pasal santet dalam RUU KUHP.

Fenomena Salah Tafsir
Banyak yang mengatakan bahwa santet itu ghaib, sulit untuk dibuktikan, kuno, tidak modern dan kriminalisasinya tidak menjamin asas kepastian hukum. Saya mendengarnya dari komentar beberapa teman saya, bahkan saya pernah mendengar kata-kata tersebut dari salah satu narasumber di tv one. Ya benar, namun kalau kita lihat lebih seksama bukan santet yang menjadi objek dari pasal tersebut, akan tetapi perbuatan menawarkan diri untuk menimbulkan penderitaan baik mental maupun fisik kepada seseorang lewat perantara kekuatan gaib.

Memang sulit bagi logika untuk menerima apakah santet termasuk dalam suatu perbuatan krimininal, ini akan berhubungan langsung dengan cara pandang bangsa indonesia dalam melihat hal gaib. Apalagi sebelum amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, negara ini menganut sistem hukum eropa kontinental (rechstaat) dimana asas legalitas menjadi sorotan utama untuk menjamin adanya kepastian hukum.

Kesalahan Faktual
Prof. Muladi mengatakan bahwa fenomena santet belakangan ini sudah sangat marak. Dalam ilmu hukum pidana sudah ada yang dinamakan fakta lapangan, atau yang disebut Prof. Andi Hamzah sebagai kesalahan faktual. Maksudnya di lapangan sudah banyak orang yang terkena santet, seperti betis yang didalamnya ada paku, perut yang terdapat lilitan kawat, mur, baut dan lain sebagainya, bahkan saya pernah melihat orang yang didalam perutnya ada kalajengking.

Nah, ini adalah fakta dilapangan bahwa diluar banyak orang yang tersiksa bahkan sampai mati dikarenakan penyakit yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Tugas negara adalah melindungi warga negara, dan seluruh tumpah darah indonesia dari perbuatan yang menyebabkan hal yang demikian.

Setidaknya walaupun sulit untuk dipercaya, redaksi pasal santet dalam RUU KUHP menurut saya sudah berdiri ditengah-tengah. Ia tidak menghukum orang menyantet, melainkan orang yang menawarkan diri untuk menyantet.

Selain itu, pasal santet berguna unuk mencegah masyarakat tertipu terhadap dukun-dukun santet diluar sana yang beriming-iming dapat membantunya secara gaib. Dan mencegah terjadinya aksi main hakim sendiri bagi masyarakat suatu tempat yang geram terhadap seseorang yang diduga kuat merupakan dukun santet. Karena seperti yang kita ketahui lumayan banyak kasus pembakaran, pengeroyokan terhadap seseorang yang diduga kuat dukun santet dikarenakan masyarakat sudah mulai muak sekaligus khawatir terhadap praktik-praktik perdukunannya. Hal ini menandakan bahwa mayarakat menolak terhadap hal tersebut, namun terpaksa harus mereka lakukan karena negara sebagai unsur penegak hukum tidak mampu menyentuh seseorang tadi dikarenakan alasan legalitas.

Tugas Negara
Mengutip Al-quran surah Al-isra ayat 15, bahwasanya “Allah tidak akan menghukum suatu kaum, sebelum Allah mengutus seorang rasul” maksudnya Allah tidak akan menghukum seseorang sebelum Allah mengirimkan suatu peringatan. Dapat pula diartikan Negara tidak boleh menghukum seseorang jika aturannya tidak ada. Mempunyai makna acontrario bahwasanya segala sesuatu yang tidak dilarang berarti diperbolehkan.

Berarti, jika santet selama ini tidak diatur dalam KUHP, ini menandakan bahwa negara mengizinkan dilakukanya praktik santet. Otomatis dengan keadaan seperti ini negara tidak dapat berbuat banyak ketika korban mulai berjatuhan.

Imam Ghazali pernah mengatakan menjadi tugas negaralah untuk membuat suatu regulasi hukum. Socrates juga pernah bertutur bahwa negara harus mampu melindungi warga negaranya terhadap seluruh ancaman yang dapat memusnahkan harkat dan martabatnya sebagai seorang manusia. Termasuk ancaman yang tak kasat mata. 

*Penulis adalah mahasiswa fakultas hukum Unja
Sumber: http://jambiupdate.com/artikel-memperkuat-eksistensi-pasal-santet.html

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Space 2

Space 2