Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Selasa, 20 Agustus 2013

Kontradisi Perilaku Beragama dan Berbudaya

H. Sjofjan Hasan, S. H., M. H.
Oleh: H. Sjofjan Hasan, S. H., M. H.*
Beberapa tahun lalu seorang sahabat penulis pernah mendapatkan kesempatan belajar di kota Moskow dalam rangka program pertukaran mahasiswa antara negara Rusia dan Indonesia. Ada pengalaman yang mendjadi catatan yang bersangkutan dan diceritakan setelah kembali ke Indonesia. Pada suatu saat sang mahasiswa ini kehilangan dompet ketika dalam perjalanan di kota Moskow tersebut. Dia kebingungan, bagaimana di negeri yang sangat asing untuk mencari dompet itu, entah dimana tercecernya. Dia juga merasa segan menceritakan pada teman-teman se asrama. Beberapa hari kemudian datang seorang polisi ke asrama mahasiswa Indonesia di kota Moskow. 

Lalu menanyakan kepada penghuni asrama apa ada yang kehilangan, selanjutnya polisi Moskow tersebut mengeluarkan, sebuah dompet dan menanyakan siapa yang merasa mempunyai dompet. Setelah diperiksa isinya,uang dan kartu identitas lainnya ternyata masih lengkap,ternyata betul dompet milik mahasiswa Indonesia tersebut. Oleh polisi Moskow diserahkanlah dompet tersebut kepada mahasiswa Indonesia. Oleh mahasiswa Indonesia ini menerima dengan rasa senang hati dan mengeluarkan beberapa lembar uang yang ada di dompet itu dan menyerahkan kepada sang Polisi, maksud hati sebagai ucapan rasa terima kasih. Tetapi sang Polisi Moskow menolak pemberian tersebut dan menjawab “kami sudah di bayar negara untuk menjalankan tugas ini.”

Pengalaman penulis sendiri ketika berkunjung ke kota PORTLAND di Negara Bagian Oregon USA tahun 2004, sempat satu bulan berada di kota itu. Ada beberapa pengalaman yang menjadi catatan penulis. Salah satu pengalaman yang menjadi perhatian, ialah ketika berada di jalan raya kota Portland. Setiap persimpangan jalan, walau tidak ada lampu pengatur lalu lintas, dan kenderaan tidak begitu sibuk/ramai, semua kenderaan yang mau melintasi persimpangan ini tetap berhenti dulu dan memberi tanda pada kenderaan lain yang berlawanan arah dengan lambaian tangan siapa yang akan mendahului untuk melintasi persimpangan itu. Begitu juga apa bila ada seorang pejalan kaki mau menyeberang jalan, satu kaki sudah turun dari trotoar, semua kenderaan berhenti memberi kesempatan kepada pejalan kaki untuk menyebrangi jalan, dalam rangka menghormati hak pejalan kaki.

Pengalaman lainnya penulis ketika mendampingi peserta Diklat SPAMA pegawai negeri dilingkungan Pemda Jambi di tahun 2003 mengunjungi kota Singapura,dalam rangka acara penutupan Diklat SPAMA. Waktu itu jumlah rombongan 22 orang termasuk kami para widyaswara yang mendamping peserta diklat. Ketika dalam Bis yang membawa rombongan keliling kota Singapura,kami harus membayar 27 dollar 75 sen uang siangapura. Karena sulit mengumpulkan uang recehan, dibayarkan kepada kondektur 30 dollar Singapura. Apa yang terjadi. Sang Kondektur tidak mau menerima 30 Dollar tersebut dia mau terima 27 dollar saja. Dia lebih mau menerima kurang dari pada berlebih. 

Dinegeri sekuler, bahkan di negeri Atheis seperti Moskow, kejujuran, menghargai hak orang lain, mentaati aturan aturan yang berlaku,sikap sopan santun, bisa terujud dengan baik. Pertanyaannya bagaimana di negeri kita ? Negeri yang terkenal berbudaya luhur, salah satu negeri yang terbanyak ummat muslimnya.Semua Aturan berlalu lintas adalah demi keselamatan semua orang di jalan raya termasuk si pengemudi, misalnya harus memakai seatbelt/sabuk pengaman bagi sopir dan penumpang mobil, memakai Helm bagi pemakai kenderaan motor roda dua.  Dipersimpangan jalan sudah ada lampu pengaturan lalu lintas/trafficlight, kapan kita boleh melintasi persimpangan dan kapan kita harus berhenti untuk memberikan kesempatan pada orang lain. Ada lampu merah menanda kita harus stop,lampu kuning kita harus hati/siap2,lampu biru kita boleh melintasi persimpangan itu. Tapi apa yang sering kejadian, berkendaraan ugal-ugalan,tidak memakai Helm. Jangankan di persimpangan jalan yang tidak ada lampu pengatur lalu lintas, yang ada lampu pengatur lalu lintas juga  sering di langgar, lampu merah  diterobos dengan tanpa ada rasa bersalah melanggar aturan lalulintas.Disetiap persimpangan jalan adakalanya tertulis dengan huruf besar bahwa BELOK KIRI IKUTI LAMPU LALULINTAS. Pernah penulis berhenti/tidak melanjutkan perjalanan belok kiri,karena ada tulisan seperti tersebut diatas. Tapi kenderaan di belakangmembunyikan klakson berulang ulang, dan sopirnya berteriak teriak untuk menyuruh harus jalan. Barangkali banyak orang yang masih buta huruf di negeri kita ini, dak bisa baca rambu-rambu/peringatan peringatan bagi pengguna jalan. Bahkan ada kesan bahwa aturan/hukum baru ada ketika polisi ada. Polisi tidak ada,berarti hukum/aturan lalulintas juga tidak ada.

Gambaran bagaimana karakter masyarakat kita dalam berinteraksi sesama,terutama   dalam menggunakan jalan raya,ini cukup memprihatinkan. Pada hal ini memang termasuk hal hal yang sepele. Tidak menutup kemungkinan, karakter seperti tersebut juga terjadi pada kegiatan kehidupan lainnyayang lebih besar.

Nilai nilai agama dan nilai budaya bangsa tidak dijadikan sumber Etika dalam berbangsa dan bernegara oleh sebahagian masyarakat. Bahkan nilai nilai yang ada dalam norma adat  melayu Jambi sudah ada sejak zaman nenek moyang yang mengatur bagaimana sikap dalam bermasyarakat. Penulis ingin mengingatkan kembali kita semua,terutama sebagai putra Jambi,bagaimana makna philosopy yang ada dalam ungkapan tradisional suku melayu Jambi yaitu “Adat nan dak lokangdek panas dak lapuk dek hujan,titian toras batanggo batu,jalan barambah nan di turut,baju bajait nan dipakai,sumur tegenang nan disauk“.

Titian teras bertangga batu. Bermakna  suatu ketentuan keras dan bersangksi yang harus diikuti oleh setiap orang. Jalan barambah nan di turut.Bahwa seseorang tidak boleh menyimpang dari ketentuan hukum yang telah ada. Baju bajait nan dipakai. Semua liku kehidupan tidak boleh keluar dari ketentuan yang berlaku.Sumur tegenang nan di sauk.Bahwa apa apa yang tersedia saja yang boleh diambil supaya terjamin dari kemungkinan yang tidak baik. Inilah ungkapan kekeluargaan yang mengutamakan sopan santun. Sebuah ungkapan semacam nasihat kepada orang agar dapat berperilaku sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah ini yang sudah ada secara turun temurun. Bagaimana generasi sekarang ? Wallahu A’lam Bish Shawaab.

*Anggota Komunitas PELANTA Jambi/Ketua STIE Muhammadiyah Jambi.
Sumber: http://jambiupdate.com/artikel-kontradisi-perilaku-beragama-dan-berbudaya.html

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Space 2

Space 2