Oleh: Yazirman Ilyas
Diterangkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dimana ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Awal bulan Ramadhan adalah Rahmah, pertengahannya Maghfirah, dan akhirnya ‘Itqun Minan Naar (pembebasan dari api neraka).” Sejalan dengan itu maka sebagian ulama membagi bulan ramadhan dalam tiga bagian, yaitu: Sepuluh hari pertama ramadhan dinamakan terbukanya pintu Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang menunaikan shaum; Sepuluh hari kedua atau pertengahan dinamakan Magfirah yaitu diampuninya-Nya segala dosa-dosa oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Sepuluh hari terakhir bulan ramadhan dinamakan pembebasan dari api neraka.
Sekarang kita telah memasuki fase kedua atau fase 10 hari pertengahan yang keutamaannya adalah Allah banyak memberikan maghfirah atau ampunan. Dengan begitu, inilah saat yang tepat bagi kita untuk meminta ampunanNYA. Karenanya, jangan sampai kita melewatkan hari-hari penuh ampunan yang telah dijanjikan oleh Allah SWT dengan sia-sia.
“Dari Abu Hurairah RA, Rasul saw bersabda, Barangsiapa yang melaksanakan shaum Ramadhan karena iman dan mengharapkan keridloan Allah, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu”. (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah). Ibnu Hajar rahimahullah - berkata : “Yang dimaksud dengan keimanan dalam hadits artinya meyakini kebenaran tentang wajibnya puasa Ramadlan. Sedangkan yang dimaksud harapan di sini artinya mengharap pahala dari Allah Ta’ala”. (Fathulbaari juz 4 hal 115).
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam juga bersabda : Barangsiapa melakukan shalat malam Ramadlan (tarawih dan witir) karena keimanan dan mengharapkan pahala di sisi Allah, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR. Bukhari dan Muslim).
Sesungguhnya para hamba sangat membutuhkan ampunan Allah Ta'ala dari dosa-dosa mereka, dan mereka rentan terjerumus dalam kubangan dosa. Rasûlullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kalian, dan Dia pasti akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa, lalu mereka akan memohon ampun kepada Allah, lalu Dia akan mengampuni mereka. (HR. Muslim).
Allah swt telah mensyariatkan faktor-faktor penyebab dosa, agar hatinya selalu bergantung kepada Rabbnya, selalu menganggap dirinya sarat dengan kekurangan, senantiasa berintrospeksi diri, jauh dari sifat ‘ujub (mengagumi diri sendiri), ghurûr (terperdaya dengan amalan pribadi) dan kesombongan.
Seorang Muslim yang berusaha mendapatkan ampunan dosa, akan berbahagia dengan adanya amalan-amalan shaleh agar Allah Ta’ala menghapuskan dosa dan perbuatan jeleknya, karena kebaikan bisa menghapus kejelekan. Namun demikian sebagai muslim, hendaklah cermat dalam memahami hukum-hukum Allah, agar setiap ibadah yang dilaksanakan tidak sia-sia. Demikian pula halnya ibadah ramadlan yang diharapkan menjadi wasilah bagi Allah untuk mengampuni dosa-dosa kita, tentunya membutuhkan beberapa syarat. Ada syarat-syarat yang hendaknya menjadi perhatian bagi kita dalam menggapai ampunan Allah swt, diantaranya :
1. Tuhid. Inilah sebab teragung. Siapa yang tidak bertauhid, maka kehilangan ampunan dan siapa yang memilikinya maka telah memiliki sebab ampunan yang paling agung. Allah Ta'ala berfirman: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (Qs an-Nisa‘[4] : 48).
Siapa saja yang membawa dosa sepenuh bumi bersama tauhid, maka Allah Ta'ala akan memberikan ampunan sepenuh bumi kepadanya. Namun, hal ini berhubungan erat dengan kehendak Allah Ta'ala. Apabila Allah Ta'ala berkehendak, akan mengampuni. Dan bisa saja, Allah Ta'ala berkehendak untuk menyiksanya. Siapa yang merealisasikan kalimatut tauhîd di hatinya, maka kalimatut tauhîd tersebut akan mengusir kecintaan dan pengagungan kepada selain Allah Ta'ala dari hatinya. Ketika itulah dosa dan kesalahan dihapus secara keseluruhan, walaupun sebanyak buih di lautan.
‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa Rasûlullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda: “Sesung-guhnya Allah akan menyendirikan seorang dari ummatku (untuk dihadapkan) di depan semua makhluk pada hari Kiamat. Lalu Allah menghamparkan sembilan puluh sembilan lembaran (catatan amal) miliknya. Setiap lembaran seperti sejauh mata memandang. Kemudian Allah berfirman: “Apakah kamu mengingkarinya? Apakah malaikat pencatat amalan menzhalimimu”. Maka ia pun menjawab: “Tidak wahai Rabbku”. Lalu Allah berfirman lagi: “Apakah kamu memiliki udzur?” Ia menjawab: “Tidak ada wahai Rabb”. Lalu Allah berfirman: “(Yang benar) ada, sesungguhnya kamu memiliki kebaikan di sisi Kami, tidak ada kezhaliman atasmu pada hari ini”. Lalu dikeluarkan satu kartu berisi syahadatain. Kemudian Allah berfirman: “Masukanlah dalam timbangan!” Ia pun berkata: “Wahai Rabbku apa gunanya kartu ini dibandingkan lembaran-lembaran
itu?” Maka Allah berfirman: “Sungguh kamu tidak akan dizhalimi”. Rasûlullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Selanjutnya lembaran-lembaran tersebut diletakkan dalam satu anak timbangan dan kartu tersebut di anak timbangan yang lain. Ternyata lembaran-lembaran terangkat tinggi dan kartu tersebut lebih berat. Maka tidak ada satu pun yang lebih berat dari nama Allah”.
Rasûlullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam hadits Qudsi menyatakan: Allah berfirman: "Wahai anak keturunan Adam, seandainya kamu membawa dosa sepenuh bumi kemudian kamu menjumpai-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Ku (tidak berbuat syirik) tentu saja Aku akan membawakan untukmu sepenuh bumi ampunan. (HR Muslim)
Ini adalah keutamaan dan kemurahan dari Allah Ta'ala dengan pengampunan seluruh dosa yang ada pada lembaran-lembaran tersebut dengan kalimat tauhid. Karena kalimat tauhid adalah kalimat ikhlas yang menyelamatkan pemiliknya dari adzab. Allah Ta'ala menganugerahinya surga dan menghapus dosa-dosa yang seandainya memenuhi bumi; namun hamba tersebut telah mewujudkan tauhid, maka Allah Ta'ala menggantikannya dengan ampunan.
2. Do’a dengan pengharapan. Allah Ta'ala memerintahkan berdoa dan berjanji akan mengabulkannya. Allah Ta'ala berfirman: Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”. (Qs Ghafir/ 40:60)
Doa adalah ibadah. Doa akan dikabulkan apabila memenuhi kesempurnaan syarat dan bersih dari penghalang-penghalang. Kadangkala, pengabulan itu tertunda, karena sebagian syarat tidak terpenuhi atau adanya sebagian penghalangnya.
Di antara syarat dan adab terkabulnya doa adalah kekhusyukan hati, mengharapkan ijabah dari Allah Ta'ala, sungguh-sungguh dalam meminta, tidak menyatakan : Ya Allah Ta'ala, kabulkanlah permintaanku bila Engkau berkenan, tidak tergesa-gesa mengharap pengabulan, memilih waktu-waktu dan keadaan yang mulia, mengulang-ulang doa tiga kali dan memulainya dengan pujian kepada Allah Ta'ala dan shalawat dan menutupnya dengan shalawat dan pujiankepada Allah swt, menjauhkan makanan dan minuman yang haram dan lain-lain.
Di antara permohonan terpenting yang dipanjatkan seorang hamba kepada Rabb-nya yaitu permohonan agar dosa-dosanya diampuni atau pengaruh dari pengampunan dosa seperti diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.
Abu Muslim al-Khaulani rahimahullah mengatakan : “Tidaklah datang kesempatan berdoa kepadaku, kecuali saya jadikan doa itu permohonan agar dilindungi dari api neraka.”
3. Istighfar (Memohon Ampunan Allah). Permohonan ampun ini merupakan pelindung dari adzab, penjaga dari setan, penghalang dari kegelisahan, kefakiran dan penderitaan, pengaman dari masa paceklik dan dosa; meskipun dosa-dosa seseorang telah menggunung sampai menyentuh langit.
Dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu'anhu, Rasûlullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda bahwa Allah Ta'ala berfirman : “Wahai bani Adam, sesungguhnya selama engkau masih berdoa dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan meng ampuni semua dosa yang ada padamu dan Aku tidak akan peduli; Wahai bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli; Wahai bani Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan seukuran bumi kemudian engkau datang men-jumpai-Ku dalam keadaan tidak berbuat syirik atau menye-kutukanKu dengan apapun juga, maka sungguh Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan seukuran bumi juga. (HR. at-Tirmidzi)
4. Bersedekah. Bersedekah termasuk salah satu qurbah (ibadah yang mendekatkan diri) di hadapan Allah Ta'ala. Dengannya, seorang hamba memperoleh kebaikan, sesuai dengan firman Allah Ta'ala: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan. sesungguhnya Allah mengetahui nya. (Qs Ali Imran/3:92)
Dalam hadits Mu’adz radhiyallahu'anhu, Rasûlullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Maukah aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai. Bersedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api. Dan shalat seseorang di kegelapan malam …” (at-Tirmidzi no: 2541)
Rasûlullah shallallahu 'alaihi wasallam orang yang sangat dermawan. Dan Beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadlan saat beliau berjumpa dengan malaikat Jibril. Saat itu beliau lebih berbaik hati daripada angin yang bertiup sepoi-sepoi. Di antara bentuk sedekah terbaik adalah memberi makan orang yang puasa (iftharus shaim).
Disebutkan dalam hadits : “Barang siapa memberi buka puasa bagi orang yang puasa maka ia memperoleh pahala sepertinya, tanpa mengurangi pahala orang itu sedikit pun.” (HR. at-Tirmidzi).
Semoga Allah Ta'ala mengampuni dosa-dosa kita sekalian dan menutupi kekurangan-kekurangan kita dan memudahkan segala urusan kita. Wallahu a’lam bish-shawab. ***
Tidak ada komentar :
Posting Komentar