Drs. H. Navarin Karim, M.Si. |
(Cermin ketidakdekatan Legislator dengan Konsituen)
Oleh: Drs. H. Navarin Karim, M.Si.*
Baru saja ada issue akan terjadi kenaikan harga BBM, harga beberapa komoditi dan jasa mulai merangkak naik. Ketika legislatif menyetujui kenaikan harga BBM dan pihak eksekutif belum resmi umumkan kenaikan harga BBM, pebisnis barang dan jasa semakin berani menaikkan harga.
Apalagi setelah pihak eksekutif secara resmi mengumumkan kenaikan harga. Berbagai justifikasi dilakukan masyarakat untuk menaikkan harga. Misal pengemudi angkot menaikkan biaya untuk penumpang, walau secara resmi belum ada aba-aba kenaikan harga oleh organda dan departemen perhubungan. Memang harga BBM yang diberlakukan untuk mobil angkot tidak naik, tapi pemilik angkot menaikkan jumlah setoran. Tentu sopir dan stocard mau eksist, maka dengan terpaksa mereka harus menaikkan harga.
Demikian juga dikalangan perusahaan barang dan jasa, menaikkan harga dengan alasan karyawan mengancam mogok jika gaji dan atau upah mereka tidak dinaikkan. Sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi, seandainya pihak pemerintah (eksekutif dan legislatif) melakukan pengendalian harga dan barang serta melakukan penjelasan mengapa BBM seharusnya naik dan pihak pemerintah juga sebaiknya melakukan sosialisasi secara intens dan meluas bahwa adanya kompensasi dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) bagi wong cilik, serta ada juga perlakuan tidak menaikkan BBM untuk pengisian pengendara kenderaan roda dua dan angkot.
Pihak eksekutif dalam melakukan pengendalian harga terkesan memang tidak maksimal, sebenarnya kelemahan ini dapat dieliminir oleh legislatif. Bukankah salah satu fungsi legislatif melakukan pengawasan? Memang pengawasan dimaksud adalah pengawasan terhadap eksekutif, tapi tidak ada salahnya mereka membantu pemerintah dalam mengendalikan harga ini. Penulis merasa yakin sosialisasi legislatif akan lebih efektif. Masyarakat akan lebih mendengar pencerahan dari legislatif dengan asumsi legislatif masih menjalin hubungan harmonis dengan konstituennya.
Dimana legislatif ketika harga BBM naik? Kenaikan harga secara liar inilah yang menimbulkan anggapan bahwa legislatif tidak menggunakan perannya dalam menciptakan stabilitas harga. Semakin kuat dugaan bahwa legislatif tidak memilihara (maintenance) konstituennya secara baik. Sebelum menjadi anggota Parlemen, anggota dewan selalu dekat dengan rakyat dalam rangka menjalankan fungsi artikulasi kepentingan, namun setelah menjadi anggota parlemen fungsi artikulasi kepentingan ini tidak tersentuh sama sekali, apalagi menjalankan secara baik fungsi agregasi kepentingan.
Ada yang mengatakan bahwa konstituen hanya kenderaan yang digunakan agar bisa sampai ke Parlemen. Setelah sampai di Parlemen, kenderaan tersebut dibuang, seolah dia tidak butuh lagi kenderaan tersebut. Jika anda menemui anggota legislatif seperti ini, dan masih mencalonkan lagi sebagai incumbent maka jangan pilih, walau sebagian besar anggota legislatif tersebut berjasa dalam memperjuangkan BLSM. Tapi jangan hanya karena BLSM, masyarakat memilih kembali para incumbent legislatif. Mudah-mudahan masyarakat akan semakin cerdas dan tidak terjebak dengan pencitraan yang dilakukan anggota legislatif satu tahun jelang pemilu 2014. Masyarakat diharapkan dalam memilih legislatif jangan hanya melihat materi yang diberikan, tetapi apa perubahan mendasar yang telah dilakukan calon legislatif (Caleg) dalam merubah pola pandang masyarakat menuju kepada kemajuan (progresif).
*Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Nurdin Hamzah Jambi dan Ketua Pelanta.
Sumber: http://jambiupdate.com/artikel-harga-bebas-pra-dan-pasca-kenaikan-bbm.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar