Muhammad Haramen |
Oleh: Muhammad Haramen*
Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi hari ini akibat adanya pengurangan subsidi harga BBM. Dengan naiknya harga BBM bersubsidi, pemerintah bisa berhemat di tahun 2014 sebesar Rp. 100 triliun.
Karena jika harga BBM masih Rp 4.500 per liter untuk premium, artinya pemerintah harus merogoh kocek APBN per liternya Rp. 5.000 untuk mensubsidi harga tersebut. Karena harga pasar premium saat ini, Rp 9.500 per liter.
Tapi dengan naiknya harga Rp. 6.500 per liter, subsidi pemerintah per liter tinggal Rp. 3.000 lagi. Artinya hemat Rp 2.000 per liter. Jika asumsi pemakaian BBM setahun 50 juta kilo liter, maka diperolehlah angka penghematan subsidi sebesar Rp. 100 triliun.
Angka ini tentu cukup fantastis bila dialokasikan untuk pembangunan sektor-sektor lain. Misalnya sektor infrastruktur. Misalnya, untuk pembangunan jalan, asumsinya 1 KM bisa dibangun dengan anggaran Rp 1 miliar. Bayangkan jika anggaran Rp. 100 triliun tersebut dialokasikan untuk pembangunan jalan, berapa KM jalan yang bisa dibangun. Itulah gunanya kenapa subsidi BBM dikurangi.
Memang harus diakui, naiknya harga BBM ini berdampak kepada kenaikan harga barang maupun jasa. Tapi, haruskah kita tetap membiarkan BBM disubsidi, sementara infrastruktur kita masih banyak yang rusak ? Akan lebih baik uang subsidi tersebut dialokasikan untuk membuka lapangan kerja.
Meningkatkan taraf hidup orang miskin dengan pemberian jaminan sosial dan lain-lain. Karena memang agama menganjurkan untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan orang miskin. Terlepas dari itu semua, dalam tulisan ini, penulis ingin memaparkan pandangan Islam terhadap subsidi.
KH. M. Shiddiq Al-Jawi dalam sebuah tulisannya menyampaikan bahwa, subsidi didalam bahasa Arab dikenal dengan istilah i'aanah maaliyah. Yakni, merupakan bantuan keuangan yang biasanya dibayar oleh pemerintah, dengan tujuan untuk menjaga stabilitas harga-harga, atau untuk mempertahankan eksistensi kegiatan bisnis, atau untuk mendorong berbagai kegiatan ekonomi pada umumnya. (http://en.wikipedia.org).
Dalam sistem kapitalisme, subsidi merupakan salah satu instrumen pengendalian tidak langsung. Grossman dalam Sistem-Sistem Ekonomi (1995) menerangkan bahwa dalam sistem kapitalisme terdapat dua macam pengendalian ekonomi oleh pemerintah. Yaitu pengendalian langsung dan tidak langsung. Pengendalian langsung adalah kebijakanyang bekerja dengan mengabaikan mekanisme pasar, contohnya embargo perdagangan dan penetapan harga tertinggi suatu barang. Sedang pengendalian tidak langsung adalah kebijakan yang bekerja melalui mekanisme pasar, misalnya penetapan tarif serta segala macam pajak dan subsidi. (Grossman, 1995).
Dalam RAPBN-P 2013, secara garis besar ada dua subsidi, yaitu subsidi energi dan subsidi non-energi. Subsidi energi meliputi subsidi BBM dan listrik. Sedang subsidi non-energi diantaranya, subsidi pangan (Raskin), dan lain-lain.
Subsidi Dalam Islam
Didalam sejarah Islam, pemerintahan Umar Bin Khattab pernah memberikan subsidi kepada petani. Umar bin Khaththab memberikan harta dari Baitul Mal (Kas Negara) kepada para petani di Irak agar mereka dapat mengolah lahan petanian mereka. (An-Nabhani, 2004:119).
Atas dasar itu, boleh negara memberikan subsidi kepada individu. Misalnya, memberikan subsidi pupuk, benih, atau subsidi bahan baku kedelai bagi perajin tempe.
Selain itu, pemerintah juga boleh memberikan subsidi kepada rakyat yang bertindak sebagai konsumen. Seperti misalnya memberikan subsidi sembako. Karena hukum asal negara memberikan hartanya kepada individu rakyat adalah boleh (KH. M. Shiddiq Al-Jawi, http://khilafah1924.org). Pemberian ini merupakan hak Khalifah dalam mengelola harta milik negara (milkiyah aldaulah).
Khalifah boleh memberikan harta kepada satu golongan dan tidak kepada yang lain, boleh pula khalifah mengkhususkan pemberian untuk satu sektor (misal pertanian), dan tidak untuk sektor lainnya. Semua ini adalah hak khalifah berdasarkan pertimbangan syariah sesuai dengan pendapat dan ijtihadnya demi kemaslahatan rakyat. (An-Nabhani, 2004:224).
Namun dalam kondisi terjadinya ketimpangan ekonomi, pemberian subsidi yang asalnya boleh ini menjadi wajib hukumnya, karena mengikuti kewajiban syariah untuk mewujudkan keseimbangan ekonomi (at-tawazun al-iqtishadi) (Thabib, 2004:318; Syauman, t.t.:73).
Hal ini dikarenakan Islam telah mewajibkan beredarnya harta di antara seluruh individu dan mencegah beredarnya harta hanya pada golongan tertentu. Firman Allah SWT :
"supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu." (QS Al-Hasyr [59] : 7).
Nabi SAW telah membagikan fai` Bani Nadhir (harta milik negara) hanya kepada kaum Muhajirin, tidak kepada kaum Anshar, karena Nabi SAW melihat ketimpangan ekonomi antara Muhajirin dan Anshar. (An-Nabhani, 2004:249).
Dalam hal kenaikan harga BBM saat ini, pemerintah bisa saja mengurangi subsidi BBM. Karena BBM banyak dikonsumsi orang kaya. Tapi pemerintah juga wajib mensubsidi mereka yang miskin. Agar supaya mereka yang miskin tidak makin jatuh dalam jurang kemiskinan. Makanya kebijakan Balsem (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat ) tidak usaha dipermasalahkan motifnya. Apakah bermotif politik atau tidak ? Karena memang kewajiban pemerintah untuk melindungi orang –orang miskin di negeri ini. Dan menjaga stabilitas ekonomi. Semoga saja, kenaikan BBM akan membuat ekonomi kita makin berjaya.
*Pemimpin Redaksi Jambi Ekspres yang sedang menyelesaikan studi S2 Ekonomi Islam di IAIN STS
Sumber: http://jambiupdate.com/artikel-subsidi-dalam-pandangan-ekonomi-islam.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar