Seperti minum obat harus menelan pahitnya, begitulah sukarnya kita merasakan efek dari kesembuhannya. Istilah peribahasa ini menganalogikan pemilihan Walikota Jambi pada tahun 2013 ini. Apakah Walikota terpilih akan menjadi obat penawar bagi kota Jambi atau sebaliknya?
Kesembrawutan kota Jambi, kemacetan telah menjadi tontonan bagi masyarakat. Haruskah menyalahi pemimpin terdahulu ? Pilwako merupakan sebagian syarat dari penerapan sistem demokrasi yang sedang dikembangkan di Indonesia. Maka setiap pemimpin yang lahir adalah pilihan dari rakyatnya sendiri. Oleh itu, setiap pemilihan kepala daerah selalu melahirkan satu harapan untuk perubahan. Sayangnya perubahan yang dinantikan tidak kunjung tiba. Sebaliknya kandidat terpilih hanya menikmati kekuasaan yang telah diamanahkan. Apa yang dikatakan oleh Kruger (1974) sebagai penguasa rent-seeking society (para manusia pemburu harta rakyat) menjadi pembenaran dalam fenomena pemilihan kepala daerah saat ini.
Mengapa ini bisa terjadi? Paling tidak ada dua alasan yang kokoh. Pertama, lahirnya Bossisme dan dinasti politik dalam pemilihan kepala daerah. Bossisme adalah calo kekuasaan yang memiliki monopoli dan agitasi keatas kontrol terhadap sumber daya kekerasan dan ekonomi dalam satu wilayah yang berada dibawah yuridiksinya. Sebaliknya dinasti politik pula adalah satu upaya dimana penguasa meletakkan keluarga, saudara dan kerabat pada jabatan-jabatan yang strategis dengan tujuan membangun sebuah kerajaan politik baik nasional maupun lokal. Ini lah yang menjadi sumber dari masalah bagi kemajuan demokrasi di Indonesia.
Kedua, manipulasi nilai politik. Sejatinya politik adalah jembatan bagi kesejahteraan rakyat melalui kebijakannya yang populis. Namun, politik menjadi ajang manipulasi bagi para elit untuk mencapai tujuannya. Rasa sayang terhadap rakyat dan daerah yang dipimpinnya tidak dapat dituangkan lagi dalam afeksinya untuk membangun. Janji-janji manis hanya berlaku untuk seketika saja. Buyar sikap yang ditunjukkan oleh sang terpilih selalunya berlaku karena lobi politik yang telah dibangun dengan para penguasa ekonomi pada masa pemilihan. Lalu pengagihan sumber ekonomi hanya terbagi kepada kumpulan elit semata. Wajar jika implementasi kebijakan yang populis begitu berliku dan pelik bagi kesejahteraan masyarakat.
Dimana Kira Kita Mengadu ?
Serahkan semuanya kepada tuhan apa pun yang berlaku akan indah pada akhirnya. Sesuatu sikap yang naif jika persepsi ini diutamakan. Sebagai rakyat yang memiliki kuasa untuk menentukan siapa yang berhak menjadi pemimpin sejatinya memiliki tanggung jawab untuk mengontrol perilaku pejabat publik tersebut. Mekanisme check and balance tentunya harus berperan untuk kemajuan yang kita idamkan bersama. Mekanisme ini dapat terlaksana apa bila Yang Berhormat Anggota Dewan yang ditunjuk langsung oleh rakyat memainkan peranannya dengan baik bukan menjadi pendukung kebijakan pemerintah yang tidak populis.
Oleh yang demikian, ajang kontestasi pemilihan kepala daerah kota Jambi 2013 ini dapat melahirkan pemimpin yang sesuai keinginan rakyat. Sehingga sikap pesimis rakyat yang anti politik dapat dikikiskan untuk lima tahun kedepan. Semoga saja sang terpilih nanti mampu bersikap berani dan mengambil kebijakan yang populis. Seperti yang telah diucapkan (W.S Renra) Bahwa keberanian adalah cakrawala dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Berjuanglah untuk rakyat para pemimpin kami dan beranilah untuk rakyat agar kesejahteraan menjadi milik bersama.
*Penulis adalah Tenaga Pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Politik dan Pemerintah Nurdin Hamzah Jambi. Mahasiswa S3 dibidang Politik dan Pemerintahan Universiti Putra Malaysia
Tidak ada komentar :
Posting Komentar