Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Sabtu, 04 Januari 2014

Krisis Ketaatan Pada Hukum

H. Sjofjan Hasan, S.H., M.H.
Oleh: H. Sjofjan Hasan, S.H., M.H.*
Secara universal tujuan hukum menurut para ahli, agar terciptanya ketertiban, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan, adil, dalam tata kehidupan masyarakat, yang ditunjang dengan kepastian hukum, sehingga kepentingan individu dan masyarakat dapat terlindungi. Muchtar Kusumaatmaja menjelaskan, bahwa kebutuhan akan ketertiban ini adalah syarat pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat yang teratur dan damai. Dan untuk mewujudkan kedamaian masyarakat maka harus di ciptakan kondisi masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan satu dengan yang lainnya, dan setiap orang (sedapat mungkin) harus memperoleh apa yang menjadi hak nya.

Cita cita hukum yang memuat nilai nilai moral, seperti keadilan dan kebenaran, harus mampu di wujudkan dalam realitas nyata. Eksistensi hukum diakui apabila nilai nilai moral yang terkandung dalam hukum tersebut mampu di implementasikan. Meimplementasikan nilai nilai yang ada dalam hukum tersebut yang dinamakan Penegakan Hukum. Lawrence Meir Friedman, mengajarkan bahwa 3 komponen dalam sistem hukum, yakni substansi, struktur dan budaya hukum, merupakan satu kesatuan dalam melakukan upaya penegakan hukum. Dengan demikian sebaik apapun suatu perundang undangan apabila tidak disertai dengan struktur pelaksana yang baik dan budaya hukum yang mendukung, maka akan sulit untuk melakukan penegakan hukum. Yang menjadi bahasan pada kesempatan ini adalah mengenai budaya hukum.

Berbicara mengenai ”budaya hukum” berarti kita berbicara mengenai “sadar hukum”, walaupun konsep budaya hukum sebenarnya lebih luas pengertiannya dari pada pengertian sadar hukum, karena sadar hukum adalah merupakan bahagian dari budaya hukum.  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan Budaya Hukum adalah” sejumlah pola sikap, keyakinan, perasaan tertentu yang berhubungan dengan hukum “. 

Budaya itu adalah pandangan filosofis mengenai apa yang di percaya dan diyakini sebagai sesuatu yang baik dan harus di jaga. Jika kita selama ini mendapati tipe kebudayaan yang penuh dengan ke pura puraan, budaya yang yang tidak menghormati hukum, budaya yang selalu ingin untung, hanya mementingkan diri sendiri, dan be rorientasi kepada materi. Gejala ini sepertinya di rasakan sekarang yang berkembang pada perilaku masyarakat kita saat ini. 

Penulis coba memotret budaya hukum yang sedang melanda masyarakat kita saat ini. Dari contoh yang sederhana, perilaku di jalan raya. Peraturan Lalu Lintas, yang di jabarkan dengan rambu rambu lalu lintas, sepertinya tidak ada arti sama sekali. Ada tanda dilarang stop atau parkir pada tempat tertentu, ternyata tidak dipedulikan tetap saja parkir. Di persimpangan jalan adakalanya ada tulisan dengan huruf besar besar “BELOK KIRI IKUT LAMPU LALU LINTAS”, pengalaman penulis sendiri berhenti menunggu sinyal lampu lalu lintas warna biru, diteriaki oleh pengendara mobil yang dibelakang agar harus jalan. 

Kalau lampu merah di persimpangan jalan semua kita tahu untuk berhenti, itu pun sering kita saksikan di terobos. Kalau lampu kuning, perilaku yang sering terjadi tancap gas untuk segera terobos jalan di persimpangan. Kalau di luar negeri kebiasaan perilaku orang kalau lihat lampu kuning, maka yang dilakukan adalah siap siap untuk tekan rem. Setiap pengendara roda dua di harus kan menggunakan Helm, boleh dikatakan sudah mulai langka pengendara kendaraan roda dua yang memakai Helm. 

Di peringatkan dengan spanduk spanduk besar, jangan menggunakan HP/Telpon genggam kalau sedang mengemudi. Jangan kan sedang mengemudi kenderaan roda empat/mobil, sedang mengendarai roda dua pun dilakukan. Apalagi peringatan “jangan buang sampah semberangan”, buang bekas makanan pun dari dalam mobil pribadi sambil jalan pun sering kita lihat.Kita memang berhak menikmati fasilitas jalan raya, tapi orang lain juga berhak, yang harus kita sadari, jangan mentang mentang kita punya kenderaan, seenaknya menggunakan fasilitas jalan raya, orang lain pun sebagai warga masyarakat juga berhak. Bagimana pula perilaku ketika sebagai penumpang pesawat.  

Pada sandaran kursi di depan, tertulis “Dilarang meng aktifkan HP dan alat elektronik lainnya, karena akan mengganggu keselamatan penerbangan”, lebih lanjut di umumkan oleh petugas melalui sound system, di mohon kerja samanya untuk tidak meng aktifkan HP selama berada dalam pesawat. Apa yang terjadi, mesin pesawat sudah hidup, masih saja ada penumpang yang sibuk menelpon menggunakan HP. Pernah ada kejadian seorang Bapak di peringatkan oleh Pramugari untuk tidak menggunakan HP nya, malah pramugarinya di marah marahi. 

Ketika pendaratan, pesawat masih di runway saja, diantara penumpang sudah sibuk menelpon dengan HP, bahkan sudah ada yang mulai berdiri untuk mengambil barang di bagasi yang ada di cabin pesawat, pada hal sudah di umumkan  oleh petugas, bahwa HP baru bisa di aktifkan setelah anda sampai di ruang tunggu, dan harus tetap duduk dengan menggunakan sabuk pengaman sampai pesawat berhenti dengan sempurna. Pada hal semua aturan aturan itu, baik yang di jalan raya,maupun di pesawat untuk kepentingan dan keselamatan kita bersama. Dengan keadaan ini penulis berkesimpulan memang  “telah terjadi krisis ketaatan hukum dalam masyarakat kita.”

Ini adalah contoh yang paling sederhana perilaku masyarakat kita tehadap hukum dalam kehidupan, budaya yang tidak menghormati hukum. Pada hal hukum itu di ciptakan untuk memperbaiki kualitas hidup manusia sebagai machluk sosial, hukum tidak diperlukan jika manusia di dunia ini cuma satu. Perlu upaya kita bersama untuk merubah orientasi budaya hukum dalam masyarakat, menganggap hukum itu hanya bikin repot,hukum di buat untuk di langgar.

*Ketua STIE Muhammadiyah Jambi, Anggota Pelanta.NIA. 201307025.


Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Space 2

Space 2