Untuk bank data Pelanta bisa dilihat di www.data-pelanta.blogspot.com. Data tersebut akan terus diperbaharui

Senin, 11 November 2013

Caleg Muda, Kepeloporan atau Keterpurukan

Drs. Asa'ad Isma, M.Pd.
Oleh: Drs. Asa'ad Isma, M.Pd.*
Dari daftar calon anggota legislatif untuk DPR RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten yang di umumkan KPU untuk ikut Pemilu tanggal 9 april 2014 nanti, banyak dihiasi oleh calon yang berasal dari generasi muda. Bagaimana potret pemuda yang menjadi calon anggota legislatif?  Bagaimana budaya politik dan perilaku pemilih pada pemilu  2014 nanti ? Bagaimana kepelopora pemuda di pentas politik?
Potret Pemuda
Istilah orang muda, generasi muda dan pemuda adalah tiga konsep yang serupa tapi sama. Orang muda dan generasi muda lebih merujuk kepada landasan biologikal, sedangkan “pemuda” merujuk kepada landasan sosial budaya dan politik. Orang muda  biasanya di kaitkan dengan rentang usia biologis, yang berusia antara 18 sampai 40 tahun,  di luar usia itu seseorang tidak lagi disebut berusia muda. 

Sedangkan pemuda  dilihat dari konsep sosial, budaya dan politik. Dalam konteks ini, pemuda dilihat sebagai generasi yang memiliki idealisme, matang dari segi emosi dan sikap,enerjik dan produktif. Dalam sejarah perjuangan, kepeloporan pemuda 1908, 1928, 1945, 1966, dan 1998 terbukti mampu  memerdekakan, manjaga  keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan juga  sebagai penggerak gerakan reformasi dari kungkungan rezim otoritarianisme Orde Baru. Catatan sejarah inilah yang membuat keyakinan, bahwa kepeloporan pemuda akan selalu mewarnai dinamika kepemimpinan bangsa di masa depan.

Keterpurukan Politisi Muda
Namun kepeloporan  pemuda di dalam sejarah, berbanding terbalik dengan kenyataan yang terjadi sekarang ini . Kasus  penggelapan pajak yang dilakukan Gayus Tambunan dan  mega skandal Korupsi proyek pusat Olah Raga Hambalang yang diduga melibatkan Anas Urbaningrum  seakan mematahkan harapan ini. Apalagi Anas Urbaningrum, adalah  tokoh muda yang diharapkan  menjadi calon Presiden alternatif pada pilpres 2014 nanti.  Harapan tersebut bukan tanpa alasan, karena Anas Urbaningrum adalah Ketua Umum Partai Demokrat, pemenang pemilu 2009  lalu. kisah keterpurukan politisi muda, juga   pernah menimpa  Al Amin Nur Nasuton, anggota DPR RI dari Fraksi PPP dan Zulkifli Somad mantan ketua DPRD Kota Jambi, di samping kisah lainnya yang tidak terekam oleh media.

Kisah Gayus Tambunan dan Anas Urbaningrum, adalah potret tindakan melanggar hukum yang dilakukan pemuda, di samping kasus penyalahgunaan narkoba, dan perilaku  kriminal lainnya. 

Sumber Masalah
Banyak faktor yang menjadi pemicu tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan pemuda, di antaranya, pertama; Krisis karakter. krisis karakter terjadi karena sistem  pendidikan kita yang lebih memberdayakan kecerdasan intelektual, namun mengabaikan kecerdasan emosi dan  spiritual  peserta didik. Padahal karakter terkait dengan pembentukan sikap dan perilaku jujur, mandiri, kreatif dan rasa bertanggung jawab . Krisis ini makin di perparah, karena rangking  prestasi bisa didapatkan melalui transaksi dan pemberian hadiah. Pengalaman  seperti inilah yang mempengaruhi  cara berfikir pemuda dan terbawa kedalam profesi yang digeluti.  sehingga kompetisi perbutan jabatan bukan dilandaskan faktor prestasi, namun  faktor  suap dan gratifikasi.

Kedua; Budaya menerabas. Konsep ini dirumuskan Koentjaraningrat untuk menjelaskan perilaku menerabas, mengambil jalan pintas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu, termasuk mendapatkan jabatan. Ketiga;  Gaya Hidup komsumtik dan hedonistik,yang membuat biaya hidup makin tinggi, yang tidak mampu lagi ditopang oleh  pendapatan resmi dari profesi yang digelutinya,sehinga menggoda pemuda mencari sumber pendapatan lain, dan tentunya  dengan  menghalalkan segala cara. Keempat; Budaya setor dan upeti. Sudah menjadi rahasia umum, uang pelicin sering menjadi pertimbangan utama dalam rekruitmen dan promosi pegawai, serta  penentuan nomor urut calon anggota legislatif. 

Potret Parpol dan Prilaku Pemilih
Kelemahan partai politik di Indonesia adalah lemahnya sistem  kaderisasii, yang akhirnya membuat partai politik mengalami kesulitan dalam merekrut  calon anggota legislatif , yang akhirnya direkrut dari luar partai politik. Rekruitmen calon dari luar  ini biasanya harus memiliki modal  finansial yang kuat.

Bila di amat, sebagian besar  caleg yang berasal dari pemuda banyak yang  belum dikenal kiprahnya di masyarakat, termasuk minimnya pengalaman didunia politik. Rekruitmen yang terkesan instan dan karbitan inilah, yang membuat banyak caleg muda tidak percaya diri dan mandiri ketika bersosialisasi di  masyarakat.  Faktanya,banyak  baliho caleg muda dilatar belakangi  foto foto para  tokoh yang pernah menjadi pejabat atau tokoh partai politik.

Persoalan ini makin di perparah melihat prilaku pemilih  yang cenderung pragmatis, yang memilih berdasarkan apa yang diberikan sang calon kepada dirinya, bukan berdasarkan kemampuan dan integritas sang calon. Maka sering kita mendengar masyarakat berkata “ berapa yang saya dapatkan bila saya memilih anda “wani piro”.  Latar belakang calon  dan perilaku pemilih seperti inilah, yang mempengaruhi hasil  pemilu 2014.

Kepeloporan dan Agenda Perubahan
Pasca reformasi, banyak pemuda potensial   yang aktif diberbagai organisasi kepemudaan, LSM dan elemen gerakann yang tidak tertarik berkarir sebagai politisi, karena pesimis melihat budaya poltik yang tidak kondusif sebagai media memperjuangkan idealisme.  Sementara pemuda yang  menjadi calon anggota legislatif, mayoritas tersandera oleh keserakahan kekuasaan kaum tua  yang  bergaya berjuasi.  Dari kondisi ini, kita pesimis, pemilu 2014 dan anggota DPR yang terpilih dari kalangan muda, akan bisa membawa  agenda perubahan, sebagaimana kepeloporan pemuda di era sebelumnya. Butuh waktu beberapa dekade kedepan, kepeloporan pemuda sebagai agen perubahan terwujud kembali, semoga.

*Dosen Fak, Ushuluddin IAIN STS JAMBI dan Wakil korrdinator KOPERTAIS WIL. 13 Jambi.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Space 2

Space 2